Teror Pertama

5 0 0
                                    

Zio pulang ke rumahnya. Biasanya Zio akan terlebih dahulu pergi ke markas Andalas dan baru tiba di rumahnya saat malam hari. Hari ini ia merasa agak lelah sehingga ia memutuskan untuk pulang terlebih dahulu.

Zio melangkah memasuki rumahnya. Berharap ia tidak akan bertemu dengan orang yang paling tidak ia sukai di rumah itu.

"Zio,"

Harapan Zio tidak terkabul. Ia menoleh ke arah orang yang memanggilnya. Disana lah, Azriel berdiri di meja makan bersama Riana, ibu tirinya.

"Apaan?"

"Zio, kamu pasti cape, kan? Sini makan siang dulu." ajak Riana dengan suara lembut.

"Mama udah masakin makanan kesukaan lo."

Zio berdecak tidak suka. Azriel merasakan tatapan benci abangnya itu yang sangat menusuk.

"Gue ga sudi kalo harus makan bareng sama kalian." ketus Zio lalu meneruskan langkahnya menaiki tangga.

Riana hanya menghela napas. Azriel pun tidak bisa berbuat banyak. Mereka sudah terbiasa dengan perilaku Zio. Meskipun begjtu, Azriel tahu bahwa Riana kecewa. Bertahun - tahun mereka tinggal se atap, tak ada perubahan dari Zio.

Zio membuka pintu kamarmya. Melempar tas sembarang dan berbaring di atas kasur. Ia hanya memandangi langit - langit kamar.

Suara pintu di ketuk, membangunkan Zio dari tidurnya. Zio duduk di tepi kasur.

"Masuk."

Pintu terbuka. Disana lah berdiri Azriel dengan makanan di atas nampan. Azriel tak melanjutkan langkah. Ia hanya berdiri di ambang pintu. Tidak berani masuk tanpa seijin Zío. Jarang Zio memperbolehkannya masuk, karena Zio lebih sering meengusirnya.

"Mau ngapain?" tanya Zio dingin.

"Kalo makan sendiri itu yang lo mau, gue bawain makanan buat lo. Mama ga mau lo sakit."

Zio diam tak menjawab. Lewat lirikan mata, Zio menyuruh Azriel untuk meletakkan makanan itu di atas meja belajarnya. Azriel menurut.

"Gue tahu lo belum bisa nerima kehadiran gue dan mama. Tapi, gue bakal terus coba. Gue bakal lakuin apa pun buat mama. Mama sayang sama lo, meski mama bukan orang tua kandung lo. Gue berharap suatu saat lo mau nerima kehadiran kita, bang."

Pintu kamar Zio tertutup setelah Azriel mengucapkan kalimat itu. Zio tertegun. Zio melirik ke arah meja makan. Disana lah, ia lihat ayam goreng beserta lauk pauk lainnya tersaji di atas nampan.

Zio sedikit kaget saat Azriel mengatakan 'bang' di akhir kalimatnya. Kata yang hampir tidak pernah Azriel ucapkan, Zio bahkan tidak ingat kapan Azriel mengatakannya

Zio memakan makanan di piring itu. Ia hanya tidak suka makan bersama Azriel dan Riana. Tapi, jika ia hanya diam tak akan menghilangkan rasa laparnya yang sudah menyerang perutnya.

Setelah menghabiskan makanan di piringnya, Zio mengganti baju dan berniat istirahat. Hingga suara dering dari HP menunda niatnya.

Tertera nama Narel disana. Zio memggeser tombol hijau di layar.

"Halo?"

Namun, tak segera mendapat jawaban dari seberang sana. Zio mendengar suara ricuh dan teriakan orang meminta tolong dengan samar. Ia mulai berfirasat buruk.

"ZIO LO HARUS SEGERA KESINI! MARKAS KITA KEBAKARAN!!"

Teriakan panik dari seberang sana otomatis membuat Zio shock. Zio segera mematikan telepon. Menyambar kunci motor dan turun ke bawah. Zio mengendarai motonya dengan kecepatan gila - gilaan. Tak peduli bising klakson yang protes.

ElzioTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang