SEVEN

19 4 0
                                    

Disinilah sekarang, dikamar dengan sang ibunda yang memarahi dirinya yang tidak ada hentinya sedari tadi.

Soonyoung menatap meja belajarnya, semata–mata agar tidak melihat wajah bundanya itu yang sedang memarahi dirinya lagi.

Lagi?

"Emang gak tau diuntung punya anak kayak kamu ya bang!" Ucap sang bunda memukul soonyoung dengan buku.

"Apa–apaan kamu gituin anak saya hah?!"

"Punya hak apa kamu?!"

"Sadar diri! Kamu itu numpang sama orang tua disini bang!"

"Jangan sok sama adik–adik kamu ya!"

Soonyoung menghembuakan nafasnya kasar, matanya memanas ingin menangis. Tapi tidak bisa keluar, sesak rasanya mendengar setiap kata–kata dari bundanya itu.

Haerin? Adiknya itu sudah balik kekamar ketika bundanya mengusir nya tadi. Sedangkan Sunoo? Entah lah, selang beberapa saat dia keluar kamar, bundanya itu masuk dengan marah–marah.

Paling juga mengadu.

"Lihat! Bukannya belajar malah asik–asikan kamu main game."

"Gimana orang tua mau sayang, kalau anak yang disayang aja kayak begini modelannya." Ketus bundanya itu.

"Sakit bun." Kata soonyoung sembari memegangi kepalanya yang baru dihantam lagi dengan buku paket sekolahnya.

"Sakit kata kamu?"

Bundanya itu menarik telinga soonyoung keras. "Lebih sakit saya! Ketika ngelahirin anak gak berguna kayak kamu!"

"Abang gak minta bunda lahirin aku!" Ucap Soonyoung keras.

Plak!

Soonyoung memegang wajahnya, dadanya sudah naik turun karena nafas yang tidak beraturan. Air mata yang sedari tadi ia tahan akhirnya keluar juga.

"Kurang ajar kamu!" Bentak sang bunda. "Ini kalau anak gak punya atitude, kayak binatang kelakuannya."

Memukul kepalanya dengan keras, soonyoung terus–terusan memukul kepala dan dadanya itu tanpa henti. Dengan emosi yang  meluap jadi satu ketika mendengar ucapan dari seorang ibu yang melahirkannya.

"Abang cape b–bun! Abang pengen kayak yang lain!  Hiks––bunda selalu kayak gini sama abang. Kapan bunda peduli?"

Tangis soonyoung pecah melihat bundanya yang seakan tidak menganggap ia anaknya. "Bun, hiks–maafin abang."

Tidak ada raut sedih atau kasihan dimata sang bunda. Seakan bunda nya itu buta.

Alih–alih memeluk atau menenangkannya. Melainkan cibiran dan ketidak pedulian yang bunda nya itu tampilkan.

"Mending kamu mati gih, saya gak mau punya anak setres kayak kamu."

Setelahnya bundanya itu pergi keluar kamar, dengan Soonyoung yang makin menangis dikamar.

"Bunda j–jahat!"

Soonyoung menenggelamkan wajahnya di antara kakinya, menangis sesegukan yang lebih terdengar sangat pilu.

"Hiks–– Bundaaaa"

°°°°

"Soon lo kenapa?" Tanya Selya teman sebangku Soonyoung.

Soonyoung menggeleng, mencoret–coret buku tulisnya dengan absurd. Hari ini ia tidak berniat melakukan apapun.

"Soon, lo masih sakit?" Tanya Selya lagi.

"Enggak"

Selya mencoel pundak wonwoo yang duduk di bangku depannya. "Temen lo tuh, pucet gitu mukanya."

Wonwoo menatap Soonyoung yang bertumpuan dengan lengannya itu. Mengulurkan telapak tangannya ke kening temannya ini.

"Sakit soon?"

"Enggak"

"Badan lo panas gini, mending ke UKS aja deh." Kata wonwoo.

Doyoung yang memperhatikan sedari tadi akhirnya ikut andil. "Kalau lo masih sakit, ngapain sekolah soon."

"Gw gak sakit."

"Ya terus itu kenapa badan lo sampe menggigil begitu." Kata Selya.

"Gak tau ah, cape gw."

Soonyoung menegakkan tubuhnya, tapi lagi–lagi kepalanya itu terasa pusing. Alhasil ia menelungkupkan wajahnya lagi di lengan.

Pikirannya masih letih ketika mengingat prilaku bundanya dan adiknya itu. Ia harus mengadu kesiapa? Siapa yang lapang dada untuk mendengarkan ceritanya?

Kalau ia cerita ke ayahnya, nanti lagi–lagi orang tuanya itu berantem, alhasil ia lagi yang jadi sasaran.

"Kepala gw pusing. Gimana ilangin nya?" Gumam Soonyoung.

"Gw ambilin obat ya?" Kata Selya.

"Gak usah."

"Katanya sakit" Ucap Doyoung.

"Biarin aja deh, nanti ilang sendiri kayaknya."

"Ngeyel banget lo soon," Wonwoo memegangi kening Soonyoung lama. "Ke UKS aja, jangan ngeyel."

"Iya"

Soonyoung bangkit dari tempatnya dan melangkah keluar kelas menuju UKS sendirian. Memijit keningnya karena pusing, dan sesekali memijit lehernya berserta pundak nya itu.

Dirinya mengernyit bingung ketika di lehernya terdapat benjolan yang keras. Soonyoung mengecek bagian leher yang satunya, namun tidak ada benjolan seperti bagian leher kanannya.

"Benjolan?"

Sorry Abang ~ Kwon SoonyoungTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang