"Ayo Dik, Natasha udah nungguin di sana." Kata Rian sembari merapikan barangnya.
"Sebentar Yan, gue kurang dikit." Kata Diksa dari dalam kamarnya.
Lima orang itu tentu meminta ijin terlebih dahulu kepada Pak Badrul untuk mendokumentasikan tempat-tempat yang ada di Desa Likis. Pagi itu mereka sudah berada di rumah Pak Badrul dengan peralatan lengkap. Diksa yang menjadi warga lokal tentu yang menjelaskan semua hal kepada Pak Badrul dan mereka berjanji untuk membantu mencarikan dana untuk pengelolaan Desa Likis. Pak Badrul mengijinkan mereka, dan tentu itu menjadi langkah awal yang baik bagi mereka.
Rencana yang mereka buat adalah medatangi seluruh tempat wisata dan tempat kesenian untuk mereka dokumentasikan. Mereka akan mengajak warga berinteraksi dan mencari tahu apa yang mereka butuhkan. Diksa sudah mendata semua tempat wisata dan tempat kesenian untuk mereka datangi. Dan untungnya pusat kesenian hanya ada satu dan itu tentu dikelola oleh Mas Ulin.
Dokumenter pertama siap dimulai, mereka pergi menuju sebuah kebun teh yang berada di daerah atas dari Desa Likis. Di sana mereka akan menemuka beberapa tempat wisata dan satu dusun terpencil. Diksa mengatakan bahwa jalan menuju kesana akan sedikit sulit tapi masih bisa diperjuangkan oleh kaki maupun kendaraan mereka. Rian dan Mika bekerja sebagai kameramen sedangkan Diksa, Natasha, dan Angkasa adalah pengarah ceritanya merangkap modelnya.
Kamera sudah aktif sejak mereka pergi dari rumah Pak Badrul. Setiap jalan menuju kebun teh hanya dipenuhi dengan sawah dan perbukitan. Jalanan masih halus dengan aspal yang masih bagus. Namun tak lama, dingin mulai menyerang karena dataran yang meninggi.
"Dik, masih jauh nggak nih?" Kata Mika yang duduk di belakang Diksa.
"Sedikit lagi, setelah desa ini kita sudah sampai Mik." Jawab Diksa.
Mereka pun mulai masuk kawasan rumah warga yang paling dekat dengan beberapa tempat wisata, namun mereka lewati karena mereka ingin mendokumentasikan mulai dari desa terpencil terlebih dahulu. Ketika melewati hutan pinus, jalan berubah menjadi sangat menanjak dan terjal. Diksa yang memboncengi Mika tentu sedikit lebih hati-hati. Natasha yang membawa motor sendiri tentu tidak merasakan kesulitan, namun Angkasa dan Rian justru yang paling sulit. Sesekali Rian harus turun dari motor dan membiarkan Angkasa terlebih dahulu berjalan untuk melewati tanjakkan.
Pada jalanan berbatu itu tidak semuanya buruk, kamera Rian mengarah di sebelah kanan jalan yang berupa jurang. Lokasi ini masih dekat dengan Air Terjun Dua Raksasa yang pernah mereka datangi. Dan tentunya mereka juga akan mendokumentasikan Air Terjun Dua Raksasa juga saat pulang nanti.
Tak lama kemudian mereka mendapatkan akses jalan yang baik kembali ketika sampai di kebun kopi. Jalanan di kebun kopi itu tidak jauh sebelum memasuki Dusun Ngurap. Dusun Ngurap adalah sebuah desa terakhir sebelum jalur pendakian Gunung Tirta. Kebun teh memang terletak di bawah kaki Gunung Tirta dan desa terpencil itu sudah masuk ke dalam jalur pendakian.
"Kita berhenti dulu yak, isi bensin sekalian cek perlengkapan." Kata Diksa sambil turun dari motor.
"Gimana dokumentasinya?" Angkasa bertanya kepada Rian dan Mika.
"Aman kalau punya gue, walaupun agak shaky pas di jalan berbatu tadi." Kata Rian.
"Punya gue aman juga." Mika ikut menjawab Angkasa.
Setelah itu mereka kembali menaiki motor dan menuju ujung Dusun Ngurap. Ujung dari Dusun Ngurap ini adalah kebun teh yang cukup luas. Dan itu adalah salah satu tujuan mereka.
Setelah melewati pabrik teh, mereka pun harus melewati sebuah tanjakkan yang sekali lagi tidak memberi ampun kepada mereka. Namun pemandangan kebun teh sudah bisa mereka lihat dari sana. Motor yang sesekali tergelincir karena jalan yang licin membuat mereka harus perlahan untuk menaiki tanjakkan. Dan pada akhirnya mereka sampai di ujung Dusun Ngurap.

KAMU SEDANG MEMBACA
Pasar Rakyat
Novela Juvenil"Diksa, Rian, Mika, Angkasa, Natasha !" Jihan berteriak memanggil mereka. Desa Likis adalah sebuah desa yang kaya akan wisata alam. Lingkungan yang masih asri membuat lima orang pemuda terkesima melihat desa itu. Diksa, Rian, Mika, Angkasa, dan Nat...