Bab 18

728 47 0
                                    

Allaahu akbar

Allaahu akbar

Allaahu akbar

Laa illaa haillallahuwaallaahuakbar.

Allaahu akbar walillaahil hamd







Fajar menyongsong usai ayam-ayam berkokok. Takbiran saling bersahutan dari setiap masjid maupun mushola dari segala penjuru semalaman hingga pagi ini.

Hari ini adalah hari yang begitu berarti bagi seluruh umat muslim di dunia. Jangankan terlambat, melewatkannya saja seperti tidak mungkin.

Hana meletakkan sajadah dan sepasang mukena di kursi teras kemudian masuk lagi ke dalam rumah. Melihat pantulannya di depan cermin yang terbalut gamis pastel selutut dan hijab pashmina yang terlilit cantik.

"Abang udah ganteng belum nih?"

Randi tiba-tiba muncul dengan kemeja barunya. Lelaki itu ikut bercermin di samping Hana.

"Paripurna banget pokoknya lah, Bang!"

"Oh iya, anak-anak kost kok belum keliatan? Nanti ternyata mereka bangun kesiangan," ucap Hana khawatir.

"Udah Abang samperin tadi. Harusnya sih udah siap juga."

Mendengar suara langkah dari lorong menandakan bahwa salah satu penghuni kost sudah selesai bersiap. Hana berjalan keluar rumah yang rupanya sudah ada Gilang di sana.

"Yang lain mana?" Hana celingukan menatap lorong.

"Masih di dalem. Sebentar lagi juga dateng," ucap Gilang apa adanya.

Hana mengangguk-angguk saja. Gadis itu tersenyum jahil menatap Gilang dari atas ke bawah. "Diliat-liat, lo ganteng juga ya, Lang?"

Sang lawan bicara mendengar hal itu, kupingnya langsung memerah. "Namanya juga laki-laki, kalo ngga ganteng masa cantik?" alibinya menutupi rasa malu akibat dipuji.

"Bilang makasih atau gimana kek. Ini dipuji malah ngeles," cibirnya padahal Hana tau sekali kuping lelaki itu sudah semerah tomat.

"Iya, makasih buat pujiannya."

Tidak lama Yudis datang dengan percaya dirinya. Dia berjalan sembari memakai peci yang baru dibeli ketika belanja baju lebaran  waktu itu.

"Bang Yudis beneran beli gamis ternyata," gumam Gilang pelan.

"Masyaallah, ya Habibi. Orang timur tengah bagian mana nih?" gurau Hana meledek.

"Bagian Asia Tenggara, Ukhty," jawabnya seraya menyatukan kedua tangan.

"Lokotre banget ngeliat Kak Yudis pake gamis gini."

Yudis tersenyum bangga dengan idenya. "Awali hari raya dengan sesuatu yang baru. Semoga penampilan seperti ini dapat menjadi inspirasi untuk merubah hidup ke arah yang lebih baik," ujarnya panjang lebar layaknya pendakwah ulung.

"Aamiin... Tapi ceramahnya nanti aja, ya? Tunggu Pak Ustadz selesai turun dari mimbar," lontar Hana.

"Hmmmmm." Yudis jadi bete.

Kemudian beralih pada Gilang yang memperhatikan saja. "Nih keren kan? Kamu sih ngga mau couple an!"

"Iya, terserah Bang Yudis aja."

"Oh iya, Kak Alan mana?"

Yudis mengedikkan bahu santai, "Bang Alan emang selalu paling terakhir keluar."

"Panjang umur, Bang. Baru aja di omongin," ujar Yudis melihat kedatangan Alan.

Pria itu datang dengan baju koko berwarna abu yang kontras dengan kulitnya yang cerah. Tidak lupa dengan sarung sebagai bawahannya. Beserta peci hitam bertengger rapi di kepalanya.

Saya Terima Kost Putra (Selesai)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang