5

14 0 0
                                    

Aroma manis roti bakar masuk menelusuri hidungku ditambah dengan semerbaknya harum teh manis yang tak kalah nikmat. Tumben pagi-pagi gini ada yang repot-repot mengantar sarapan ke kamar kost ku. Wait.. err what?! Sarapan?Mataku terbuka nyalang, memperhatikan sekitar yang terasa asing, jantungku sudah jumpalitan tidak jelas melihat kamar yang tidak aku kenal ini, melirik meja di samping tempat tidur aku temukan secangkir teh hangat dan roti bakar rasa coklat yang tadi mampu membangunkan ku. Oke coba diingat apa saja yang terjadi kemarin, aku pulang ke kost, istirahat tidur, terus bangun terus... Arkan, rumah perkumpulan, Niko, PS! Ah shit! Kok bisa si aku tidur nyenyak di kandang macan teknik.Mataku memanas karena kantuk akibat terbangun yang disertai kekagetan. Pintu kamar yang terbuka mengalihkan perhatianku ke arah pintu. Arkan masuk dengan celana dan kaos singlet yang sungguh tidak merasa malu sedikitpun dia terlalu bangga dengan aset berupa bahu kekar dan dada bidang yang menggiurkan. Ya memang pantas untuk dibanggakan si, aku jadi malu untuk protes padahal aku suka pemandangannya."Bangun juga" Ujar Arkan, dia mendaratkan pantat seksinya di sampingku. Kaki tangan besarnya yang juga terangkat naik menyentuh kakiku. Sengatan listrik terasa saat aku mencoba menyingkirkan kaki besarnya. Kasur ini bukan kasur besar ukuran queen apalagi king. Hanya kasur kecil dengan selimut tebal yang terasa tidak cocok sama sekali untuk diletakkan disini."Lo berharap gua nggak bangun" Sahutku tidak habis pikir.Masih berusaha menyingkirkan kakinya yang tidak bergerak sama sekali. Ah sudahlah! Terserah! Kenapa si tenaga cowok lebih besar daripada cewek."Yakali..." Ish dasar manusia tidak jelas."Ini minum dulu" Arkan menyodorkan teh hangat, tidak tampak terganggu dengan usiran secara kasar dariku."Nggak mau, mau minum air putih dulu"Sehabis bangun tidur itu baiknya badan kita diberi asupan mineral yang banyak, apalagi setelah badan kita bekerja keras untuk puasa tidak mendapatkan asupan makanan dan mineral selagi kita tidur. Mengusap rambutku Arkan pergi mengambilkan botol air minum yang tergeletak di atas nakas kecil samping pintu."Ini minum..."Aku meminum rakus air yang Arkan berikan, mataku mengitari sekali lagi kamar yang sedang aku tempati ini, sepertinya tempat ini lumayan terurus, barang-barangnya bahkan berjejer rapi, tidak seperti kamar kost ku yang lumayan berantakan. "Kenapa liatin aku terus.."Bukannya takut karena terpergok sedang memandangiku Arkan malah tersenyum senang seperti tidak ada beban. "Kapan aku diantarin pulang, aku ada kuliah jam 10..""Buat apa kuliah, toh kamu enak tidur""Ish.. aku beneran ada kelas jam 10"Arkan tertawa pelan melihatku yang bingung menghadapi kelakuannya. "Mending jamnya diliat dulu sebelum minta dianterin kuliah..."Hah? Buru-buru aku mengedarkan perhatianku mencari jam dinding, yang sialnya tidak ada sama sekali dikamar ini, berniat turun aku singkirkan selimut hangat ini, mencoba untuk turun namun tarikan tangan Arkan membuatku terduduk kembali dihadapannya, melihatku yang marah sekaligus kebingungan Arkan menyodorkan HPnya tepat didepan wajahku. Mataku membelakak lebar melihat angka yang tertera di sana "Argh.. kok bisa udah jam setengah 10 aja..""Udah hari ini bolos aja, percuma juga kalo mau berangkat sekarang, nggak akan keburu.. ayo sarapan dulu""Tap..tapi..""Ssst... ini sarapan dulu" Arkan mengambil nampan makanan dan teh manis ke hadapanku.Baiklah, hanya karena bolos satu kali tidak mungkin akan terjadi apa-apa kan? Melipat kedua kaki aku duduk di kasur sambil menghadap piring roti bakar rasa coklat yang sempat aku lupakan gara-gara kedatangan Arkan. Tidak aku pedulikan Arkan yang memandangiku sedari tadi, roti bakar rasa coklat ini tidak patut aku hiraukan nanti dia sakit hati lagi, bisa bisa untaian selai coklat ini akan menghilang