Malam itu terasa sangatlah mencengkam, perutnya terasa sangat mulas. Mulas yang tidak tertahan ini sudah ia rasakan sedari siang namun malam ini rasanya makin tidak tertahan. Jeongin memaksakan dirinya untuk menyiapkan segala hal yang ia butuhkan. Tas berisi perlengkapannya, ponsel jadul yang dibelinya dengan harga murah untuk mengabari Nishimura-san, dompetnya yang berisi uang tunai untuk biaya melahirkannya. Ia sudah berfirasat anak kesayangannya akan lahir malam ini. Ini mulas yang sudah tidak bisa ia tahan.
Jeongin bergerak cepat memesan layanan taxi online untuk mengantarkannya ke rumah sakit terdekat. Laki-laki itu keluar dari kamarnya ditemani oleh suster yang selama ini sangat memperhatikannya. Beberapa anak panti yang juga melihatnya keluar dari kamar dengan rintihan tentunya ikut berbaris menemaninya keluar dari kamar menuju pintu depan, menunggu taxi yang dipesannya. Semua berusaha menenangkan Jeongin dan memberikan semangat semampu mereka. Dan Jeongin berterimakasih atas itu.
"Terimakasih untuk doa dan semangat kalian," Jeongin tersenyum pada anak-anak baik yang sudah menemaninya selama 38 minggu ini.
Namun perasaan anak-anak itu terasa tidak nyaman melihat senyum Jeongin. Laki-laki itu tampak sangatlah pucat malam ini. Entah menahan rasa sakit yang melanda atau keadaannya yang memburuk. Anak-anak itu tau sekali bahwa Jeongin mulai berhenti menemui dokter semenjak usia kehamilannya menginjak usia 27 minggu lagi-lagi karena kehabisan biaya. Pihak panti sudah berusaha membantu keuangannya bahkan Nishimura-san juga namun Jeongin menolaknya. Keadaan yang tidak mereka pahami ini membuat senyuman itu terasa sangatlah menakutkan.
Jeongin saat ini duduk tenang di kursi dekat taman. Tempat ia sering menghabiskan waktu untuk memandang senja. Ditemani anak-anak baik yang telah menemaninya. Jeongin mengusap kepala mereka satu persatu, menyalurkan perasaannya yang penuh kesayangan.
"Kalian akan menyayangi adik ini dengan sepenuh hati,kan?" Tanya Jeongin melihat bocah yang tengah mengerumuninya.
"Tentu, Jeongin, adik bayi adalah adik kami, seperti kamu adalah kakak kami," jawaban polos itumembuat Jeongin tersenyum lagi. Rasanya ia ingin memeluk satu persatu anak-anak manis itu.
"Aku sangat menyayangi kalian," lanjut Jeongin pelan sebelum akhirnya setitik air hujan turun menjatuhi semuanya, mereka bahkan taman tempat mereka saatini. Jeongin meminta anak-anak itu segera kembali ke dalam bangunan dan Jeongin akan menunggu taxinya di halte bus depan.
"Tidak, Jeongin. Kami temani kedepan, ya."
Dan Jeongin tidak berhasil menolaknya. Semua orang menemaninya hujan-hujan menuju halte depan panti asuhan. Bahkan membawa tasnya sambil memayunginya agar tas itu tidak kehujanan pula. Suster yang melihat anak-anak gemas itu bekerja sama menerbitkan senyumnya juga. Ia sebagai pengasuh mereka selama ini sangat menyenangi keberadaan Jeongin yang ceria dan rajin. Walaupun Jeongin tengah mengandung, ia tidak pernah sekalipun absen membantu dalam mengurus anak-anak panti seakan anak-anak itu adalah adik kandungnya sendiri. Suster jadi memiliki teman berbagi cerita atas tingkah polah anak-anak disana—hari menyenangkan itu datang setelah kedatangan orang asing yang juga datang di tengah kondisi tidak baik.
Jeongin adalah salah satu keajaiban yang diberikan Tuhan kepada mereka. Walaupun tidak banyak yang bisa diceritakan namun keberadaan Jeongin sudah seperti separuh kenangan indah yang berada di panti. Jeongin yang sering mengadakan ulang tahun anak-anak, membuatkan mereka kue atau kukis enak, atau sekadar mengajak mereka bermain di luar selalu berhasil menghadirkan kebahagiaan. Senyum Jeongin yang membuat mata tajam laki-laki itu menyipit selalu menjadi angin segar seakan mereka bisa berbahagia hari ini dan seterusnya berbekal senyum itu. Jeongin yang kadang juga ceroboh menjadi hiburan sendiri—walaupun suster tau kadang Jeongin melakukan itu dengan sengaja.
Laki-laki mirip rubah itu dengan usia kehamilannya yang makin menua juga makin menambah kenangan di tempat ini. Setiap sudut seakan penuh dengan Jeongin yang tengah tersenyum bahagia, atau bagaimana ia bernyanyi sambil mengusap perut besarnya. Senyum Jeongin setelah berdoa dihadapan Tuhan. Suster mengingat semua itu.

KAMU SEDANG MEMBACA
Kamu Dalam Ingatanku Yang Samar [Hyunjeong]
Fiksi Penggemar[CW : M-PREG, TIME REWIND] Jika kamu diberikan kesempatan untuk kembali mengulang waktu, adakah moment dalam hidup yang ingin kamu ulang? Apakah itu moment yang menyenangkan atau moment yang menyedihkan? Apakah kamu ingin merasakan kebahagian itu la...