Berkali-kali dunia membantu langkah Dhifa, entah kenapa dunia selalu baik padanya padahal ia belum tentu akan bisa membalasnya dengan baik juga. Ia pun langsung berjalan ke dalam kelasnya dengan perasaan yang campur aduk.
Flashback On
"Tentang beasiswa itu, Pak----" Kalimatnya terpotong oleh dosen yang tiba-tiba saja menyuruh untuknya berhenti berbicara mengenai itu.
"Kamu mahasiswa bukan emak-emak komplek yang terus terhasut sama gosip tetangga lainnya," ketus sang dosen.
"Saya bukannya terhasut atau termakan sama gosip teman, Pak, tapi saya tidak tahu siapa dan karena apa ia memberikan saya beasiswa, selama ini saya mendapatkan beasiswa dari pengacaranya terus dan kalau memang Bapak yang memberi saya kesempatan untuk mengejar cita-cita saya ... saya mau sangat-sangat berterima kasih ke Bapak atas kesempatan yang Bapak beri ke saya."
Adi hanya bisa menggusar wajahnya pelan, ia melihat tangan Dhifa yang bergetar, apakah ini kesempatan baginya untuk menceritakan semuanya?
"Bukan saya, jika teman-temanmu bertanya tentang gosip itu, jawabannya bukan saya. Buat apa saya memberi suatu yang berharga ke orang yang tidak saya kenal?" jelasnya.
Setelah sang dosen selesai berbicara ia langsung pamit untuk masuk ke jam kelasnya begitu pun dengan Dhifa, ia juga berjalan ke kelasnya sambil memikirkan jawaban dari Adi.
Flashback Off
"Saya kasih waktu untuk Anda Nyonya Dhifa untuk melamun!" pekik Adam.
"Maaf, Pak, tadi saya kurang fokus. Bisa diulang pertanyaannya, Pak?" Kelas itu pun kembali tenang, begitu juga dengan pikiran Dhifa yang sedari tadi terus memikirkan jawaban dari sang dosen.
Jam istirahat pun bergantian setelah jam mata kuliah Adam, Dhifa langsung ke perpustakaan tempat biasa ia bersantai-santai atau merenungi otaknya yang lemot itu. Tak disangka Adam juga mempunyai tujuan yang sama dengan mahasiswinya itu, akhir-akhir ini ia selalu mencoba untuk lebih dekat dengan Dhifa agar terbiasa untuknya menjalin pendekatan.
"Mau baca buku atau cuman makan permen?" celetuk Adam
"Baca buku, Pak!" seru Dhifa.
Mata mereka saling menatap satu sama lain beberapa saat, tiba-tiba saja rasa canggung berada di tengah-tengah mereka. Mereka pun masuk ke dalam perpustakaan yang pastinya sunyi meski banyak orang, tidak lama bagi Dhifa mengambil buku karena tujuannya bukan untuk membaca tapi untuk bersantai sambil memakai headset-nya.
Tok ... tok ... tok.
"Eh Pak, kenapa?" tanya Dhifa yang kaget mejanya diketuk.
"Saya duduk di sini, ya?"
"Silakan, Pak," jawabnya.
"Katanya baca buku tapi bukunya gak di buka," ketus Adam seraya membuka buku yang ia ingin baca.
"Saya lagi balas chat, Pak."
Mereka pun membaca buku di jam istirahatnya, Adam yang melihat Dhifa beberapa saat dibalik buku bacaannya pun tertangkap basah oleh sang empu. Mereka saling menatap lagi, keduanya merasakan hal yang berbeda saat matanya saling menatap satu sama lain. Dhifa yang terheran mengapa sang dosen terus menatapnya sedangkan Adam yang ditemani rasa bahagianya itu.
"Saya mau ajak kamu makan malam hari ini bisa, Dhif?" tanya Adam, tiba-tiba.
"Hah?" teriak Dhifa, sontak mereka pun menjadi sorotan orang yang ada di perpustakaan itu.
"Tolong jangan berisik, ya, mahasiswi di meja lima!" tegur petugas perpustakaan itu.
"Bapak ngajakin saya makan malam?" bisik Dhifa.
KAMU SEDANG MEMBACA
Om Heindzo! [REVISI]
Romance[FOLLOW BEFORE READING, AND VOTE AFTER READING] Heindzo membuktikan bahwa hubungannya dengan Dhifa akan langgeng sampai nanti, suatu hubungan akan bertahan lama sesuai dengan bagaimana salah satu pasangan itu bersikap. "Gua tau, lo ... nikahin gua...