RAHMAT

0 1 0
                                    

Setelah tiga bulan menunggu. Akhirnya suara emas aku bakalan keluar. Bukan kok, ini aku mau ke bus mini yang dimiliki pondok menuju salah satu SMP di Semarang. Ngga tau spesifikasi nya di mana. Yang penting Semarang. Yes, pulang kampung oh oh pulang kampung.  Tapi kok rada salah ya liriknya. Ah, bodoamat ya. Yang penting sama-sama pulang kampung juga.

Waktu yang dimiliki juga tidak sedikit, satu bulan. Rejeki nomplok inimah. Dan aku ga mau terlalu berharap untuk datang ke sekolahan dia.

Aku, Ryan, Rakha dan Shaka berjalan bersama menuju gerbang depan. Diselingi canda dan tawa.

Sampai di gerbang depan. Aku lihat adikku yang katanya dikirim ke Malang. Ini udah di Surakarta aja. Pakai jurus kilat kuning dari Konoha kah?

Cepat banget sampainya. Padahal tadi malam belum ada ngabarin mau pulang.

Karena aku males melihat wajahnya. Jadi aku langsung masuk kedalam bus. Supaya tidak ketahuan kalau aku juga ikut acara ini.

"Itu tadi adikmu kok dihindari? "

"Udah eneg ketemu setiap hari"

"Bisa aja kamu kalau ngomong"

Ah, aku lupa Si Ryan ini anak tunggal. Jadi nggak pernah merasakan punya kakak atau adik. Tapi keluarganya humoris banget. Apalagi Ryan ini diperlakukan seperti pangeran kerajaan.

"Kalau kamu eneg. Apalagi aku yang setempat tidur sama abang" protes Sakha. Bibirnya dimonyong-monyongin biar gemes. Bagi aku itu menjijikkan tapi kalau dia, udah dicubit sampai merah-merah pasti.

Ngomongin tentang dia, alhamdulillah. Chatku udah di balas. Alasannya kehabisan kuota. Belum minta sama yang bersangkutan.

Kalau kalian tanya tentang dia?

Pasti akan aku jawab, orangnya cepat merasa bersalah,kepedean kalau sedang sendiri atau lebih tepatnya di sebut introvert.

Dia juga ga pernah posesif. Terkadang, nggak aku hubungi selamat sebulan aja dia biasa aja. Berbanding terbalik sama aku yang cemas. Terlalu se-enggak peduli itu dia. Tapi dia orangnya fast respon. Karena memang jarang ada yang mengirim pesan. Dan jangan menunjukkan kata-kata, lebih langsung ke gerakan tubuh. Tapi nggak peka nya itu, astagfirullah bikin pusing kepala. Kalau pengen peluk ya bilang aja.

Karena sibuk berkelana dengan dia. Aku tidak sadar bahwa sudah sampai tempat yang di tuju. Sekolahan yang masih asri. Bewarna hijau cerah. Terlihat hidup dan bewarna. Bahkan di luar tembok di bentuk taman-taman mini yang siap memanjakan mata.

"Ini kita udah sampai. Gus cuma nganterin sampai sore ya" pamit Gus Ahmad yang mengantarkan kami.

Sekolah SMP 21 Semarang. Sekolah yang ingin ku masuki dulu. Tapi orang tua mendaftarkan aku di pondok pesantren. Supaya aku lebih fokus ke agama.

Kami semua diarahkan oleh dua laki-laki yang menggunakan lanyard bertuliskan SMP 21 Semarang. Yang pertama Juan orangnya khas berkulit sawo matang. Dan kedua Galang kulitnya putih pucat.

Keduanya memakai baju batik dengan celana bahan warna hitam. Jujur, kalau boleh komentar. Bukan julid, kaya pegawai bank.

Mengikuti kedua pemandu itu. Kita diarahkan ke lapangan luas yang sekitarnya dikelilingi banyak bunga-bunga cantik.

MasyaAllah

Kata yang selalu ada dipikiranku dari awal datang ke sini. Sampai di lapangan tempat aku berdiri sekarang. Katanya ada upacara pembukaan untuk penerimaan tamu.

Akhirnya kita semua berdiri di lapangan. Setiap barisan berisi tiga orang. Tinggal 21: 3,udah paham-pahamin.

Hah, akhirnya setelah berdiri setengah jam. Aku bisa cepet duduk. Tapi tapi ini malah kedatangan dua cowok yang nunjukin jalan lagi. Dan kayaknya ditambah lima perempuan yang memakai masker.

"Assalamu'alaikum warohmatulohi wabarakatuh. Pertama-tama perkenalkan saya Galang Maulana. Bisa di panggil Galang. Saya adalah ketua acara ini. Mohon kerjasamanya bagi yang menjadi kelompok saya. Terima kasih"

"Selamat sore semuanya. Perkenalkan saya Ajendra Juan. Bisa panggil Juan. Kalau yang ganteng sendiri itu Juan. Galang aja kalah"

"Assalamu'alaikum semuanya selamat sore. Kenalin nama aku Anna Meilana Andrea. Mau panggil apa aja boleh kok. Asal jangan sayang aja. Takut cuma main-main"

Pandanganku bertemu dengan orang yang aku rindukan. Kita saling menatap disaat dia melepaskan masker yang menutupi hidung dan mulutnya itu.

Harapanku ternyata menjadi kenyataan. Aku datang dan melihat langsung Lana secara nyata. Tanpa perlu ponsel.

Melihatnya tersenyum di bagian depan untuk memperkenalkan dirinya menjadi panitia literasi bersama pondok pesantren.

Lana,  akhirnya kita bertemu

Ya, senyumku merekah. Tidak bisa dipungkiri. Bahwa aku bahagia. Sampai Lana berdiri di sampingku.

Oh, apakah perkenalan tadi sudah selesai?

"Lapor, tim 3 siap untuk memulai agendanya"

"Baik, laporan saya terima. Bubarkan lalu ajak istirahat "

"Tanpa penghormatan bubar jalan"

"Kak Lana, Mada rindu pengen peluk! "

Astagfirullahaladzim, ini adek satu selalu curi start orang aja.

Yah, diganggu bocil

SsstTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang