14.

210 25 4
                                    

"Menurut kalian nikah dulu atau mapan dulu?"

Aku sedang menunggu Ara di parkiran cafe, dia masih melakukan rapat bersama klien dan rekan kerjanya.

Niatku ingin turun sambil memesan makanan tapi ketika baru akan turun dan mematikan radio, aku malah mendengar suara Ayran di siaran itu dengan pertanyaan yang lumayan sentimentil, untukku.

Alhasil aku kembali menyimpan tas dan menurunkan kacamataku dengan tetap menyalakan mesin mobil tentunya.

"Jawaban kalian seperti biasa gue tunggu di akun instagram Radio 102 FM. Bareng gue Ayran, selama satu jam kedepan kita bakal seru-seruan bareng."

"Ngomong-ngomong soal nikah, jelas yang paling penting harus ada calonnya dulu. Terus bener kata orang tua zaman dulu, penting ternyata ngeliat calon dari bibit, bebet dan bobot. Dan yang satu lagi hal gak kalah pentingnya itu, harus nyari yang setara." Suara renyah Ayran yang jauh disana dan kalimat-kalimatnya membuatku merasa bahwa kami sedang duduk berhadapan dan berbincang perihal pernikahan.

Tapi sayangnya ini hanya sekedar perasaan.

"Setara dari segi pemikiran, pendidikan, karir dan ekonomi. Bahkan harus setara juga perihal effort, biar kamu nggak ngerasa too much atau too less."

Dibagian ini aku membenarkan dan setuju akan pendapatnya. Kadang aku merasa effort Ara untukku tidak sebesar itu, tapi pada kenyataanya aku kembali diingatkan fakta bahwa dia rela terbang dari Bali ke Jakarta it's more than effort.

Sejauh ini pemikiran kami berdua tidak berbeda jauh. Pendidikan kami setara. Karir dan ekonomi bisa dibilang sebelas empatbelas. Hanya mungkin kadang aku lebih sering merasa dan butuh perlakuan dia yang sama ketika masih ada ditahap pendekatan, bukan Ara yang sekarang.

Padahal setiap orang pasti berubah. Mungkin tanpa sadar akupun demikian.

"Anyways ini gue mulai baca dari bawah ya, ada dari @imutemute mapan dulu banh, mapan tuh dalam artian lo bisa membiayai diri lo dan keluarga lo tanpa ngegantungin diri sama uang bonyok."

"Yash. Gue setuju sama lo. Kalo definisi mapan itu adalah kaya raya, bayangin bagi budak UMR yang sekarang umurnya 26 harus nikah diumur berapa tuh?" Tanya Ayran.

"Lanjut ada dari @jinanjinak nikah dan mapan harus balance sih kalo bisa, soalnya nunggu juga gak enak."

Saat Ayran tengah sibuk membacakan satu persatu pesan dari pendengarnya, aku jadi ingin mengirimkan pesan juga.

Tok.. Tok.. Tok..

Baru selesai mengirimkan pesan ada seseorang mengetuk kaca mobilku.

"Iya mbak kenapa?"

"Ini Kak dari Mas Ara, katanya meetingnya masih belum selesai tunggu sebentar lagi."

Aku memang tadi memberinya kabar bahwa aku tidak jadi turun karena betah di mobil.

Ini mobil Ara yang dipinjamkannya untukku ke kantor tadi, katanya sebagai permintaan maaf karena kemarin dia kebablasan tidur setelah shalat subuh. Mobilku masih dipakai Ibu untuk akomodasi crew dan travel things menuju bandara. Ara memintaku menjemputnya karena dari kantor ke cafe ini dia menaiki mobil Zee.

"Oh ok, makasih ya Mbak." Aku mengambil satu cup minuman dingin sepertinya lemon squash dan dua box makanan yang dibawanya.

"Udah di bayar kan ya?" Tanyaku.

"Udah Kak, ada yang mau ditambah gak Kak? Tadi Mas Ara nitip pesen barangkali Kakak mau order menu lain katanya."

Aku melihat menu yang dibelikannya. Satu box berisi french fries dan box satunya ada macaroni schotel.

RADIOTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang