Jenan sudah berada di taman dekat rumah Kayla, tempat mereka sepakat untuk bertemu, dengan kemeja lengan pendek dan celana bahan pemberian Kayla, ia terlihat gagah.
Jenan sebenarnya tidak ada bayangan tentang apa yang akan Kayla bahas di pertemuan kali ini, tapi menurutnya, ini adalah kesempatan emas untuk bisa memperbaiki keadaan yang sempat kacau beberapa waktu lalu.
Lelaki itu membenarkan jam tangannya sesekali, gugup.
"Duh, kaya mau first date aja." monolognya.
Di tangan kanannya tergenggam sebuah es krim vanila kesukaan Kayla. Sengaja ia belikan karena es krim selalu membuat gadis itu girang.
Kayla datang ketika Jenan tengah menepuk-nepuk kecil bajunya agar terlihat lebih rapi. Gadis itu langsung saja menghampiri Jenan. Melihat itu Jenan melongo tak percaya, Kayla terlihat lebih menawan dari biasanya.
Jenan terpesona. Ia berusaha sekuat tenaga untuk bereaksi senormal mungkin. Padahal, jantungnya sudah berdetak kencang tidak karuan.
"Makan es krim dulu, Kay. Biar gak gugup," Jenan memberikan es krim yang ada di tangannya. "Masih baru, belom diapa-apain."
Kayla dengan ragu menerimanya.
Hening sejenak.
"Aku mau bahas tentang kita, Jen." Karina memulai pembicaraan.
"Jujur aja aku baru tau kalau Harum pernah bilang yang nggak-nggak ke kamu."
Lelaki jangkung itu meringis. Ia tak menyangka Kayla akan berbicara secepat ini. Tanpa basa-basi.
Merasa tidak enak, Jenan pun buka suara.
"Aku minta maaf, Kayla. Ini semua salah aku, kok. Dari dulu 'kan teman-temamu emang gak suka sama hubungan kita. Harusnya aku biarin aja. Bukannya dengerin mereka sampe segitunya. Jujur aja aku emang langsung ngerasa ciut kalau tau Kevin suka sama kamu."
Kayla mengerutkan keningnya bingung, "Hah? Kevin suka sama aku?"
"Iya, Harum yang bilang gitu sama aku."
"Ya ampun, sotoy banget, sih, dia. Padahal Kevin tuh saudara jauh aku, lho. Mana mungkin dia suka sama aku."
Kali ini giliran Jenan yang bingung, "Saudara jauh?"
"Iya, aku sengaja gak bilang siapa-siapa, sih, karena emang ngerasa gak perlu ada yang tau juga. Ternyata lumayan bikin masalah ya? Makanya waktu mereka nyuruh aku deket-deket bareng Kevin gitu rasanya aneh banget."
Semburat wajah lega terukir di wajah Jenan. Syukurlah. Ia kira Kayla dan Kevin sudah di masa pendekatan.
"Aku mau kita balik kaya dulu, Kay." lugas Jenan.
Diraihnya lengan Kayla dengan perlahan. "Maaf kalau kesannya gak tau diri. Tapi aku masih sayang sama kamu, Kayla."
Kayla menatap Jenan dalam-dalam, "Coba kasih aku alasan kenapa aku harus nerima kamu lagi."
Jenan sudah menduga Kayla akan bertanya hal semacam ini, dengan tekad yang kuat, Jenan menjawab pertanyaan itu sesuai dengan apa yang ia rasakan.
"Aku mau berubah, Kay. Setelah kita putus aku baru sadar kalau tindakanku ini salah. Jauh dari kamu bikin aku sadar kalau rasa minder ini bisa hilang kalau aku bisa nerima diri aku seutuhnya. Ini semua bukan salah kamu. Ngeliat kamu yang serba bisa harusnya bikin aku bersyukur, bukannya malah ngerasa gak berhak atas semuanya. Aku juga sekarang lagi ikut pelatihan online untuk melatih banyak skill gitu, lho.
Aku gak mau bikin janji manis. Yang pasti, aku akan belajar dari pengalaman ini. Aku akan mulai menghargai semua yang aku punya. Dan yang paling penting, aku gak akan sia-siain kamu untuk kedua kalinya.
Persetan dengan omongan orang. Aku cuma mau kamu, Kayla."
Melihat kesungguhan di mata Jenan, dan rasa penyesalan yang lelaki itu rasakan membuat Kayla luluh. Tidak bisa dipungkiri, rasa yang ada di hatinya pun masih sama seperti dulu.
"Kalo ternyata kamu gak berubah?"
"Aku gak akan ganggu kamu lagi. Janji."
Jenan mengucapkan itu dengan intonasi yang serius.
Dengan segala pertimbangan yang ada, Kayla memberanikan diri untuk bicara.
"Y-yaudah kalo gitu," ucapnya gugup.
Suasana seketika berubah.
Jenan langsung tersenyum jail. "Yaudah apa, nih, jadinya?"
"Ish, Jen, jangan nyebelin deh!"
"Jadi, fix, ya?"
Rona merah pipi Kayla muncul seketika. Anggukan kepala datang tanpa lama-lama.
Melihat itu, Jenan mengepalkan tangannya ke udara. Hatinya melayang ke angkasa, rasanya bahagia luar biasa.
"Sekarang ... waktunya peluk!"
Jenan menjengkelkan kakinya ke depan. Didekapnya gadis itu lembut. Aroma tubuh Kayla yang ia rindukan, kini bisa kembali ke dalam pelukan.
"Kangen."
Tangannya yang kekar mengelus rambut Kayla tulus.
Kayla terkekeh senang. Sentuhan dari Jenan tak pernah gagal membuat jantungnya berdetak lebih riang.
Malam itu, hati mereka kembali menyatu, mengalahkan segala ragu dan luka di masa lalu.
The End