9.

226 39 3
                                    

Menikmati hampir tiga per emat ramadhan di apartemen rasanya lebih hambar. Karena tidak ada alarm ibu setiap sahur dan masakannya yang penuh cinta itu.

Tapi kali ini, semua hidangan ibu di hari raya aku nikmati tanpa terlewatkan.

"Kak, Ara datang kesini hari ini atau besok?" Tanya Papi saat kami sedang menikmati opor bersamaan.

"Bilangnya sih besok. Kenapa gitu Pi?"

"Gapapa Kak, si Ibu heboh aja pisahin semua makanan buat Ara padahal orangnya aja belum keliatan."

"Hahah, iya kata dia besok kesininya. Papi juga suka gitu perasaan dikit-dikit Ara. Si paling Ara kalian tuh."

"Kasian bener si Ara, keselek gak ya dia diomongin kalian. Semoga engga deh." Celetuk Ibu.

Aku semakin terbahak mendengar kerandoman ibu menanggapi obrolan kami.

"Nana engga tuh." Sahut adikku yang masih asik dengan sepiring opornya.

"Diem dah, lu gak diajak." Jawabku.

"Bu, Kakak."

"Bocil gausah cepu dah ntar gak dapet THR."

"Ya jangan dong Kakakku yang cantik, mau opor lagi gak? Nana potongin ketupatnya nih."

"Giliran duit aja lu."

Meski jarang bertemu Khrisna. Kami tetap adik kakak yang sangat akur. Selalu berbagi dan saling sayang. Yang di atas hanya kebetulan saja diluar prediksi.

Seharian ini aku belum memegang hp. Sudah berisik sedari pagi tadi. Tapi rasanya tidak nyaman karena ada Enin dan Keluarga besar yang sedang berkumpul di rumah. Foto-foto pun tadi kupakai mirrorles.

"Kak Chika, THR aku mana?" Itu suara sepupuku yang usianya masih 7 tahun.

"Kamu tadi gak ikut antri emang?"

"Dia baru dateng Kak." Kata Ibu.

"Oh telat ya, kalo telat gak dapet THR." Ucapku datar.

"Wawa masa Kak Chikanya gitu." Rengeknya.

"Yaudah passwordnya dulu baru Kak Chika kasih."

"Password apa kak?"

"Password minta THR."

Kulihat dia dibisiki Ibu.

"Kak Chika cantik, THRnya dong."

"Password salah." Sengaja kujaili dulu.

"Iiisshhh.. terus apa dong passwordnya?"

"Yaudah kalo passwordnya gatau, aku tanya aja ya. Gimana?"

"Iya sok mau tanya apa?" Dia cengengesan.

"Rukun islam yang pertama apa?"

"Syahadat." Kali ini dia girang dan PD dengan jawabannya.

"Bunyi syahadat gimana?"

"ASYHADU.."

"Salah." Potongku cepat.

"Mama, bunyi syahadat gimana?" Teriaknya pada Mamanya.

Semua orang diruangan ini tertawa karena dia sudah frustrasi denganku sepertinya.

"Kak ih udah kasih, kasian."

"Haha, yaudah nih. Maaf ya." Ucapku.

"Makasih kak Chika, ini buat ditabung biar bisa beli iphone."

"Widih gaya banget bocah."

Kami pun ramai dengan banyaknya obrolan dan saling bertukar cerita.

Bersyukurnya keluargaku tidak ada yang sibuk bertanya kapan nikah, mana calonnya, gaji berapa, pinjem dulu seratus. Alhamdulillah semoga dijauhkan saja ya.

Mereka selalu sibuk dengan berlomba-lomba mencari jokes bapack-bapack.

"Kak, hpnya bunyi terus nih." Kali ini Ibu menyerahkan hpku yang sedari tadi tergeletak didekatnya.

Kulihat ternyata yang menelpon adalah Ayran.

Hari itu sebelum memasuki 10 hari terakhir ramadhan kami kembali berpapasan dilobi kantor.

Aku baru saja sampai, dan sepertinya dia sedang menunggu jadwal pemotretan.

"Hai." Sapanya.

"Eh hai. Udah stand by aja." Ucapku.

"Iya, baru sampe ya?"

"Iya, niatnya mau WFH tapi mesti kekantor karena ada report."

"Kita belum sempet tukeran WA, boleh gak?" Dia menyerahkan hpnya padaku.

Tanpa basa basi kuambil dan kutuliskan nomor yang dia inginkan.

"Aku gak bisa lama nih, ditinggal ya? Soalnya 10 menit lagi janjinya."

"Eh iya sorry-sorry malah aku potong. Semangat ya."

Aku berlalu dengan menganggukan kepala.

Jika ditanya bagaimana perasaan pada Ayran saat ini, rasanya sudah tidak memiliki hal yang kusebut ketertarikan seperti sebelumnya. Hambar.

Karena ini hari baik, tidak enak juga jika harus menolak panggilannya.

"Halo assalamualaikum."

"Waalaikumussalam. Ganggu gak?"

"Engga sih, ada apa Ayran?" Tanyaku balik.

"Engga cuma mau silaturahmi aja meski lewat telpon hehe. Anyways, minal aidin wal faizin ya."

"Sama-sama ya, maaf lahir bathin juga dari aku kalo-kalo ada salah."

Panggilan kami tidak berlangsung lama karena kami baru akan pergi ziarah ke makam abah.

Jelas jahat sekali rasanya jika hanya menjadikan Ayran pelampiasan. Tapi lagi-lagi ingin aku tegaskan.

Menjadi terbuka dengan seseorang tidak sama dengan membuka hati.

Jika sikapku dia salah artikan. Aku tidak tahu harus bertanggungjawab pada bagian mana? Ayran merasa aku terbuka sedangkan terbuka belum tentu memiliki rasa yang sama.

Saat baru akan beranjak menuju mobil, sebuah pesan dari Ara masuk.

Ara
Sayang, terima kasih sudah setia denganku hingga bertemu kembali dengan hari raya ini. Maafin aku ya pasti banyak salahnya.
Aku sayang kamu.
Still be my home and be mine. Love you ❤️

Tersedak nastar, lagi-lagi selalu ada kejadian diluar dugaan setelah berinteraksi dengan Ayran.

Entah Ibu, Papi atau Ara. Mereka selalu datang tiba-tiba seperti mengetahui kelakuan burukku.

Please, aku tidak selingkuh.

Sedang menikmati perjalanan dengan lagu  Ku Dengannya Kau Dengan Dia yang melantun di mobil seolah diolok-olok.

Drrrt.. Drrt...

Ayran
See you in Jakarta, aku ada oleh-oleh lebaran buat kamu.










***


Setuju gasih terbuka itu tidak sama dengan membuka hati? Susahnya orang friendly tuh gitu suka disalah artikan.

RADIOTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang