Aku keluar kamar dengan menampilkan wajah ceria seolah dua hari lalu tidak pernah mengalami mimpi buruk sama sekali. Kusapa dengan riang tiap pelayan yang kulewati sampai membuat Felix sedikit heran tapi juga berujar senang karena melihat senyum cerahku.
"Senang melihat senyuman Anda, Nyonya." Felix menyapaku ramah saat kami bertemu di ujung tangga.
"Senyumku cantik kan, Felix?" Aku semakin melebarkan senyum dan akhirnya tertawa saat melihat Felix tertegun lalu tergeragap menatap wajahku. Mungkin Felix bingung dengan perubahanku yang terlalu jauh. Tentu saja, di masa lalu, seorang Kylana sangat jarang tersenyum—apalagi senyum lebar seperti yang kutunjukkan pagi ini. "Oh iya, di mana Kenneth dan kakekku?" Aku memilih bertanya hal lain karena Felix terlihat jelas sungkan bahkan gugup menjawab pertanyaanku tadi.
"Ah, tuan Halton dan tuan besar Arthur masih belum keluar kamar, Nyonya. Biasanya mereka akan sarapan setelah pelayan mengantarkan makan pagi untuk Anda."
Kepalaku mengangguk-angguk, lalu melangkah menuju kamar Kenneth setelah mengucapkan terima kasih pada Felix. Belum sampai aku di depan kamar Kenneth, ternyata pria itu sudah lebih dulu keluar kamar dan terlihat terkejut menyadari kehadiranku di depannya. "Pagi! Maafkan aku karena sudah membuat kita bertengkar semalam." Aku berujar sambil melingkarkan tanganku di lengan Kenneth. Kutahan rasa jijik melihat wajah Kenneth yang terperangah bingung menatap perubahan sikapku.
"A-apa?"
Aku mendongak menatapnya dengan bertumpu di lengannya. "Maafkan aku, ya." Sengaja aku memberinya kecupan di lengan seolah hubungan kami memang sedekat itu. Kenneth terperanjat, tentu saja. Tetapi aku jelas berpura-pura tak menyadari hal itu. "Hei, kenapa diam saja? Apa kau masih marah padaku?"
"T-tidak.. Kyla, kau—baik-baik saja, kan?"
Aku mengerucutkan bibir saat mendengar kalimatnya. "Kenapa memanggilku dengan nama? Biasanya kau memanggilku dengan panggilan sayang? Apa kau benar-benar marah karena kecurigaanku pada hubunganmu dan Elora?"
Puas sekali aku melihat wajah Kenneth yang memias tiba-tiba.
"A-apa maksudmu? Tentu saja tidak! Dia hanya sepupu dari istriku," ujarnya. Aku cukup salut dengan kemampuannya mengendalikan diri. Karena sekarang Kenneth bahkan sudah merangkul bahuku dengan erat seolah hubungan kami memang baik-baik saja. "Jadi kau sudah tidak marah padaku, kan?"
Aku mengulas senyum menatapnya penuh cinta. "Kalau begitu, jangan buat aku cemburu lagi."
Aku tentu sadar jika tatapan Kenneth padaku mengandung begitu banyak tanya. Tidak apa, pelan-pelan akan kubuat dia masuk dalam permainanku dan tak lagi mampu keluar dari sana bahkan untuk menyadari apa yang sebenarnya sedang terjadi.
Aku masih merangkulkan tanganku di lengannya sepanjang kami berjalan menuju ruang makan. Aku tahu Kenneth ingin mengatakan sesuatu padaku tapi jelas berusaha menahan diri karena masih kebingungan dengan perubahan sikapku yang terlalu tiba-tiba.
"Kau ingin sarapan apa pagi ini? Omelet atau roti selai cokelat dan susu? Atau mau keduanya?" tanyaku sambil menyiapkan piring untuk kami. "Ah, aku lupa memanggil kakek. Atau kakek tidak sarapan bersama kita pagi ini?"
"Kyla, kau yakin baik-baik saja?"
Gerakan tanganku terhenti mendengar pertanyaan tiba-tiba dari Kenneth.
"Maksudku... aku merasa sedikit aneh. Dua hari lalu—"
"Dua hari lalu?" potongku dengan wajah yang kubuat sebingung mungkin. "Apa dua hari lalu kita bertengkar juga?" tanyaku dengan bahu luruh saat kembali duduk di kursiku. "Aku ingat bermimpi sangat buruk dua hari lalu. Di mimpi itu, kau mengkhianatiku dengan Elora. Kalian memiliki hubungan dan aku melihatmu tidur bersamanya. Rasanya aku marah sekali."
KAMU SEDANG MEMBACA
Clarity [Completed] ✔️
General FictionSong Series #6 If our love is tragedy, why are you my remedy? If our love's insanity, why are you my clarity? [Clarity - Zedd feat. Foxes] Kyla Yocelyn hidup dalam keadaan yang tidak pernah menyenangkan. Kyla adalah seorang yatim piatu yang harus be...