Prolog

566 67 30
                                    


12 Oktober 2022


Langkah kaki ia percepat, berharap agar ia bisa mengejar sosok dihadapannya. Tangannya terangkat, bermaksud untuk merangkul lengan kekasihnya. Namun harapan itu harus hilang bersamaan dengan hempasan kasar dari perempuan yang paling ia cintai.


Rasa kecewa harus kembali ia telan bulat-bulat namun senyuman harus setia terukir di wajahnya. Rasa sakit akan sikap dingin kekasihnya sudah menjadi makanan pokok untuknya. Namun ia tahu, dibalik sikap dinginnya, kekasihnya itu pasti mencintai dirinya. Benarkan?


"Dari pada ngekor terus, mending beliin gorengan di seberang" Ujar kekasihnya dengan suara dingin.


Baru saja ia duduk disamping kekasihnya, namun kalimat perintah kembali dilontarkan. Dengan berat hati ia kembali berdiri. Sebelum berjalan, tangannya ia gerakan untuk mengusap pelan surai kekasihnya yang pasti langsung ditepis kasar, lengkap dengan desisan sinis.


"Cepet! Gue laper!"


Ia hanya bisa tersenyum kecil yang pastinya penuh paksaan. Ia mulai melangkah menyebrangi jalan sempit namun cukup untuk mobil 2 arah. Sembari menyebrang, tangannya bergerak memeriksa saku rok-nya, memastikan apakah ia memiliki uang untuk membayar gorengan yang diminta sang kekasih.


Sayangnya sakunya kosong, ia memutar balik arah jalannya dengan tujuan untuk meminjam uang sang kekasih terlebih dahulu. Namun ia tidak sadar bahwa dirinya sudah berada ditengah-tengah jalan, dan tepat saat ia berputar arah disitulah sebuah mobil bergerak begitu cepat.



BRUKK



Suara kencang itu mengambil atensi seorang gadis yang sedari tadi duduk santai bersama temannya sembari menunggu gorengannya. Ia menoleh, mendapati seseorang yang baru saja mengusap surainya sudah dikelilingi beberapa murid serta warga sekitar.


Dengan sigap ia berdiri, berjalan menghampiri kerumunan orang yang terlihat sangat panik. Tanpa dia sadari, setiap langkah yang ia ciptakan semakin mempercepat degupan kencang di area dadanya. Dari jaraknya saat ini, ia dapat melihat percikan darah yang mengotori jalanan.


"CEPAT PANGGIL AMBULANCE!"


"Padahal masih muda, kasihan sekali"


"Dia kakak kelasku pa, padahal baru beberapa saat yang lalu ia menyapaku"


Suara-suara itu mulai menyapanya ketika ia sudah berada tepat di hadapan sang kekasih. Kakinya melemah bersamaan dengan lutut yang bersapaan dengan dataran aspal yang begitu kasar.


Tangannya yang bergetar berusaha menangkup kepala yang terus mengeluarkan cairan berwarna merah pekat. Ia meletakan secara perlahan kepala kekasihnya di atas pangkuannya. Tangan yang semula hanya memegang kian mencengkram wajah pucat itu.


"Yak! Buka matamu!"


Seruannya berhasil membuka sepasang mata redup itu. Gadis pucat itu kini terlihat semakin pucat dengan tubuh yang melemah. Dalam deritanya ia masih menyunggingkan senyuman kecil.

Karma °𝕊𝕖𝕟𝕤𝕖 𝕤𝕖𝕣𝕚𝕖𝕤° [√]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang