Delapan

37.4K 2.9K 89
                                    

Gara membawa Shaka ke tempat yang tak asing lagi baginya. Ya, tempat itu adalah rooftop sekolah. Tempat dimana dirinya membolos mata pelajaran pertamanya kemarin.

'Brakk!!

Pintu terbanting begitu remaja yang tengah menggendong remaja lainnya membuka pintu dengan tak sabaran. Ah.. mungkin membopong adalah kata yang lebih cocok ketimbang menggendong.

Setelah berjalan mendekati Sofa yang biasa mereka tempati, barulah Gara menurunkan pemuda yang berada di bahunya ke atas sofa. Shaka lantas menunduk, berusaha menghilangkan penat yang melanda lantaran pemuda yang sedari tadi menggendongnya mengangkutnya bak karung beras

"Kenapa?" Suara Gara yang rendah dan dalam terdengar melalui indra pendengaran Shaka. Hal tersebut lantas menimbulkan perempatan imaginer pada pelipis pemuda yang masih merasa pusing tersebut.

"Kenapa?! Kamu nanya kenapa setelah ngangkut manusia kayak karung gitu?! Ya aku pusinglah, Bego! Kamu bayangin aja gimana rasanya ada diposisi kepala yang kebalik kayak gitu! Pakai nanya lagi!" Habis sudah kesabaran Shaka. Bisa-bisanya pria yang memiliki notabene sebagai temannya di dunia ini itu menanyakan hal yang sudah jelas seperti tadi. Apalagi pertanyaan itu ditanyakan ketika kondisinya masih pusing. Apa dia tidak bisa melihat sikon?

Sementara pemuda yang bertanya hanya tersentak kaget yang masih tercover dengan raut datarnya. Selama beberapa tahun dirinya mengenal Shaka, rasanya baru kali ini Gara mendapat omelan dari pemuda mungil itu. Namun bukannya takut, Gara malah merasa gemas hingga harus menggigit bibir bawahnya agar tak menunjukkan senyumnya dikeadaan sekarang.

"Gak, maksud gue kenapa lo gak pakai masker dan hoodie lo itu?"

Wow, Shaka rasa ini adalah kalimat terpanjang yang pernah Gara ucapkan. Bahkan seingatnya kemarin saja pemuda itu hanya mengucapkan 3 kata saat jam istirahat. Dan hal itu juga hanya menu yang dipesannya saja. Selain itu pemuda itu hanya menatapnya terus menerus. Aaah, Shaka rasa seseorang harus memberinya reward karena pencapaiannya ini.

"That's-

'Brakkk!!!

Kalimat Shaka terpotong saat seseorang kembali membanting pintu rooftop. Pelakunya tak lain adalah Varo yang langsung berlari kearahnya, setelahnya Zidan, Max, dan William pun mengikuti.

"Shakaaaaa!!! OMG ini beneran elu kan? Arshaka Narendra Argantara? Temen gue yang kemana-mana selalu pakai hoodie dan masker kayak wibu itu?" Varo kembali memastikan begitu dirinya berada dihadapan Shaka. Pemuda itu tak segan mendorong Gara dan menelisik wajah Shaka dengan menangkup kedua pipinya yang ditengokkannya ke kanan dan kiri. Sementara Gara hanya berdecak dan mendudukan dirinya disamping Shaka.

"Iya, Ka! Ini beneran elu kan? Walau si Sela dah bilang lu beneran Shaka, gue masih gak nyangka lu beneran Shaka yang kita kenal." Zidan menimpali dengan mendudukan dirinya diatas karpet dan ikut menatap Shaka.

"Yeah.. Yeah... It's me, Arshaka Narendra Argantara. So, stop touching my face!" Tangan Varo yang sebelumnya menangkup pipi Shaka lantas ditepis sang empu.

"Kaaa... Lu- lu cantik banget, njir! Manis! Imut pula! Kalau lu cewe udah gue pacarin kali!" Ucap Varo, tangannya yang baru saja ditepis menutup mulutnya dengan ekspresi yang masih menunjukkan wajah tak percaya.

Di sisi lain Zidan yang mendengarnya hanya melirik sinis. 'Lu bahkan gak kalah cantik, Var! Dikira lesbi yang ada lu berdua kalau jadian. Dan lagi, lu tuh cuman milik gue. Bukan Shaka atau siapapun di dunia ini'

Sementara objek yang menjadi bahan pujian Varo lagi-lagi menunjukkan perempatan imaginernya. "First of all! Aku tuh ganteng! Bukan imut, manis, apalagi cantik, oke?!" Jari telunjuk pemuda mungil itu teracung pada pemuda yang memiliki tinggi tak jauh darinya.

Transmigrasi RyanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang