Sixteen - Kupon perintah terakhir.

28.6K 1.6K 351
                                    

Hari keberangkatan...

Hari ini adalah hari keberangkatan Dimitri untuk menjalani karantina seleksi timnas. Kaki pria tampan itu sedari tadi tidak bisa tenang dan terus di ketuk-ketukkan ke lantai, menunggu pelatihnya mengurus keberangkatan di loker tiket. Matanya sesekali melihati sekeliling terminal yang tidak cukup ramai. Dua temannya yang juga ikut seleksi duduk terpisah di belakang. Sedangkan di sebelahnya, ada Kiri yang hanya duduk diam sambil memainkan ponsel. Tidak tahu harus mengatakan dan melakukan apa.

Sejak semalam, Kiri dan Dimitri jadi tidak banyak bicara. Suasananya berubah canggung, dan itu sangat tidak nyaman untuk Kiri maupun Dimitri. Mereka masig-masing merasa aneh saat melihat satu sama lain pagi ini. Seperti orang asing, malu rasanya.

Terutama Dimitri, dia sama sekali tidak menduga kalau setelah menyatakan perasaan kepada Kiri, justru membuat mereka jadi saling diam dan agak merenggang. Yang ia bayangkan, setelah meyatakan perasaannya, mereka justru makin dekat dan tidak sungkan lagi untuk menunjukan rasa sayang. Tapi yang di dapat justru berkebalikan.

“Dim,”

“Ri,”

Gumam keduanya berbarengan, saling memanggil satu sama lain. Dimitri tertawa canggung sedang Kiri langsung mengalihkan pandangannya sambil menutup erat-erat matanya. Ternyata mereka sudah sangat gatal untuk bicara sedari tadi, tapi keduanya tidak menyangka bahwa ikatan di antara mereka sangat kuat, sehingga bisa saling memanggil secara bersamaan. Seperti sudah direncanakan.

“Kau duluan.” Ujar Kiri pelan.

Dimitri tertawa pelan, merasa sedikit geli dengan suasana aneh dan nada suara Kiri yang canggung. Tangan Dimitri terulur dan mengacak pelan rambut Kiri sambil menariknya pelan menuju dada, berusaha mencairkan balok kecanggungan. Namun Kiri mengelak dan menjauhkan kembali kepalanya.

“Tidak kau saja duluan.” Gumam Dimitri tidak mau kalah. Matanya terus memperhatikan Kiri yang masih malu untuk membalas tatapannya, pria manis itu hanya tersenyum sambil merapikan rambutnya.

Kiri bergumam pelan sebelum memulai bicara, matanya terlihat melirik Dimitri ragu-ragu. “Ingat pesanku waktu itu, kan?” Tanya Kiri pelan. “Jangan buat Ibumu khawatir. Lalu, jangan buat aku khawatir juga. Pokoknya aku tidak mau dengar kabar buruk. Aku janji Dim, kalau saja ada kabar buruk tentangmu seminggu ini, aku bakal tertawa bukannya khawatir.” Lanjutnya dengan nada galak.

Dimitri meringis mendengar perkataan Kiri. “Dasar jahat. Iya, iya, aku mengerti. Bawel sekali, sih.” Gumam Dimitri gemas, ia ingin sekali memeluk Kiri dan membenamkan wajahnya di leher jenjang itu. Entah kenapa, kini semua yang ada pada Kiri jadi lebih menggoda bagi Dimitri. Tapi ia ingat bahwa ini adalah tempat umum.

“Tadi juga Ibumu pesan padaku, untuk mengingatkanmu makan. Semua sudah di siapkan di ransel.” Seru Kiri lagi sambil tangannya menepuk ransel besar yang berada di punggung Dimitri.

Dimitri mengangguk dengan senyum manis mengembang di bibirnya. Meski sedih, hari ini Ibu dan Ayahnya tidak bisa mengantar ke terminal, tapi sekarang sudah lupa karena Kiri membuatnya bersukur. Bagaimanapun, Kiri sudah cukup untuknya, dia bisa bertingkah sebagai teman yang perhatian, Ibu yang bawel, dan juga... kekasih yang manis.

“Kau tadi mau bilang apa?” Tanya Kiri kemudian.

Dimitri tersenyum, lalu tangan kanannya mengelus kening Kiri pelan sebelum akhirnya ia mendaratkan sebuah sentilan keras di sana. Membuat Kiri meringis sambil mengusap keningnya. “Ah! Sakit, Dim!” Pekik Kiri.

“Jangan nakal ya.” Gumam Dimitri tidak terlalu peduli dengan rengekan Kiri.

Mata Dimitri melihat pelatihnya sudah selesai dengan urusannya dan berjalan ke arah mereka. Itu membuat Dimitri tidak punya banyak waktu lagi dan tidak mau membuang kesempatan. Ia mendekatkan wajahnya ke arah telinga Kiri, menghembuskan nafasnya ke sana dengan perlahan.

Bestfriend. Sorry, But I Love You. (Selesai)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang