{4} kepastian

944 102 8
                                    

Tawa dua lelaki terdengar samar di salah satu ruang dosen.

Joe masih betah menunggu Anna yang akan selesai belajar sekitar setengah jam lagi.

Dengan ditemani Mahendra- si pemilik ruangan tersebut, keduanya asik mengobrol hal random layaknya teman tongkrongan.

Joe dan Mahendra- dua lelaki yang sama-sama tampan itu sudah berteman sejak keduanya SMP. Mahendra yang merupakan kakak kelasnya saat itu sering sekali membantu Joe dalam menjalani tugasnya sebagai salah satu pengurus OSIS bagian inti.

"Gimana kantor kamu Joe?"

"Baik-baik saja, masih menjadi gedung perusahaan, memang kenapa?"

Mahendra terkekeh. Agak kesal sebenarnya.

Maksud Mahendra tidak seperti itu Joe.

"My fault. Tapi bukan itu maksud saya."

"I know right. Mangkanya, bertanya itu yang jelas Mahendra, kamu itu seorang dosen yang mengajar sastra bahasa."

Mahendra tahu kalau ucapan Joe barusan hanyalah main-main. Joe sudah dari dulu seperti itu. Bahasanya yang to the point terkadang membuat orang lain yang baru kenal akan tersinggung.

Ngomong-ngomong, awalnya mereka tidak sekaku itu saat bicara. Selayaknya anak muda yang menggunakan sebutan gua-lo itu sering terucap ketika masa sekolah. Namun entah kenapa, seiring berjalannya waktu, Joe dan Mahendra malah lebih suka menggunakan saya-anda atau saya-kamu seperti sekarang.

"Tidak pernah berubah. Joe, jawab dulu pertanyaan saya."

"Perusahaan saya baik Mahendra. Beberapa tahun ini, perusahaan mendapati laba yang meningkat. Perusahaan semakin berkembang pesat. Kinerja karyawan pun semakin baik."

"Pemimpin yang bagus. Cara kerja kamu memang tidak perlu diragukan Joe. Pantas saja sedari SMP kamu selalu terpilih menjadi ketua."

"Kamu itu sama Mahendra, tidak usah merendah."

Keduanya terkekeh.

"Hm, saya sempat melihat twitter. Mahasiswi di sini sempat heboh karena kedatangan mu Joe. Bagaimana reaksi mu?"

"Jelas tidak nyaman. Kamu tahu bagaimana saya bukan? Tapi tidak apa setelah Anna menenangkan saya tadi."

"Si cerdas itu?"

Joe hanya mengangguk. Anna memang di kenal sebagai mahasiswi cerdas berprestasi oleh kampus.
Tidak heran Mahendra menyebutnya begitu.

"Kalian ini. Sudah sejauh mana hubungan mu dengannya, Joe? Tiga bulan lalu kamu cerita tidak sengaja menabrak seorang gadis. Aku tidak sampai terpikir kalau kalian akan sedekat ini jadinya?"

"Masih ditahap yang sama, saya tidak ingin terburu. Hanya perlu menunggu bulan sampai Anna lulus, dan saya akan langsung menikahinya. Tidak perlu ada hubungan seperti pacaran. Untuk sementara, seperti ini saja dulu sudah membuat kami berdua cukup."

"Apa tidak takut Anna diambil lelaki lain lebih dulu?"

"Tidak. Kami sudah berkomitmen untuk terus bersama di kondisi seperti ini sampai waktunya tiba. Anna itu tidak terlalu menuntut hubungan kami."

"Mungkin memang tidak? Tapi pernah dengar kalau wanita itu lebih sering memendam perasaannya sendiri? Terkadang, mereka terlalu malu untuk mengungkapkan secara gamblang keinginannya kepada lelaki."

Joe terdiam mencerna perkataan Mahendra.
Apakah benar seperti itu?

"Coba bicarakan kembali atau setidaknya berikan dia kepastian."

"Terimakasih atas sarannya Mahendra. Nanti akan saya bicarakan dengan Anna."

"Tidak masalah. Kau sudah seperti adikku Joe."

[End] JoAnna | NoMin GSWhere stories live. Discover now