23

2.8K 315 89
                                    

Sepotong nugget pisang itu ia makan dengan lahap. Itu hasil kreasi Bi Nuni sore tadi. Lagipula Renjun sedang bosan sekali. Dia memakan camilan itu bukan karena lapar ya. Begitulah Renjun, kalau bosan yang kemudian mencari kesibukan adalah mulutnya. 

Pagi tadi para orang tua sudah kembali ke rumah masing-masing. Renjun sempat ikut Jaemin mengantar mereka ke bandara. Yah setidaknya ia bisa tenang dari godaan-godaan para orang tua itu tentang dirinya dan Jaemin. 

Padahal masih pukul tujuh malam, tetapi suasana rumah terlalu hening bagi Renjun. Ini hari terakhirnya izin berkuliah, sedangkan Jaemin sudah sibuk di kantornya sejak pagi. Renjun itu kesepian, gengsi saja dia untuk mengaku. Dan lihat, sekarang nugget pisang itu jadi sasaran keluh-kesahnya. 

"Gak kuliah kayak orang gila, giliran kuliah beneran gila gue. Bingung gue, get." Kata siapa Renjun tidak absurd. Bocah ini suka gengsi dan jaim saja makanya hal-hal seperti berbicara dengan nugget pisang tidak pernah ketahuan. 

Hari ini puas sudah Renjun bermalas-malasan. Bahkan acara kartun di televisi yang ia tonton saat ini sudah terasa membosankan. Tepat ketika ia melirik jam dinding di sisi kiri, suara pintu depan terbuka. Renjun sedikit bersemangat untuk melihat siapa yang datang, namun dirinya yang masih sok gengsi atas keberadaan Jaemin itu kembali terduduk dan berpura-pura tidak peduli. 

Sebuah langkah yang terdengar berbeda. Dan benar saja, langkah itu bukan milik Jaemin. Ketika sudut matanya menangkap sesuatu yang berbeda, Renjun menoleh hingga menemukan Jeno yang lewat tanpa peduli dengan keberadaannya. 

"Jen? Jeno? Lo kemana aja? Tunggu Jen!" Renjun beranjak cepat. Ia bergembira atas kemunculan sahabatnya yang sudah menghilang selama beberapa hari terakhir. 

Pria mungil itu menyusul langkah Jeno yang nampaknya sengaja dipercepat. Namun saat tangannya sukses meraih milik Jeno, sebuah hempasan diterima Renjun begitu saja. Pria itu mengerutkan alis, terdiam di tempat. Kebingungan dengan sesuatu yang terjadi tiba-tiba. 

"Jen, tunggu! Lo kemana aja? Lo ngelewatin momen besar," ucap Renjun. 

"Gue sibuk," jawabnya singkat dan dingin. 

"Tapi lo ngelewatin acara pernikahan gue. Lo kemana disaat gue butuh lo, Jen?" Acara Renjun mengejar Jeno berhenti ketika Renjun berhasil menahan tangan Jeno sebelum pria itu berhasil memasuki kamarnya. 

"Ouh. Well, selamat atas pernikahan lo." Kembali Jeno menghempas tangan Renjun. Namun lagi-lagi Renjun kembali menahannya. 

"Kok selamat sih, Jen?" tanya Renjun. Pria ini nampaknya kebingungan dengan tingkah aneh sahabatnya. 

"Mau lo apa sih?" Jeno berbalik, menatap Renjun intens. Namun entah mengapa Renjun merasa ketakutan. 

"Gue..." 

"Lo seneng kan udah berhasil nikah sama Jaemin? Jadi buat apa lagi gue disini kan? Lo juga dah gak butuh gue jadi pacar boongan lo," ucap Jeno. 

"Jen...Kok lo gitu sih sama gue? Lo kenapa?" wajah Renjun tampak memelas. Pasalnya Jeno hampir terbilang tidak pernah memarahinya seperti ini. Apalagi nada ketus yang baru saja terlontar itu. 

"Udah deh ya. Gue mau siap siap. Gue bakalan balik ke kos besok pagi." 

"Balik ke kos? Kok tiba tiba banget sih, Jen? Lo sebenernya kenapa sih? Gue nggak ngerti." 

Jeno menghela nafasnya. Ia tak pernah tega, namun semua yang telah terjadi benar-benar menghancurkannya, hingga berkeping." 

"Jangan tanya gue kenapa kalo lo nggak tau salah lo dimana," ucap Jeno. 

"Gue ada salah, Jen? Salah apa?" 

"Oh wait, mungkin gue yang salah sih disini." 

"Yang jelas, Jen. Gue nggak ngerti apapun yang lo maksud daritadi." 

𝙊𝙈 𝙅𝘼𝙀𝙈𝙄𝙉 • 𝙅𝘼𝙀𝙈𝙍𝙀𝙉Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang