Pekatnya malam tak juga menyurutkan niat Sakura untuk beranjak dari duduknya. Ba'da Isya' tadi ia menghabiskan waktunya hampir tiga jam dipelataran Masjid Nabawi bersama Hanare. Jika saja Hanare tak memaksanya untuk kembali ke hotel atau melaporkan tingkahnya pada suaminya, mungkin Sakura bisa tidur di masjid saking nyamannya.
Dari kaca besar di kamar hotel, dapat ia tangkap bagaimana jamaah masjid yang masih betah hilir mudik atau sekedar berdiam diri di pelataran. Sejujurnya, ia juga ingin.
"Ya Allah, salah satu dari mereka adalah suami hamba, tolong ijabah doanya, mudahkan urusanya di dunia dan akhirat, begitu juga umat muslimin di seluruh dunia," lirih Sakura.
Hanare mengetuk pelan pintu kamar istri atasannya yang terbuka lebar, niatnya hanya ingin memastikan, namun senyum maklum ia torehkan melihat tingkah Sakura. "Istirahat mba, sudah mau tengah malam, nanti kelewat tahajud lho."
Sakura menoleh. "Kenapa pake kamar mandi di luar, di dalem kan ada," balasnya tak menanggapi perintah Hanare.
"Pengen aja mba Sakura."
"Awas saja mba Hanare tidur di ruang tamu, besok aku kasih tahu suamiku kalau mba gak mau nemenin tidur."
"Mba Sakura ya Allah, bukan begitu."
Sakura beranjak lantas menarik kelambu. "Di luar gak ada kasur, mba mau tidur di mana, jangan bilang sofa," Sakura mengibas pelan tempat pembaringan suaminya, menepuk bantal secara berkala lantas menaiki ranjang. "Suamiku tidur disebelah sini, sprei dan lainnya tadi juga sudah diganti sama petugasnya kan."
"Mba, bukan begitu maksud saya," Hanare memilih mendudukkan dirinya di sofa panjang dekat jendela. "Saya seneng malahan, tapi jujur gak enak karena ini tempat privasi mba Sakura dan den Sasuke."
"Kalau di rumah, aku gak bakal bolehin mba Hanare tidur di kamar kami," Sakura bersandar pada kepala ranjang. "Lagian mas Sasuke tadi mau minta langsung ke mba Hanare tapi keburu aku yang minta izin duluan."
Hanare meloloskan senyum leganya. "Alhamdulillah, semoga Allah balas kebaikan mba Sakura dan den Sasuke, terima kasih banyak."
Sakura turut mengulas senyumnya, ia tepuk tempat pembaringannya kemarin malam. "Ayo tidur mba Hanare."
Hanare mengangguk, ia matikan lampu utama kamar tidur hingga menyisakan cahaya remang dari atas nakas. Sakura sendiri sudah menarik selimut tebal hingga sebatas dada. Hari ini merupakan salah satu teristimewa dalam hidupnya, dan ia benar-benar bersyukur untuk itu.
***
Kegelapan masih menyelimuti atap bumi, namun aktivitas di sekitaran Masjid Nabawi begitu ramai. Para pedagang sudah mulai membuka lapak masing-masing, bahkan tawa anak-anak terdengar renyah menyapa gendang telinganya. Sakura tersenyum sembari menarik dalam napasnya berusaha meresapi atsmosfer pagi Kota Madinah.
"Mba Sakura, mau langsung ke dalam atau lihat-lihat dulu?"
"Langsung saja mba, mumpung di sini mau banyak-banyak doa," Sakura menahan abaya hitamnya yang terbawa angin. "Kalau lihat-lihatnya bisa nanti sekalian bareng suami dan yang lain."
Anggukan kecil Hanare berikan. "Baiklah, mari mba Sakura."
Keduanya melangkah beriringan, Sakura dengan tas selempangnya, dan Hanare dengan tas pungunggnya. Sesekali kaki Sakura akan diterjang anak-anak kecil secara berkala, mereka memeluknya sembari mendongak dengan bola mata besar dan bulu mata yang begitu lentik, sangat mengemaskan.
"Aduh mba, maaf ya, anak-anak sini kadang suka iseng meluk-meluk orang," ujar Hanare tak enak, gurat wajahnya terlihat gelisah takut istri majikannya tak nyaman.
KAMU SEDANG MEMBACA
Seatap Sejiwa
RomancePerjalanan Sasuke dan Sakura mengarungi bahtera rumah tangga. Dengan berbekal iman, tauhid, Al-Qur'an, dan sunnah. Demi mengharap ridho dari Sang Pencipta dan menggapai cita-cita tertinggi berkumpul di surgaNya Allah SWT.