End

429 18 12
                                    

"Ini sudah yang ke 3. Kau akan membunuh siapa lagi?!"

"Santai saja, kawan. Kenapa begitu emosi? Mereka orang tak berguna. Biarkan saja mati."

"Tapi mereka kau apakan?"

"Huah. Kau tahu? Aku sudah mengatakan kalimat ini berkali-kali. Pada siapapun yang kuajak bicara. Aku ingin menciptakan dunia baru."

"Dunia macam apa maksudmu?"

"Kuberitahu intinya, ya. Dunia dimana tak ada lagi orang tak berguna yang hanya menyampah."

"Hah?! Aku tetap tak mengerti!"

"Bosan aku. Sudahlah."

[Disconnected. Enter your password]

[ ***** ]

Ia meninggalkan orang itu, yang masih berada di kurungan waktu.

--------------------------------

"Hill."

"Ada apa, Sa?"

"Menurutmu kita ada di mananya bumi?"

Hill menjedakan kegiatannya. Menoleh pada Lisa, "aku juga tak tahu."

"Aku khawatir dengan yang lain."

"Aku pun begitu. Kau tahu? Hidup kita di sini benar-benar dikelilingi oleh maut. Bahkan di tempat seperti ini pun kau mungkin akan bertemu dengan maut itu."

"Darimana kau tahu?"

"Entah kenapa belakangan ini aku bermimpi tentang kalian. Kalian yang diambang kematian. Tapi dalam mimpiku itu semuanya terlihat nyata dan sepertinya benar-benar terjadi. Mereka hidup-mati-hidup-mati dalam waktu singkat. Itu yang selama ini ada dalam mimpiku dan benar-benar mengganggu."

"Apakah kejadian masa lalu, kini, atau yang akan datang, kah?"

"Sepertinya semuanya. Ah, satu hal. Yang kupertanyakan adalah, bagaimana cara mereka pulih kembali."

Lisa tampak berpikir dengan melipat tangannya. Menunduk dalam.

"Aku masih penasaran. Apa yang akan terjadi pada kita."

Hill dan Lisa kembali menyesap teh manis hangat dengan perasaan tak karuan.

Tiba-tiba Hill tampak tersentak akan sesuatu dan menjatuhkan cangkir tehnya. Membuat Lisa terkejut.

"Li-Lisa... Kita akan, hancur..."

--------------------------------

Mereka yang masih berada di celah gedung yang kelam, berusaha mencari cara agar Deca bisa bernafas lagi. Sayangnya kepanikan membuat otak mereka tak memikirkan cara, malah ikutan panik.

"Deca! Deca!" Katanya, sambil menampar pelan pipi Deca dengan ujung jari-jarinya. Matanya telah sesak ingin menangis.

Asher dan Ian tetap berkutat dengan kain yang telah mereka temukan beberapa menit yang lalu. Membalut luka Deca yang tak kunjung berhenti mengalirkan darah yang sudah membanjiri.

Dalam kesibukan itu, mereka sepertinya ingat akan sesuatu. Mereka pun saling tatap.

"Apa kau memikirkan hal yang sama denganku?"

Ian mengangguk cepat. "Aku harap ia datang."

.

.

.

Bau lavender, mengisi ruang kecil itu. Ian dan Asher mengembangkan senyum bahagia. Alice pun menyadari aroma itu.

X -A World Project-Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang