RAHMAT

9 1 0
                                    

Assalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh

Kenalin nama aku Rahmat Al Farizi, bisanya dipanggil Rahmat. Atau Fariz juga boleh. Jangan dedek apalagi sayang. Udah untuk yang teristimewa.

"Assalamu'alaikum"

"Waalaikumsalam" balasku.

Dia Ryan, temanku yang awalnya dari jakarta yang merantau ke Surakarta. Bukan hal baru lagi sih kalo Ryan dan aku sering ditugaskan di tempat yang sama. Agak gimana gitu ya kalau bilang aku-kamuan gini. Nanti lama-lama juga terbiasa.

"Hah, capek banget di pondok. Ga ada tugas gitu? " tanyanya yang sepertinya sudah bosen di pondok. Jiwa-jiwa pendakwah nya meronta-ronta pengen di bebaskan.

Hm, kalau gak salah sih udah lumayan lama kita berdua belum keliling Indonesia. Indonesia dulu ya, belum ke taraf Internasional. Sekitar tiga bulanan lah. Heran, ini masjid-masjid apa gak butuh penceramah. Alhamdulillah deh, kalau orang-orang udah mulai pada bener.

"Belum ada perintah dari pak Kyai juga"

"Huhu, pengen liat pantai" racaunya.

"Gih, pergi sana" usirku.

"Gak ah gak ada temen"

"Kalau gitu kita berdua aja besok pagi pergi"

Aku yang lagi fokus sama ponsel sih ga terlalu mendengarkan pembicaraan Ryan yang berhalusinasi pergi ke pantai dengan sarung hitam kotak-kotak nya itu.

Udah dua minggu ini doi di chat masih centang satu. Padahal profil masih ada, info masih ada. Ga diblokir kan?

Sibuk?

Ya ga tau faedahnya apa, infonya sibuk terus tanda tanya. Remaja jaman sekarang, aneh-aneh aja. Bikin pusing kepala. Tapi kalau gak dipikirin katanya ga sayang. Sabar sabar, mau ngelamar tapi belum siap secara mental. Finansial masih macet.  Syukuri aja dan ikhlas dulu. Siapa tau dapat rezeki buat ngelamar.

"Ustaz Rahmat, Ustaz Ryan maaf lama"

"Udah gak papa,  kita juga baru nyampe 30 menit yang lalu kok" balas Ryan dengan lempeng, padahal di hati udah aku tebak dia pengen nyakar-nyakar tujuh santri yang meringis malu.

Segera saja ponsel yang kugenggam ku masukan ke dalam saku baju koko. Udah terlalu malam juga buat keliling pondok. Tapi kayaknya semakin bagus deh. Ronda-ronda kaya gini udah selalu setiap hari ada. Mencegah terjadinya maksiat atau zina.

Sebulan lalu juga ketangkep satu laki-laki dan dua perempuan. Ngakunya mereka bertiga emang menjalin kasih. Keesokan harinya mereka bertiga diningkahkan.

"Ustaz, semak bergoyang" bisik salah satu santri yang jalannya memang disampingku.

Semak-semak itu memang bergoyang. Dekat dengan gedung kawasan merokok. Pokoknya jauh dari keramaian. Cuma beberapa orang aja yang sering kesini. Udah jarang ada perokok di sini. Kecuali santri baru atau bandel aja.

"Mungkin orang merokok" balas Ryan yang ga mau suudzon.

Mulanya kami ber sembilan memang menyetujui pikiran positif dari Ryan. Apalagi kan dekat kawasan merokok. Pastinya perokok dengan izin resmi dari Ryan atau aku. Tapi tadi ga ada yang bilang izin. Duh, ini makin suudzon. Kunci gedung masih di baju koko ku hlo iki.

Wushh

Sebuah jilbab melayang tertiup angin lalu mendarat di kepala Jalu. Udah fixs ini, perbuatan maksiat. Karena ronda-ronda sudah mulai kendor. Pasti ada aja.

Wushh

Untuk kedua kalinya ini, sarung mendarat di kepala Bangkit. Udah ga bisa dibiarkan ini. Setelah berdiskusi sebentar. Kita bakalan nyergap dari samping kanan kiri belakang. Depannya udah tembok tinggi. Bangkit juga ngacir kerumah pak Kyai. Mana sarungnya masih dipakai waktu lari.

Ryan memberi aba-aba untuk bersiap. Aku tinggal berdiri di belakang semak-semak, sampai ga sadarnya ya ini orang saking semangatnya.

Ryan mengacungkan jempolnya. Memberi kode siap.

"Assalamu'alaikum ya akhi ya ukhti"

"Waalaikumsalam" balas mereka tampa sadar.

Perempuannya masih rapi, cuma jilbabnya aja yang lepas. Si laki-lakinya ini udah hampir bugil. Langsung saja Ryan menarik perempuan itu.  Jalu menutupi rambut panjang perempuan itu dengan jilbab secepat mungkin.

Laki-laki ini langsung aku ringkus. Tangannya ku tarik kebelakang. Posisinya masih duduk.

Masih mending yang bulan lalu deh. Pegangan tangan sama nyender. Tapi zina tetaplah zina. Tidak ada yang mendingan.

Astafirullah,

Alhamdulillah, pak Kyai datang sendiri sama Bangkit. Ga rame-rame, kasihan juga laki-laki ini cuma duduk pasrah.


.
.
.

Kasus semalam tidak menyebar luas.  Yang tau cuma pasukan ronda dan pak Kyai aja. Orangtuanya juga udah dipanggil semua. Karena jarak yang jauh. Sore nanti kemungkinan baru sampai sini.

Aku rindu kamu

Alhamdulillah, centang dua dong centang dua. Saking bahagianya, aku lompat-lompat dikamar yang hanya dihuni empat orang ini. Lagi pada dimasjid semua. Jadwal bersih-bersih sama hafalan santri.

"Wih, seneng nih ya brou. Dapat chat dari ustazah Alya"

Suara Ryan yang sepertinya baru selesai membersihkan masjid.

"Waalaikumsalam"

"Assalamu'alaikum"

"Waalaikumsalam"

"Hah, aku udah tolak ustadzah Alya dua minggu yang lalu" balasku lempeng.

Aku ini ga suka sama siapapun. Semua CV ta'aruf semua juga aku tolak. Bagaimanapun, ini adalah jalan yang sudah kupilih. Hatiku masih untuk orang yang sama.

"Di tolak lagi! "

"Ya, udah ga sreg. Lagi pula waktu itu dipaksa untuk kenalan jauh"

"Ya udah, cepet siap-siap gih. Tadi katanya kita suruh kumpul dimasjid"



Bagian Ustadz Rahmat selesai ya..

SsstTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang