Percakapan itu terjadi satu bulan sebelum Jenan dan Kayla putus.
Saat itu Kayla sedang mempersiapkan lomba terakhirnya di olimpiade sosiologi. Sebenarnya Kayla tidak diperbolehkan mengikuti lomba karena sudah masuk semester akhir SMA, tapi ia keras kepala. Menurutnya, sertifikat lomba ini akan sangat membantu dirinya untuk masuk ke PTN yang ia impikan.
Seperti biasa, Jenan menunggunya di perpustakaan. Kayla berlatih soal-soal bersama Kevin, teman sekelas Kayla yang memang sudah sering menjadi partner gadis itu dalam lomba-lomba sebelumnya.
Namun kala itu ada yang aneh, Harum-teman dekat Kayla-secara mendadak duduk mendekatinya.
"Jen, Kevin tuh sebenernya suka sama Kayla," ucap Harum tiba-tiba. "Bahkan dari lo sama Kayla belom kenal." lanjutnya lagi.
Jenan mengerutkan keningnya bingung. "Lah? Terus?"
"Ya menurut gue Kevin lebih cocok aja, sih, bersanding sama Kayla," tutur Harum santai. "Kevin tuh pinter, anak baik-baik, ngomongnya lembut pula. Tipe Kayla tuh yang kaya gitu. Gue masih gak percaya Kayla malah naksir sama orang kaya lo gini."
Lelaki bermata sipit itu diam-diam mengepalkan tangan. Ia berusaha tetap tenang. Perpustakaan bukan tempat untuk cari masalah.
"Yang lain juga gak setuju kalo lo sama Kayla. Sisanya mana sudi liat gadis macam Kayla sama laki-laki kaya lo ini. Tampang lo emang oke, tapi sisanya?" Harum tertawa sinis.
Cukup. Jenan muak.
Tanpa mengucapkan apapun ia langsung pergi meninggalkan perpustakaan. Ucapan Harum benar-benar membuatnya kesal bukan main.
Jenan sadar kalau dirinya memang sangat jauh dari Kayla yang serba bisa, kesayangan guru-guru, dan tentu saja, populer. Jenan hanya murid biasa yang tidak pernah menoreh prestasi apapun. Sebenarnya ia mahir bermain basket, tapi tim di sekolahnya sangat jelek. Itu membuat Jenan tidak tertarik untuk masuk ekstrakurikuler basket.
Sedari dulu, saat awal-awal mereka berpacaran, memang sudah ada gosip yang tidak sedap tentang dirinya dan Kayla. Ia sering mendengar kalau Kayla menerimanya karena kasihan. Bahkan yang paling buruk, ada yang mengatakan kalau Kayla sudah melakukan perbuatan tak senonoh bersama Jenan, makanya gadis itu terpaksa menjalin hubungan asmara dengannya.
Tapi dari itu semua, tidak pernah ada yang berani mengatakan hal-hal buruk tentangnya tepat langsung di depan wajahnya. Baru Harum yang melakukan itu.
Meskipun Jenan terkenal dengan pribadinya yang humoris dan tak ambil pusing, sejujurnya ia lelah. Sudah satu tahun lebih ia merasakan semua ini. Dibanding-bandingkan. Diremehkan. Ditertawakan.
Padahal ia hanya jatuh cinta, tapi kenapa orang-orang melarangnya untuk bahagia?
Teman-teman satu geng Kayla pun sampai sekarang tidak pernah menyambutnya dengan baik.
Lelaki itu mendengus pelan.
Jam tangan yang dipakainya menunjukkan pukul lima sore. Langit mendung kala itu. Jenan ingin pulang. Ia ingin istirahat.
Entah bisikan setan darimana, lelaki itu langsung saja mengeluarkan motor dari parkiran dan pergi meninggalkan pekarangan sekolah, tanpa menghubungi Kayla terlebih dahulu.
Itulah awal Jenan menjadi lelaki labil yang menyebalkan.