Episode 6 - Media

1 1 0
                                    

"Yan, Mik! Video kita mendadak viral!" Diksa berlari menuju kamar Mika.

Diksa membuka gawai miliknya di waktu pagi. Sungguh terkejut dirinya ketika sedang iseng membuka media sosial miliknya. Video yang mereka buat ternyata sudah tersebar ke ratusan ribu orang hanya dalam waktu satu malam. 

Mika masih tidur dengan celana pendeknya ketika Diksa secara tidak sopan membuka pintu kamarnya. Tapi untungnya, Mika belum menyadari Diksa membuka pintu kamar. Alhasil, pagi itu tidak ada satu orang pun yang menyadari rasa senang Diksa itu. Rian juga masih tidur di tenda depan rumah. Diksa masih kegirangan dan terus melihat apa komentar yang muncul di setiap media sosial yang menyebarkan videonya itu. 

Video itu viral mungkin juga karena keikutsertaan kawan-kawan Diksa yang biasa disebut selebriti media sosial itu.

"Kak Diksa kenapa senyum-senyum begitu?" Ehsan muncul dari balik pintu sambil membawa makanan ringan.

"San, sudah lihat video kakak kemarin belum?" Diksa masih senyum-senyum sendiri sambil berkutat dengan gawai miliknya.

"Sudah kak, di instagram, bagus kak! Lain kali akunya dibanyakin dong." Ehsan duduk di samping Diksa.

"Ya, kamu itu ada saja maunya." Diksa mengelus kepala adik semata wayangnya itu.

Percaya diri Diksa kembali meningkat. Untuk pertama kalinya, dia membuat sebuah film pendek dan mendapatkan hasil yang bagus bahkan respon orang yang melihatnya pun lebih dominan untuk mendukung apa yang mereka kerjakan.

Rian dan Mika belum bangun dari tidurnya. Karena hari ini mereka istirahat, Diksa memutuskan untuk mendatangi Natasha dan Angkasa untuk melihat respon mereka. Desa Likis memang belum semaju daerah ibukota ataupun kota besar lainnya. Namun, teknologi semacam gawai sudah digunakan bahkan hingga anak yang masih kecil sekalipun. Walaupun penggunaannya sangat minim. Entah mengapa dalam perjalanan menuju rumah Pak Badrul, warga desa yang bertemu Angkasa selalu melihatnya dengan tatapan lebih ramah dari biasanya. 

"Pagi Mas Diksa." Sapa salah satu tetangga Diksa.

"Pagi Bu." Jawab Diksa, begitu terus selama perjalanan pagi itu.

Terik matahari mulai menyengat kulit, Diksa terus berjalan diantara warga yang sudah mulai beraktivitas. Terlihat dari kejauhan, Angkasa dan Natasha berada di teras milik Pak Badrul. Entah apa yang mereka lakukan, sepertinya mereka sedang fokus pada sebuah baskom besar yang ada di depan mereka.

"Nat, Sa. Kalian sedang apa?" Diksa duduk di sebelah Angkasa.

"Sedang mengupas petai sama bawang. Ada apa ini kemari pagi-pagi?" Tanya Angkasa.

"Pura-pura tidak tahu atau bodoh sebenernya lo ini Sa?" Satu petai terjatuh dari tangan Natasha.

"Memang ada apaan Dik?" Angkasa menaruh pisau miliknya.

"Lo itu makannya buka media sosial, jangan cuma nulis terus." Natasha melempar bawa putih berukuran besar.

"Eh jangan dilempar-lempar, nanti dimarahi Pak Badrul." Angkasa kembali melemparkan bawang ke Natasha.

"Video kita Sa, viral di media sosial." Diksa menunjukkan gawai miliknya kepada Angkasa.

"Oh iya?! Wah hebat! Pantas saja kamu senyum-senyum sendiri. Selamat ya Dik, perlahan tapi pasti." Angkasa kembali mengangkat pisaunya.

"Iya Sa, ini juga berkat kalian semua. Gue nggak nyangka akan bekerja sama dengan banyak orang. Jadi ini awal yang bagus untuk kita membuat desa ini terkenal." 

"Ya semoga apa yang lo harapkan itu tercapai Dik, tapi kami juga senang kalau lo mau membantu sedikit-sedikit." Angkasa menyodorkan pisau dan satu baskom penuh petai yang belum dikupas. Angkasa pun pasrah dan membantu mereka melakukan pekerjaan Natasha dan Angkasa di pagi menjelang siang itu.

Pasar RakyatTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang