Hari ini Harum meminta Juhlan untuk menemaninya mencari tempat kost yang dekat di daerah sini. Mengingat uangnya tidak mungkin akan cukup untuk membayar hotel selama satu bulan.
Setelah kemarin mereka berpisah di depan hotel, Juhlan sudah lebih dulu meminta nomor telepon Harum dengan beralasan jika ada sesuatu dengan Harum, maka perempuan itu bisa menghubungi Juhlan dan Juhlan akan segera datang.
Harum tidak terlalu mempermasalahkan hal tersebut. Justru dia merasa diuntungkan di sini, karena ada orang yang mau dia mintai bantuan. Mengingat Harum tidak memiliki siapapun di kota yang sering dijuluki sebagai kota bercahaya.
“Semoga kost-an kali ini cocok,” gumam Harum, karena sudah hampir yang ke lima? Atau bahkan yang ke sepuluh? Harum tidak begitu mengingatnya. Karena sudah terlalu banyak tempat kos yang sudah ia kunjungi, namun tidak ada satupun yang cocok dengan Harum.
“Sebenernya kamu cari tempat kost yang seperti apa, sih?”
Sepertinya Juhlan sudah tidak bisa menahan kekesalannya. Raut wajah yang putih itu kini tampak terlihat lesu. Membuat Harum sadar jika dia sudah keterlaluan, sampai-sampai mengabaikan Juhlan yang sudah seharian ini menemani dan juga memberikan rekomendasi tempat kost kepada Harum.
“Maaf, kayaknya lo capek banget. Kalau gitu kita melipir dulu ke sana,” ujar Harum sembari menunjuk ke arah kafe yang bertuliskan Rumah Ice Cream tepat di atas bangunan dengan font dan warna yang lucu.
Juhlan sempat menolak, namun setelahnya menyetujui ajakan Harum setelah mendengar kata traktir. Hmm. Siapa coba yang tidak tergoda dengan traktiran?
Saat Harum dan Juhlan memasuki tempat ini, Harum sudah disuguhkan dengan pemandangan yang begitu imut. Cat untuk bangunan ini di dominasi dengan warna ungu muda dan dikombinasikan dengan warna merah muda, serta begitu banyak aksesoris berbentuk lucu seperti boneka es krim, gambar es krim dan ... oh! Harum tidak menyangka bahwa ada begitu banyak es krim di sini! Dari mulai rasa serta varian es krimnya pun beragam. Benar-benar definisi rumah es krim sesungguhnya.
“Ini bukan kafe! Lebih cocok disebut penitipan anak,” komentar Juhlan saat pandangannya menyapu bersih ke penjuru ruangan sembari mengikuti langkah Harum untuk memesan es krim di kasirnya langsung.
Ada empat varian es krim yang Harum pesan. Diantaranya adalah roti bakar es krim, es krim taro toping keju, dan es krim buah membuat Juhlan menatapnya dengan raut tidak dapat ditebak.
“Harusnya tadi kita beli geprek aja biar kenyang. Kalau cuman makan es krim mah gak kenyang,” dumel Juhlan.
Raut wajah kesal milik Juhlan tidak Harum hiraukan karena saat ini ia sedang fokus untuk mencatat sesuatu yang ada di kepalanya ke dalam buku biru milik Harum.
Berada di tempat ini, Imajinasi dan juga inspirasi yang ada di kepala Harum seketika lancar. Harum, benar-benar ingin menulis saat ini, namun sayangnya ia lupa untuk membawa laptop.
“Terus habis ini kita kemana lagi? Kayaknya udah hampir semua kosan yang ada di deket sini udah kita datengin,” kata Juhlan setelah Harum sudah selesai menulis rangkuman.
Harum menggeleng. Tanda dia tidak begitu mengerti. “Kok lo tanya gue? Gue, kan, bukan orang asli sini. Jadi, mana ngerti gue,” ujar Harum
Lalu tatapan Harum terlempar ke sisi kanan. Dia mendadak kesal dengan Juhlan. Moodnya kali ini sedang buruk membuat Harum dalam mode senggol bacok.
Namun, tidak sengaja netra hitam milik Harum tertuju ke arah seorang pemuda yang sedang duduk menyendiri dengan novel yang berada di tangannya. Harum bisa melihat raut wajah dari pria itu yang berubah-ubah. Dari mulai serius sampai tiba-tiba senyum sendiri.
Jadi, bukan hanya perempuan saja yang mengalami fase itu? Kaum pria juga? Serta, senyum yang pria itu tampilkan sungguh sangatlah manis. Harum seperti sedang bertemu dengan tokoh fiksi di dunia nyata.
