Hey. Ini cerita Dimitri-Kiri buat yang sudah nunggu-nunggu. Selamat membaca ya.
Jangan lupa buat terus kasih Comment dan Vote buat cerita-cerita aku. Thanks reader. I love you.
Gambar di atas adalah Kiri.
***
Dimitri memasuki kelasnya dengan wajah tidak bersemangat. Lingkar hitam terlihat jelas di matanya, dia kurang tidur semalam. Semalam tiba-tiba dia memikirkan tentang rencana sekolah yang akan mendaftarkannya sebagai salah satu kandidat sebagai bagian dari Tim nasional U-19. Dimitri takut gagal.
Sebenarnya Dimitri bukan orang yang pesimis. Dia orang yang cukup optimis dan semangat. Tapi kali ini berbeda, mendaftar ke timnas merupakan langkah besar yang di ambil Dimitri dalam sejarah kehidupannya. Apalagi ini menyangkut karir Dimitri ke depannya. Terlebih lagi, banyak sekali orang di sekitar Dimitri yang menaruh harapan besar padanya. Itu membuatnya tertekan dan sedikit ketakutan. Membayangkan wajah kecewa orang-orang yang sudah mempercayainya membuatnya gila.
Wajah Dimitri menoleh ke kursi Kiri. Anak itu tidak ada di tempatnya, tapi Dimitri tidak heran. Hari ini adalah hari pencetakan majalah sekolah untuk bulan ini. Di awal-awal bulan seperti ini, Kiri akan sibuk di ruangan jurnalis. Tadipun mereka tidak berangkat ke sekolah bersama, karena Kiri berangkat pagi-pagi sekali. Kiri sudah bilang pada Dimitri malamnya. Dimitri mengiyakan karena ia sangat susah bangun pagi-pagi buta.
"Kau tahu? Akan ada anak baru di kelas kita." Dimitri mendengar suara teman-teman perempuannya yang sedang asik mengobrol di barisan depan. Dimitri sedikit tertarik dengan berita mengenai siswa baru di kelas.
"Benarkah? Dia laki-laki atau perempuan?" Tanya seorang perempuan cantik dengan rambut yang di kuncir kuda. Namanya Susan, dia cukup dekat dengan Kiri, jadi Dimitri tahu.
Dimitri orang yang malas menghafal nama orang. Apalagi dengan orang yang tidak sering berinteraksi dengannya. Di kelasnya saja, Dimitri hanya tahu 10 nama siswa dari 24. Dimitri jarang berinteraksi, tapi bukan berarti Dimitri di kucilkan. Dimitri sering sekali di ajak bicara atau bercanda oleh teman-temannya. Tapi Dimitri tidak tertarik.
"Kabar yang aku dengar sih, anak laki-laki. Dia pindahan dari kota di pulau seberang. Katanya dia tampan sekali lho."
Tawa perempuan-perempuan itu pecah, saat mengetahui bahwa anak baru yang akan masuk kelas mereka ternyata seorang laki-laki dan tampan. Dimitri menggeleng-geleng, perempuan memang seperti itu. Mereka selalu menyikapi semuanya dengan heboh.
Dimitri memutuskan untuk menutupi telinganya dengan headset dan meletakkan kepalanya pada meja. Dimitri ingin tidur sebentar sebelum kelas dimulai.
Tapi rencananya sektika berantakan, saat seseorang memasuki kelas dengan tingkah heboh, melebihi kehebohan teman-teman perempuan Dimitri. Dimitri dengan kesal mengangkat kepalanya dan melepas headsetnya. Ia melihat Kiri menggerutu sambil mengaduk-aduk isi tasnya. Di belakangnya ada tiga orang adik kelas, yang Dimitri tebak adalah anggota klub jurnalis sekolah.
"Sepertinya tadi aku sudah masukkan ke dalam tas." Gerutu Kiri kesal.
"Apa yang sudah kau masukkan?" Tanya Dimitri dari kursinya. Kiri menoleh sebentar lalu menghiraukan Dimitri dan tidak menjawab pertanyaan Dimitri.
Merasa kesal karena sudah di acuhkan, Dimitri bangkit dari duduknya dan menghampiri Kiri. "Mungkin tertinggal di rumah." Ucap Dimitri mencoba menenangkan Kiri yang terlihat panik. Walaupun sebenarnya Dimitri tidak tahu apa yang Kiri cari. "Memangnya apa yang kau cari?" Tanya Dimitri lagi penasaran.
"Aku akan coba cari lagi di ruang jurnalis. Jangan-jangan sudah aku bawa ke sana." Kiri bergumam sambil berlari keluar kelas dengan tergesa. Dimitri kesal sekali, Kiri menganggapnya seperti tidak ada. Tapi Dimitri juga merasa sedikit kasihan, Dimitri bisa melihat dengan jelas wajah panik Kiri.
KAMU SEDANG MEMBACA
Bestfriend. Sorry, But I Love You. (Selesai)
Teen FictionSetelah ini, kalian akan melihat. Betapa status sahabat bisa sangat menyiksa bagi mereka yang menyadari perasaan cinta. Kenyataannya, mencintai seseorang tanpa sanggup mengatakannya adalah hal yang sangat sulit.