pergi tidak mau aku makan lagi."Sial, gua kalah sama roti bakar"Ujar Arkan bergumam pelan. Hell. Ada apa dengan dia? Dikira dia seistimewa itu ya, aku bahkan akan lebih memilih roti bakar ini dibandingkan dia jika dihadapkan dengan kedua pilihan ini ketika dunia berakhir.Namun kelakuan Arkan selanjutnya membuatku tertegun takut, jantungku berubah berdetak dengan keras tidak karuan secara tiba-tiba akibat dari rangsangan dari luar ini yang tidak aku sangka-sangka, roti bakar yang ada di tanganku terjatuh ke atas piring mengguncang nampan, mataku mengerjap pelan. Dengan bodohnya Arkan mengusap bibirku pelan, tangan besarnya memenuhi separuh wajah dan leher sebelah kananku. Perlahan aku mendongak menatap tidak percaya apa yang Arkan lakukan, please jangan lakukan hal aneh lagi kilasan kejadian di kost ku kemarin perlahan terputar kembali seperti kaset rusak. Tanganku mencengkeram selimut keras, apalagi setelah Arkan menunduk mencoba menatap mataku yang langsung saja membuatku menghindar. Tangan Arkan menyingkirkan rambutku yang sudah berjatuhan mengelilingi wajahku, seperti memaksaku untuk tetap menatapnya."Kenapa ngehindar..."Nafasku tertahan mendapati Arkan yang semakin mendekatkan wajahnya padaku. Sial. Nafas kami memburu bersahutan kemejaku sudah kusut dengan kerah leher yang kancingnya sudah terbuka. Arkan semakin menghimpit tubuhku, nafasnya memburu di ceruk leherku hidungku mencium aroma sabun mandi yang bersarang di bahunya."Harusnya kamu berhenti menghindar dariku sedari tadi, mungkin aku nggak bakalan kepancing"Ah sial. Rupanya dia sadar aku sudah mencoba menghindar menatap matanya sedari tadi, pandanganku terhadapnya sudah mulai berubah berbeda, apalagi setelah mendengar cerita Niko tentang betapa bertanggung jawabnya lelaki di hadapanku ini. Jemari Arkan menyentuh denyut nadi dileher ku terasa seperti mencekik tapi dengan kehalusan."Kamu wangi banget..."Jemari yang awalnya bertengger dileher ku perlahan turun mengusap kancing kerah kemeja atas ku yang sudah terbuka kancingnya menampilkan sedikit kulit dalam ku. Tidak!"Please..." Aku menghentikan tangan Arkan yang berusaha membuka kancing ketiga kemejaku."Hmm..?" Mata Arkan masih tertegun menatap bibirku yang terbuka sedikit menarik nafas keras. Rasanya aku sudah tidak sanggup jika hanya bernafas dengan hidung."Tolong...""Tolong, kenapa?""Jangan gini..""Aku bahkan belum menyentuhmu.."Ahh.. tubuhku terkesiap menerima gigitan Arkan pada leherku. Tanganku mencengkram tangan Arkan keras mencoba melepaskan diri. Tidak! Kali ini aku harus sadar. Ini tidak baik."Kan... ngga mau.. kumohon.. Ahh"Bukannya mendengarkan ku Arkan semakin berani mengecupi leherku tanganku sudah tidak bisa bergerak akibat cengkeraman tangannya, badanku sudah limbung jatuh menimpa bantal tidak kuasa menahan berat badan kami berdua. Tidak. TIDAK!"Bos...s.. ups.. sorry gue ganggu"Syukurlah, tuhan aku masih selamat. Dewa berdiri canggung di pintu kamar. Melihat itu Arkan bangun dan menoleh tidak terima ke arah Dewa yang dilihat dari ekspresinya saja sudah terbujur kaku."Paan?!""Ada yang nyari diluar bos"Setelah memberi kabar tidak jelas, Dewa langsung berlari takut keluar. Meninggalkan kami berdua dalam suasana akward dan tidak jelas. Aku langsung mundur menarik kedua kaki menutupi tubuhku.Arkan kembali menatapku. Aku menunduk tidak berani menatapnya, aura kemarahan tertahan menguar dari seluruh tubuh Arkan, berbeda denganku yang seperti tikus terpojok ketakutan dengan otak yang buntu. Usapan tangan Arkan terasa kembali di pipi kananku."Kita lanjutin nanti... dan aku janji nggak akan lama" NGGAK! NGGAK MAU! NGGAK AKAN AKU BIARIN! Aaaaah Mama!Mengecup dahi ku lama Arkan perlahan pergi meninggalkanku. Dengan terburu-buru aku turun dan bersiap pergi. Rasanya aku tidak sanggup jika terjebak disini terus.^^^

Bayusuta Cakra ArkanantaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang