Niat awal Junghwan mengajak Yoshi ke Galantis Bakery memang untuk pancingan supaya Yoshi mau jalan-jalan berdua, alias berkencan.
Yaa, memang berhasil sih. Tapi setelah Junghwan mendapat kilas balik itu, rasanya ia jadi segan pada Yoshi. Benar-benar tidak enak hati untuk berinteraksi dengan istrinya sendiri.
Kencan ini jadi tidak semanis yang Junghwan bayangkan.
"Junghwan marah ya sama Yoshi?"
"Hm?" Junghwan tidak fokus, pikirannya berkecamuk sedari tadi.
"Junghwan marah sama Yoshi?" ulang Yoshi, serius bertanya.
"Gak. Kenapa lo mikir gitu?"
"Soalnya Junghwan diem aja. Yoshi jadi ngerasa didiemin." Mata Yoshi berkedip agak cepat, teringat sesuatu. "Eh, tapi Junghwan emang cuek sih biasanya."
"Maaf."
Yoshi memiringkan kepala, heran sekali mendengar Junghwan mengucapkan kata maaf semudah itu.
"Yoshi cape. Ayo duduk."
"Iya."
Keduanya membelokkan langkah ke halte terdekat. Duduk diam menonton kendaraan yang jarang melewati area dekat taman publik. Sebagian besar penduduk yang tinggal di sini lebih memilih jalan kaki untuk urusan nonformal.
"Kenapa lo nerima lamaran gue?"
Yoshi menoleh heran. "Emangnya kenapa? Junghwan nyesel sekarang karena nikahin hadiah judi?"
"Bukan itu maksudnya." Junghwan berdecak rendah. "Kenapa lo manggil diri lo kayak gitu sih?"
"Junghwan sendiri yang ngingetin soal kepemilikan hadiah judi."
"Ya kan udah berlalu. Sekarang lo istri gue, hadiah dari Tuhan buat gue."
Yoshi tertawa halus, makin lama makin keras. Entah apa maksudnya. Apa Yoshi sedang mentertawakan mulut manis Junghwan yang munculnya musiman?
"Tapi, Yoshi. Gue serius nanya. Gue udah jelas-jelas nunjukin sifat buruk gue, tapi kenapa lo tetep ngiyain?"
"Karena Junghwan bilang, Junghwan cinta sama Yoshi. Jadi Yoshi gak punya alasan nolak."
Junghwan lagi-lagi berdecak pelan, gemas juga menghadapi orang sepolos ini. "Pernikahan itu buat seumur hidup. Gimana bisa lo nekat pengen seumur hidup sama orang asing yang udah merkosa lo?"
"Trus menurut Junghwan, Yoshi harus gimana?" Kini aura Yoshi ikutan serius, sayup-sayup juga terasa seperti orang yang putus asa. "Gak ada sosok ayah di hidup Yoshi. Mama pergi dari rumah pas Yoshi baru masuk SMA, dan Kak Haru ngebuang Yoshi beberapa bulan setelah kelulusan. Sekarang, cuman Junghwan yang Yoshi punya. Ditawarin nikah sama satu-satunya orang yang Yoshi punya, ya jelas aja Yoshi terima."
"Tapi bukannya lebih baik sendirian daripada bareng-bareng tapi sakit?"
"Iya, Yoshi juga sempet mikir gitu. Tapi waktu itu Yoshi belum ada keberanian buat hidup sendiri, apalagi di kota orang."
"Kenapa gak balik ke rumah?"
"Yoshi gak sudi ketemu Kak Haru."
"Kalau kepepet-pepet banget, tetep gak mau?"
"Gak tau, Hwan. Aneh aja kalo udah dibuang tapi balik lagi. Yoshi berasa jadi Annabelle."
Junghwan tertawa. Tangannya terangkat, mengacak rambut Yoshi yang memberengut sebal hanya karena membahas sang kakak.
"Tapi untung aja, waktu judi dulu yang menang Junghwan. Coba aja kalo yang menang Jeongwoo lagi, kayaknya Yoshi bakal lebih milih nabrakin diri ke truk daripada ikut dia."
![](https://img.wattpad.com/cover/337602403-288-k310179.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
Room 609 (hwanshi)
FanfictionSeingat Junghwan, semalam ia mati dipukul telepon analog di ruangan 609, tapi pagi ini ia justru terbangun di ranjang hangat bersama seorang pria manis di dalam balutan selimut yang menutupi tubuh telanjang keduanya. "Gue lihat foto gede di ruang te...