3-Nino

144 14 1
                                    

Apa kabare prenn?

Selalu bahagia ya><

Happy reading⛰️

•••••

"Lo ngitung sajen ya? Ngapain? Gada kerjaan," Rendi kembali melanjutkan perjalanan nya disusul oleh yang lain.

"Apa lagi? Lanjut jalan!" titah Fikri kepada Ana yang masih menatap nya. Ana hanya takut Fikri akan melakukan hal yang tidak baik dengan sajen itu dan berakhir mereka akan mendapatkan masalah lagi.

Ana dan Nino berjalan terlebih dahulu mengikuti yang lain nya, Andre menahan bahu Fikri yang akan berjalan melanjutkan perjalanan.

"Kenapa si Rendi-Rendi itu bisa tau kalo lo lagi ngitung sajen?" tanya Andre merasa ada yang janggal.

"Gue tadi ngomong nya kekencengan kali," ujar Fikri merasa tidak ada yang aneh lalu kembali melanjutkan perjalanan di susul Andre.

Hari semakin gelap, namun mereka masih bisa melihat jalur pendakian tanpa bantuan senter. Mereka telah sampai di pos 4, sesajen disana sama banyak nya dengan sesajen yang berada di pos 3. Kini mereka tidak ada yang berani berbicara, karena takut kejadian yang menimpa Ryan kembali terulang.

Ana celingak-celinguk melihat pendaki yang lewat, namun tidak ada pendaki lain  selain teman-teman nya. Padahal tadi di basecamp, banyak sekali pendaki yang mengantri akan menaiki gunung Sajen, namun kenapa sekarang mereka malah tidak ada? Mungkin saja mereka bermalam di basecamp dan memilih mendaki besok pagi, pikir Ana.

Nino tadi kembali berjalan paling belakang karena Andre dan Fikri menyerobot nya agar bisa berjalan dibelakang Ana, menyebalkan memang. Nino memulai pembicaraan ditengah-tengah keheningan yang menimpa dia dan teman-teman nya.

"Tadi.....kayak ada yang ngikutin gue di belakang, tapi pas gue liat gak ada siapa-siapa. Dan pas gue liat lagi, ada orang berjubah hitam lagi liatin gue di balik pepohonan." ujar Nino membuat yang lain nya merinding dan semakin merasa takut.

"Gue kayak nya mau turun aja deh, gue takut." ujar Nino, wajah nya sudah pucat karena merasa dirinya dalam bahaya.

"Mending kita turun aja deh, perasaan gue makin gak enak kalo kita lanjutin perjalanan." ujar Syifa menambahi.

Mereka semua diam karena merasa bingung antara memilih terus melanjutkan perjalanan atau memilih untuk turun saja.

"Lah gak bisa gitu dong! Kita udah setengah perjalanan dan sebentar lagi sampe puncak masa mau turun gitu aja?" protes Zara yang merasa perjuangan nya untuk melihat puncak Gunung Sajen akan sia-sia begitu saja.

"Gue setuju sama Syifa, selama gue mendaki, gak pernah ngerasain kayak gini. Gunung inituh kayak sakral banget, gue milih buat turun." ujar Nino mendapat tatapan kekecewaan dari teman-teman nya.

"Udah gini aja, siapa yang mau turun mending turun aja, dan siapa yang mau melanjutkan perjalanan, ikut gue." ujar Ryan, berdiri lalu melanjutkan perjalanan nya menuju puncak.

Zara berdiri lalu mengikuti Ryan yang sudah berjalan terlebih dahulu, disusul oleh Rendi, dan Karin.

"Lo mau turun Na?" tanya Fikri, dibalas gelengan oleh Ana.

"Gue gak bisa biarin Zara sendirian ke atas sana, ibu nya nitipin dia sama gue." ujar Ana yang pada akhir nya memilih untuk mengikuti Zara untuk melanjutkan perjalanan menuju puncak.

Andre menatap Fikri, begitu juga dengan Fikri, mereka seakan sedang berbicara lewat mata. Fikri mengangguk seakan paham apa yang di bicarakan oleh Andre di dalam hatinya. Akhirnya kedua lelaki itu memilih untuk melanjutkan perjalanan menuju puncak. Syifa menatap Nino yang juga menatap nya.

"Lo mau jadi turun?" tanya Syifa di balas anggukan yakin oleh Nino. Sebenarnya lelaki itu juga takut jika akan turun kembali sendirian, sedangkan sosok berjubah hitam tadi berada di jalur turun, semoga saja Nino tidak berjumpa lagi dengan sosok berjubah hitam itu.

"Eumm, gue mau terusin ke puncak deh, ngeri juga kalo cuma berdua mah." ujar Syifa lalu berjalan menuju puncak.

"Lah? Tadi bukan nya tu cewe yang setuju sama usulan gue?" tanya Nino dengan keheranan. Lelaki itu bingung antara memilih untuk turun atau melanjutkan perjalanan dengan hati yang tidak tenang.

"Lanjutin aja deh,"

•••••

Akhirnya mereka sampai di pos 5, tinggal berjalan beberapa kilometer lagi, mereka akan sampai di puncak. Pendaki-pendaki itu telah duduk di pos 5 selama 5menit, hari sudah gelap dan mereka harus menggunakan senter untuk menerangi jalur pendakian.

"Syifa? Mana Nino?" tanya Rendi membuat semua teman-teman nya melihat ke arah Syifa yang ngos-ngosan setelah mengejar mereka. Syifa duduk lalu segera minum untuk mengembalikan energinya.

"Gak tahu, tapi tadi dia kayaknya ngikutin gue di belakang deh." ujar Syifa setelah menghabiskan minuman nya.

"Kita tunggu aja si Nino! Takut nya dia beneran mutusin buat lanjut ke puncak." usul Karin.

"Lama," ujar Zara yang kesal harus menunggu datangnya Nino. Ana menghela nafas nya melihat wajah kesal Zara, gadis itu menghampiri Zara.

"Tunggu bentar ya Zar? Kasian kalo Nino beneran ngikutin kita terus dia tertinggal jauh, ini juga udah mulai malem, gimana kalo ternyata Nino gak bawa senter? Kasian kan?" ujar Ana berusaha membuat Zara untuk bersabar.

Zara menunduk lalu menganggukkan kepala nya. Benar kata Ana, Zara harus mempunyai rasa iba kepada Nino, karena sekarang Nino adalah teman satu tim nya.

"Dre, sini deh!" Andre menghampiri Fikri yang melambaikan tangan nya, lalu duduk di samping Fikri.

"Paan?" tanya Andre datar.

"Judes amat lu, nih lo cobain tulis nama seseorang yang lo suka terus kertas nya kubur disini. Nanti kalo suatu saat kita kembali lagi mendaki ke gunung ini, kita gali sama-sama?" ujar Fikri yang mendapat tatapan datar dari Andre. Andre terlihat tidak tertarik sama sekali.

"Gak tertarik gue," ujar Andre mengalihkan pandangan nya ke arah Ana, memperhatikan gadis cantik itu yang sedang bercanda gurau bersama Zara. Senyuman Ana mampu membuat hati Andre meleleh bahkan Fikri yang sedari tadi memanggil nya pun di abaikan oleh Andre.

"Woy! WOY MONYET KAKI 5!!" teriak Fikri tepat di telinga Andre membuat Andre terkejut dan teman-teman nya melihat ke arah nya.

"Kenapa bego?" tanya Andre kesal sembari memegangi telinga nya yang terasa sakit.

"Perasaan monyet gak ada yang kaki nya 5 deh Fik?" tanya Ryan heran dengan ucapan Fikri tadi.

"Yaelah, ini tuh istilah jaman nou." ujar Fikri merasa bangga dengan ucapan nya.

"Zaman now kali?" ujar Zara membenarkan ucapan Fikri.

"Hah? Iyakah? Setau gue jaman nou?" ujar Fikri masih tetap pada pendirian nya.

"Udah, diem lu kudet!" kesal Andre sembari menoyor sedikit keras kepala Fikri.

•••••

Krisar dong tentang penulisan di cerita ini, apa jauh lebih baik tanda baca nya dari pada penulisan aku di cerita MP?

Krisar dari kalian sangat berharga untuk aku kedepan nya agar lebih baik saat membuat sebuah cerita.

Makasiii sebelum nya><

Gunung SajenTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang