Desire

324 15 1
                                    

Deca terlihat terlelap di atas kasur tak kasat mata itu. Cermin itu pun masih terpasang di atas kepalanya.

Tak lama ia terbangun, masih mendapati dirinya berada dalam dimensi kelam itu. Tiba-tiba ia bergelagat aneh, menggumam-gumamkan sesuatu sembari meraba-raba. Ivan menatapnya heran, "kenapa kok jadi aneh gitu?"

"Tadi aku meletakkan sesuatu di saku. Eh, sekarang udah hilang."

Ivan membuka telapak tangan kanannya. Siluet-siluet benda yang ia cari lambat laun semakin detil dan jelas, seperti hologram. "Cokelat seperti ini?"

Deca mengangguk.

"Oh, tak sengaja terjatuh saat kau ditarik Vio dan barang itu diambil oleh gadis bernama Rika."

"Vio siapa? Apa dia yang menarikku dengan kabut menyengat itu?"

"Ya. Oh ya, hati-hati dengan jebakannya."

"Maksudmu jebakan Vio?" Ivan menggeleng.

"Baiklah, sudah saatnya kau kembali lagi ke sana."

Cermin yang tadinya berbaring kini posisinya sudah tegak dan melayang mendekati Ivan. Dengan sigap Ivan mencengkram Deca kemudian mendorongnya ke dalam cermin...

Decapun memekik, dan...

---------------------------------------------------------------------

13 Februari 20XX

"Decaaa cepaat! Kau bisa menabrak orang kalau melamun! Kita sedang dikejar warga!!"

Saat ini, Deca sedang berlari-lari entah ke arah mana tanpa tujuan. Lengannya ditarik paksa oleh gadis berambut cokelat itu. Terus berlari tanpa sebab.

Deca berlari terus sembari mengumpat-umpat dan menyumpahi gadis itu. Ini tidak lucu, gumamnya.

Deca berlari sambil memutar mata ke segala arah. Kebiasaannya saat berada di tempat lain yang karena entah dibawa apa adalah melihat tanggal. Sepanjang jalan ia belum menemukan yang namanya penjual majalah. Deca memutuskan menarik lengan baju gadis yang berlari di depannya. "Sekarang jam dan tanggal berapa?" tanyanya sambil bernafas tersengal-sengal.

"Tanggal 13 Februari, aku tak tahu jam berapa. Saat lari begini kamu malah tanya jam! Seharusnya kamu tanya bagaimana cara melarikan diri!"

Mereka menabrak seseorang, berbadan tinggi, tegap dan berotot. Wajah sangarnya menatap mereka sengit. Ia dan gadis itu berdiri dengan kaki gemetar. Tanpa babibu, ia menarik salah satu tangan Deca dan tangan gadis itu, kemudian memborgol kuat. Deca berdecak kesal.

"Ada apa ini?! Lepaskan kami!" hardiknya.

"Kalian ini, ya, kecil-kecil sudah coba menjadi seorang kriminal. Kalian akan masuk penjara selama 5 bulan."

Deca menendang tungkai kanannya, ia mendesis dan mengerang kesakitan. Dari kakinya mengalir darah yang lama-kelamaan menggenang di tanah. Deca menganga. Tendangannya dapat membuat kakinya berdarah. Deca melangkah mundur dan bergidik ngeri. Deca merasakan ada sesuatu tertancap di alas sepatunya. Kemudian ia melepaskan sepatu itu dan melihat bagian alasnya.

Sebuah paku tertancap. Bagaimana bisa? Ucapnya dalam hati.

Gadis yang mengajaknya berlari tadi bersembunyi di belakangnya sembari menumpukan kedua tangannya di bahu Deca. Tangannya gemetar. Kini giliran Deca menarik tangannya agar cepat pergi dari sana. "Larii!!"

Mereka berdua lari membelah keramaian warga yang saling berdesakan, sesekali menabrak seseorang.

***

"Untuk sementara, kita dapat dikatakan aman." Ujar gadis itu, dengan nada tergesa-gesa. Deca menyeka peluh di beberapa bagian wajah.

"Sekarang, apa yang akan kita lakukan?"

X -A World Project-Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang