Bab 6

131 21 11
                                    

      Sebuah senyum mengembang dari wajah seorang gadis berparas manis. Langkahnya sekarang terasa lebih ringan. Di otaknya membayangkan bermandikan uang 20 juta dalam sebulan. Tanpa harus cari kerja ke sana ke sini. Gadis itu adalah Kara. Dia berjalan masuk ke gedung perusahaan Wang Holding Ltd. Lantai paling atas adalah tujuan utamanya.

Kara clingak-clinguk karena kebingungan dengan jobdesknya seperti apa. Dia mengedarkan pandangan ke seluruh tempat. Dia berdecak kagum dengan gedung perusahaan yang sangat luas.

    Nikmat mana yang kau nistakan. guman Kara dalam hatinya.

    Benar-benar tak bisa membayangkan dia menjejakkan kakinya di tempat yang bagus. Mendapatkan pekerjaan dengan gaji tinggi. Jalur sempurna menjadi orang kaya,  itulah yang ada dipikiran Kara.

     Sampai seorang wanita menepuk punggungnya. Seorang wanita berpotongan bob dengan mengenakan kacamata. Usianya kira-kira 35 tahun.

“Hemm, pegawai baru ya? Kamu yang namanya Kara Diraba?”

“Bu…bukan Diraba. Tapi Dirandra…” kata Kara sedikit protes. Salah mulu nyebut namanya.

“Ya udah serah deh. Kemarin Bigboss udah kasih tau. Kamu bakal jadi assisten sekaligus pengawalnya. Hemm… kok bisa kamu diterima langsung Bigboss? lewat jalur apa tuh? Jalur prestasi? Jalur koneksi? Jalur beli kopi 80 ribu?” tanya wanita berpotongan bob sambil mendekat ke arah Kara.

“Hemm…i…itu kayaknya jalur prestasi.” jawab Kara.

Jelas dong prestasi, kan tempo hari udah membuktikan kalau Kara bisa diandalkan urusan hajar menghajar geng motor. Jadi anggap aja jalur prestasi. Kalau jalur beli kopi 80 ribu sih, Kara mah ogah. 80 ribu bisa beli satu dus mie instan buat makan anak panti beberapa hari. Bisa dipakai buat beli beras juga. Terus nanti makannya di campur mie. Mantap gak tuh. Ingat ya, budaya kita makan nasi dicampur sama mie. Bukan beli kopi di lobby. *Canda ini mah.

Wanita berpotongan bob mulai memperkenalkan dirinya.

“Kenalin, namaku Nyoman Soraya. Teman-teman kantor biasa manggilnya NYOSOR, Nyoman Soraya. Bagian HRD.” sambil tersenyum lebar dan kasih dua jempol.

Kara langsung garuk-garuk kepala.
Ini nama bagus kenapa panggilannya Nyosor? Nyosor ke lubang nista kali ya. batin Kara.

Dia cuma ngasih senyum nyengir kuda.

“Nah, aku kenalin lagi nih sama pegawai lain.” ajak Nyosor .

Kebetulan waktu itu ada orang yang lewat. Mengenakan pakaian serba pink. Pakai Wig warna pink. Pokoknya serba pink, bahkan lipstiknya juga. Orang itu tersenyum ramah sama Kara. Kara cuma melongo melihat penampilan orang serba pink yang berdiri di depannya.

“Eh, pegawai baru ya? Kenalin deh nama akuh tuh keren lhoh.” sapa seorang pria yang berpenampilan feminim.

Nyosor ikut memperkenalkan pria itu.

“Dia ini, namanya bisa beda-beda lho. Kalau pagi menjelang sore namanya Dewa. Kalau sore menjelang malam udah ganti lagi namanya.”

Pria berpenampilan feminim itu maju selangkah dan mengulurkan tangannya.

“Kalau sore menjelang malam namaku Dewi Asmara Terkalibrasi Suketi Kunti Bunga Kantil. Biar cowok-cowok pada ngintil khikhikhi….” ketawanya kayak Kunti dah tuh.

Kara cuma bisa nyengir-nyengir liat tingkah lucu karyawan di sini. Lalu menjabat tangan pria serba pink itu.

“Terus dipanggil apa? Kunti? Kantil?” tanya Kara.

“Huhu… panggil Dewi ajah.” Dewa eh Dewi pun bersalaman sambil ketawa-ketiwi.

Lalu tak lama berselang. Datang seorang wanita yang tergopoh-gopoh masuk ruangan. Dia memiliki tubuh tambun. Tanpa menyapa yang lain, wanita itu duduk di kursinya. Lantas memakan odading Mang Oleng dengan lahap. Dewi sama Nyosor cuma bisa liatin sambil menelan ludah. Pengin makan odading juga.

Maybe,  You're My Destiny Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang