SALING MEMAHAMI - BAB 7

9 2 0
                                    

Pernikahan bukan hanya tentang kebahagiaan, tapi semua rasa akan dirasakan oleh kedua insan tersebut. Perihal orang ketiga, kesalahpahaman dan lainnya akan menjadi pelengkap cerita dari pernikahan itu.

Waktu terus berlalu, 4 bulan sudah pernikahan Heindzo dan Dhifa berjalan, mereka pun sudah mulai mengenal satu sama lain. Apakah waktu bisa diulang? Dhifa ingin mengulang waktu di mana ia dilamar dengan Heindzo, ingin membatalkan lamaran tersebut.

Akhir-akhir ini sang suami sangat aneh dengan sikapnya, bahkan Heindzo bisa tidak pulang 3 hari. Sesibuk itukah suaminya? Seperti biasa berangkat kuliah dengan kendaraan umum ketimbang memakai motornya sendiri.

"Sekalian aja pulangnya setahun kemudian, Om," sesal Dhifa seraya menunjuk foto pernikahan mereka.

Kemudian ia pergi dari rumahnya, tak lupa mengunci pintu. "Itu istrinya, Pak?" ucap seseorang

"Iya." Mereka mengikuti Dhifa dengan sangat hati-hati tetapi tetap saja Dhifa bisa merasakannya dengan jelas.

Dhifa sengaja berlari seperti biasanya, di tempat yang ramai ia sengaja berjalan agar tidak terlihat oleh orang yang mengikutinya dan berusaha secepat mungkin menuju halte bus.

"Siapa, sih? Orang gila kali, ya?" batin Dhifa seraya mengatur napasnya.

Ia pun berjalan santai menuju kampusnya, mengikuti proses pembelajaran seperti biasanya, tiba-tiba notifikasi dari ponselnya berbunyi.

Om Heindzo
Hari ini aku pulang, Sayang♥️

Tidak ada balasan dari sang istri, pesannya yang sudah 2 hari lalu juga hanya dibaca. Adzan dzuhur pun berkumandang, Dhifa langsung menunaikan kewajibannya di masjid yang sering ia datangi.

"Dhifa!" panggil seseorang dari belakang.

Dhifa pun melihat yang memanggilnya. "Eh, Pak Adam, kenapa, Pak?" tanya Dhifa

"Mau ke masjid, 'kan?"

"Iya, Pak. Bapak juga?"

"Iya, bareng aja," jawab Adam.

Ini adalah kali kedua bagi Adam dan Dhifa berada di masjid itu disaat yang sama, "Tumben, akhir-akhir ini gak telat, Dhif, kenapa?" tanya Adam, membuka obrolan.

"Sebenarnya saya telat karena macet, Pak, bukan karena apa-apa, ya, alasan klise itu mah," jawab Dhifa sambil melihat sang dosen beberapa saat.

"Basi."

"Serius deh, Pak, karena macet ...." Dhifa pun masuk ke dalam masjid dan Adam langsung mengambil wudu, tanpa disengaja mereka berpapasan.

"Misi Pak." Adam hanya bisa tersenyum melihat Dhifa, tiba-tiba ia teringat dengan kejadian satu tahun lalu. Di mana ia berpapasan dengan Dhifa saat ia terlambat mengajar dan itu menjadi kenangan yang tidak akan ia lupakan karena kali pertama baginya jatuh hati pada pandangan pertama.

"Silakan yang ingin jadi imam," ucap marbot di situ.

"Ustad Afri ke mana, Mang?"

"Sakit beliau, Pak," jawabnya.

"Ini masnya aja," usul salah satu warga dekat situ.

"Kenapa, Pak?"

"Mas jadi imam, mau ndak?" tanya marbot itu.

"Boleh, Mas." Mereka pun melaksanakan kewajibannya di imami oleh Adam.

"Suaranya merdu banget, ya, Bu," ucap salah satu ibu-ibu setelah melipat mukenanya.

"Iya, Bu."

"Suara suaminya Teteh meni bagus pisan," ucap salah satu ibu itu pada Dhifa.

Om Heindzo! [REVISI]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang