Tiga Puluh Lima

1.9K 287 24
                                    

Hening.

Keenam remaja SMA yang kini berada di pekarangan belakang kediaman Argantara hanya mampu terdiam kala pria paruh baya yang merupakan Tuan Rumah bertanya kepada mereka. Sementara itu Aaron yang masih diliputi rasa bersalah pun turut berdiam diri dengan pikiran yang masih berkecamuk memikirkan Sang Adik.

Di lain sisi Arka yang paham dengan keheningan yang sepertinya tidak akan terpecahkan sebelum ada yang bersuara akhirnya memutuskan untuk menjawab.

Baiklah, meski tubuhnya kembali berusia 17 tahun, jiwanya tetaplah seorang pemuda 25 tahun yang bahkan sudah lulus ujian yudisial dan menangani berbagai kasus. Menjelaskan perkara anak muda pasti bukan hal sulit bukan? Pikir Arka.

"Eum... Anu Om..." Suara kecil Arka akhirnya membuat Arkan menatap padanya. Sama halnya dengan yang dilakukan oleh lima orang remaja lainnya terkecuali Aaron.

"Tadi kita bertujuh lagi main pistol air bareng sama Shaka juga. Terus diakhir karena Shaka menang, Shaka ngisengin Kak Aaron dengan nembakin banyak air ke Kak Aaron. Terus karena diisengin sampai basah gitu akhirnya Kak Aaronnya juga isengin Shaka balik deh... Kak Aaron isengin Shakanya dengan nyeburin diri ke kolam bareng Shaka. Cuma..." Arka menjeda sejenak penjelasannya untuk memperhatikan raut wajah Arkan yang seperti dugaan juga tak mengetahui prihal trauma Shaka asli terhadap kolam.

"Kak Aaron gak tau kalau Shaka punya trauma sama kolam. Jadi pas mereka masuk ke kolam baru deh Shaka nunjukin gejala PTSDnya... Terus ya gitu, Om... Shaka agak histeris dan langsung masuk kedalam." Lanjut Arka. Disini dirinya berusaha untuk tak menyalahkan pihak manapun. Bagaimanapun Shaka awalnya hanya terbawa suasana dan mengisengi Aaron. Dan dilain sisi Aaron tidak mengetahui trauma yang pernah dialami Shaka.

Meski begitu Arka juga tak menyangka bahwa Shaka memiliki trauma yang sama dengan kehidupannya sebelum memasuki dunia ini. Mengingat beberapa saat lalu Garalah yang mengatakan tentang trauma yang dimiliki pemuda itu.

Arkan yang mendengar apa yang dijelaskan remaja di depannya lantas menghela nafasnya lelah sembari memijat sebelah pelipisnya. Shaka memiliki trauma?! Dirinya bahkan baru mengetahui fakta itu. Setelahnya pria itu menatap putra keduanya yang masih diliputi rasa bersalah.

"Aaron Blaxland. Kembali ke kamarmu dan bersihkan diri. Setelah itu segera temui Daddy." Ujar Arkan. Akhirnya mau tak mau Aaron kembali ke kamarnya dibantu dengan seorang maid yang memberikannya handuk.

"Dan Albert. Beri kelima anak ini pakaian." Albert selaku kepala pelayan menunduk patuh sebelum berbalik dan memerintahkan maid lain untuk menyiapkan pakaian untuk kelima teman Shaka yang sebelumnya ditunjuk oleh Tuan Besarnya, William, Max, Gara, Zidan, dan Varo.

"Kalian berlima sebaiknya pulang begitu berganti pakaian. Saya tidak ingin orang tua kalian menelpon dan mencari keberadaan kalian berlima." Ujar Arkan. Selanjutnya kelima pemuda itupun diarahkan Albert untuk mengikuti dirinya.

"Lalu Arka, Om boleh minta tolong sebentar?" Berbeda dengan ketika dirinya berujar dengan maid dan kelima teman Shaka, Arkan kini menurunkan sedikit nada bicaranya.

"Tolong apa, Om?" Tanya Arka ragu. Karena jauh didalam hatinya pemuda itu takut dengan raut wajah Arkan yang terlihat begitu menyeramkan beberapa saat yang lalu.

"Papa Arka baru saja mengabari Om dan menitipkanmu untuk menginap malam ini. Jadi boleh Om minta tolong Arka untuk menenangkan Shaka? Karena Om juga harus bicara dengan Kakaknya Shaka sekarang." Ujar Arkan. Arka yang mendengar hal tersebut mengangguk tak keberatan.

"Om gak akan marahin Kak Aaron kan? Gimanapun Kak Aaron cuman bercanda dan gak tau apa-apa..." Arka yang khawatir dengan apa yang akan dilakukan pria didepannya ini terhadap Aaron akhirnya memutuskan untuk bertanya.

Transmigrasi RyanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang