Kiri menatap hampa pada kertas-kertas laporan di hadapannya. Tangan Kiri menekan-nekan di pelipisnya untuk menghilangkan pening yang tiba-tiba menyerang kepalanya.
Dia Kiri, Kiri julius hans. Banyak yang menyarankannya untuk mau di panggil Julius, atau Hans karena itu terdengar sangat keren. Tapi pria 17 tahun dengan tubuh kurus ini memilih untuk di panggil dengan first name nya. Kiri. Menurutnya, panggilan itu keren dan pas dengan karakternya. One and only.
Kiri melihat-lihat kembali kertas-kertas di hadapannya. Laporannya belum lengkap, tapi deadline nya sudah lusa. Bagaimana caranya bisa selesai?
Kiri adalah seorang siswa yang cukup populer di sekolahnya. Tak ada yang tidak mengenal Kiri. Semuanya tahu bahwa Kiri adalah seorang jurnalis sekolah yang sangat kepo dan aktif. Terkadang, banyak orang takut saat mengetahui Kiri sedang mencarinya. Karena Kiri biasanya menulis artikel untuk tabloid sekolah. That’s mean, semua orang di sekolah bisa membacanya. Apalagi Kiri adalah siswa yang cerdas, cerdik, dan cekatan. Dia lihai sekali menggunakan lidahnya. Pertanyaannya berbobot dan kadang membuat narasumbernya stuck.
Tapi kali ini, Kiri benar-benar berbeda. Terlihat frustasi dan hopeless. Ternyata, julukan lidah licik nya tidak cukup untuk mengorek rahasia Jessica. Siswi yang sedang populer belakangan ini karena baru saja terpilih sebagai perwakilan sekolah dalam sebuah kontes kecantikan tingkat kota. Tugas Kiri sebenarnya mudah sekali, dia hanya perlu menanyakan rahasia kecantikan Jessica. Tapi entah apa yang Jessica fikirkan, yang pasti wanita cantik itu enggan memberi tahu Kiri tentang rahasianya. Alasannya sangat konyol.
‘Kau mau menandingi kecantikanku? Oh tidak, Kiri. Jangan mimpi untuk mengetahui rahasiaku.’
Demi tuhan, Kiri merasa kesal. Sedikitpun tidak pernah terlintas untuk mencoba menjadi lebih cantik dari Jessica.
Pertama, dia seorang pria yang seharusnya terlihat tampan. Dan Kiri masih terlalu waras untuk mau tampil cantik. Kiri tidak habis fikir.
Kedua, menyelesaikan headline ini lebih penting ketimbang menjadi cantik.
Ketiga, menurut Kiri, Jessica sebenarnya tidak terlalu cantik. Ini mungkin sifatnya relatif, tapi definisi cantik bagi Kiri bukan seperti Jessica yang berdandan tebal dan terlihat glamour. Menurut Kiri cantik itu sederhana dan apa adanya.
Kiri menoleh ke arah jam dinding yang tertempel di dinding ruang jurnalis sekolah. Ini sudah hampir jam 6 sore dan dia masih tidak berniat untuk bangkit dan pulang kerumahnya. Decakan kesal terdengar keluar dari bibirnya. Apalagi perutnya sudah berbunyi karena sangat lapar, Kiri hanya sarapan tadi pagi sebelum berangkat sekolah.
Kiri mengambil ponselnya. Menekan angka satu di layar sentuh ponselnya, lalu ponselnya otomatis memanggil kesebuah nomor. Orang yang Kiri telepon ini pastinya orang yang sangat dekat dengannya, sampai-sampai ia menaruh nomor orang itu di speed dial nomor satu ponselnya.
“Hallo, Dim?” Suara Kiri terdengar hanya seperti desahan saat memulai pembicaraan. Kiri menempelkan pipinya di meja dan menatap kosong ke arah tumpukan kertas-kertas beritanya.
“Mmm?” Jawab seseorang di seberang telepon dengan suara berat yang khas. Pria di seberang telepon hanya bergumam, seperti tidak tertarik.
“Aku mengganggumu?” Tanya Kiri pelan. Bibir Kiri mengerucut karena tiba-tiba merasa kesal dengan respon teman terdekatnya ini. Dia berharap, temannya ini akan menanyakan ‘ada yang bisa aku bantu, Kiri?’ atau setidaknya dia bertanya, ‘Ada apa, Kiri?’. Tapi ini, dia hanya bergumam malas.
“Sangat.” Jawab pria di seberang telepon singkat.
“Kau dimana? Kalau masih sekolah, kemarilah! Belikan aku makan, aku lapar.” Perintah Kiri seenaknya, tanpa menghiraukan bahwa orang yang ia telepon baru saja mengatakan bahwa Kiri mengganggu. Seperti Kiri sudah biasa dengan itu.
KAMU SEDANG MEMBACA
Bestfriend. Sorry, But I Love You. (Selesai)
Teen FictionSetelah ini, kalian akan melihat. Betapa status sahabat bisa sangat menyiksa bagi mereka yang menyadari perasaan cinta. Kenyataannya, mencintai seseorang tanpa sanggup mengatakannya adalah hal yang sangat sulit.