“Jadinya gimana ini?” tanya Juhlan memastikan.
“Kita cari kost dekat kafe ini,” putus Harum dan langsung mendapatkan respon lega dari Juhlan.
“Akhirnya, aku wis kesel banget kie sampe endase mumet muter-muter ora genah," ujar Juhlan dengan bahasa ngapak khas Cilacap yang artinya bahwa Juhlan sudah capek sampai kepalanya pusing cuman buat muter-muter tidak jelas.
Harum yang mendengar ucapan Juhlan yang tidak dia mengerti pun bertanya, “Lo ngomong apa? Gue gak paham.”
“Kamu cantik.” Juhlan mengungkapkan hal itu lalu nyengir tanpa dosa.
“Bohong. Dia bilang, dia pusing dan cape karena disuruh muter-muter gak jelas,” sahut pria yang entah bagaimana ceritanya sudah berada di samping Harum.
Lalu, pria itu meletakkan satu mangkok sedang berisi es krim ke arah Harum. Es krim rasa taro toping keju kesukaan Harum. Harum menatap pria itu dengan tanda tanya.
“Buat kamu.” setelah mengucapkan kalimat tersebut pria dengan hodie Army bertulis past itu pergi dan keluar dari tempat ini.
Harum tidak tahu bahwa kurang lebih dua hari di sini, dia sudah bertemu dengan beberapa orang aneh.
⏳
Juhlan sedang memesankan makanan di sebuah warung yang tidak jauh dari tempat Harum duduk sekarang. Pemandangan senja dari pantai teluk penyu ini menyambut Harum untuk terus berkelana dengan imajinasinya.
Tidak sia-sia dia kabur dari rumah dan berlibur ke tempat yang bahkan belum pernah masuk ke dalam list rencana liburan milik Harum.
Setelah seharian ini mencari kost milik Harum, akhirnya ada satu tempat kos yang cocok dengan kemauan Harum meski Juhlan sendiri mengatakan bahwa semua kost yang sudah Harum datangi itu tidak ada bedanya dengan kost yang akhirnya dia pilih.
Jarinya saat ini sedang sibuk menari ke sana ke mari di atas keyboard untuk menciptakan sebuah kalimat indah di lembar kerja Microsoft word yang kini sudah dipenuhi dengan sederet tulisan.
“Seribu maaf di Banyuwangi.”
Harum menoleh saat seseorang tiba-tiba membaca judul tulisannya. Merasa terkejut karena ternyata yang membaca judul tulisannya itu adalah pria yang ia temui di Rumah Ice Cream.
“Kamu ... penulis?” tanya pria itu. Ada nada antusias yang Harum dengar dari ucapannya, Harum bisa langsung menebak bahwa pria ini sungguh sangat tertarik dengan dunia literasi.
“Mungkin?” jawab Harum tidak yakin. Lalu, dia mengabaikan keberadaan pria ini yang belum Harum ketahui namanya.
“Kenapa legenda Banyuwangi?” tanya pria itu. Entah mengapa tatapannya kali ini berubah. Tampak sendu dan juga sedih secara bersamaan.
“Mungkin karena ceritanya yang menyedihkan juga menyebalkan secara bersamaan. Meski ada beberapa versi, namun inti dari cerita semuanya adalah ketidak percayaan, salah paham lalu menyesal. Bahkan orang yang katanya cinta mati pun masih tidak percaya dengan pasangannya, tanpa mencari tahu lebih lanjut cerita sebenarnya,” jelas Harum.
Suara deru ombak terdengar, semilir angin pun kini mulai membelai pipi lembut milik Harum dan senja perlahan mulai pergi, menampilkan gelap yang menyambut Harum dengan taburan bintang di atas sana.
“Maaf.”
Setelah beberapa menit hening menyelimuti mereka berdua. Pria itu lebih dulu memecahkan keheningan ini yang sungguh menyiksa.
“Kenapa lo minta maaf? Lo bukan Raden banterang dan gue bukan Surati. So, ngapain lo minta maaf? Jangan meminta maaf yang bukan kesalahan lo,” ujar Harum sebagai penutup pertemuan mereka.
-Pedot-
8 April 2023
KAMU SEDANG MEMBACA
Sandyakala
Fiksi UmumHarum kabur dari rumahnya karena dia akan dijodohkan oleh kakaknya kepada teman pria itu yang bahkan belum pernah Harum temui sebelumnya. Demi mempertahankan hubungannya dengan kekasihnya, Harum menghilang selama satu bulan dan hanya meninggalkan pe...