Kejadian kebakaran tadi malam menjadi buah bivir di sekolah. Semua orang membicarakan tentang markas Andalas. Terutama anak - anak Wrestler yang menertawakan kejadian semalam membuat Zio geram.
Entah kenapa anak - anak Andalas di SMA Mandala tidak terlalu banyak bicara tanpa di rencanakan. Kejadian semalam tentu memengaruhi suasana hati mereka.
Zio mengetuk - ngetuk pen di mejanya. itu adalah salah satu upaya nya mengatasi rasa bosan. Sekarang adalah jam istirahat kedua. Zio sangat malas untuk pergi ke kantin.
Karena jam istirahat, tetntu kelas tidak terlalu ramai. Hanya beberapa orang yang berada di sana. Termasuk cewe yang duduk di depannya itu.
"Tumben lo ga ke kantin." ucap Zio dari belakang.
"Malas."
"Oh iya? Bukannya lo ga punya duit, ya?"
Sheira membalikkan badannya ke arah Zio. Menatapnya kesal.
"Lo tuh, ga usah nyari masalah, deh."
"Tapi, yang gue bilang, kan fakta."
Sheira hendak melayangkan kepalan tangan ke arah Zio, namun berhasil di cegahnya.
"Nyebelin banget sih."
"Biarin."
Seorang siswa berjaket abu - abu memasuki kelas lalu menghampiri meja Zio. Otomatis memotong perdebatan mereka.
"Permisi, sorry ganggu. Lo Elzio, kan?"
"Ya."
"Lo di tunggu Vero di ruang OSIS sekarang juga." ucap OSIS itu dingin dan langsung keluar dari kelas.
Zio mulai gelisah. Daripada mencari lebih banyak masalah, Zio memenuhi panggilan itu. Zio ke ruang OSIS. Ia berusaha menutupi rasa takutnya.
Begitu sampai disana, Zio duduk di kursi yang tersedia di depan meja ketua OSIS. Awalnya, Vero duduk membelakangi Zio. Vero menghadap ke arahnya beberapa detik kemudian.
"Jadi gimana? Udah nyerah?" angkuh Vero.
"Maksud lo apa?" balas Zio.
"Hahaha... markas lo udah jadi kayu bakar. Puas?" Vero merendahkan Zio membuatnya geram.
"Gue ga akan nyerah. Segitu doang kemampuan antek - antek lo?"
"Yah, itu belum seberapa, sih. Apa perlu gue panggang Andalas? Lagian, lo masih baru disini. Ga usah sok jago. Lo ga tau sejarah antara Andalas dan Wrestler, kan? By the way, kita belum kenalan. Nama gue Vero Aruntala." ujar Vero sambil mengulurkan tangannya.
Zio tak berminat menyambut uluran tangan Vero. Vero yamg menyadari dirinya tertolak menarik tangannya kembali.
"Oke. Gue tahu lo Elzio, kan?" meski nadanya seperti bertanya tapi itu tak memerlukan jawaban.
"Jadi.. Andalas mau nyerah atau lanjutkan peperangan?"
Zio terdiam. Ia masih memikirkan cara. Vero memanggilnya secara tiba - tiba. Tak memberinya waktu untuk berpikir.
"Andalas lanjutkan peperangan. Gue ga akan nyerah sekarang." jawab Zio.
Zio tahu ia membuat keputusan tanpa sepengetahuan Kai. Tapi, tidak ada pilihan lain. Ia tahu orang di depannya ini tidak akan membiarkannya pergi sebelum memberikan jawaban.
Brnar saja, hanya itu yang Vero butuhkan. Setelahnya, Zio di perbolehkan keluar. Zio tak bisa mengalihkan pikirannya dari jawabannya tadi.
Sepulang sekolah, Zio melewati koridor. Ia melihat Sheira masuk ke dalam perpusktakaan. Zio yang penasaran mengikuti langkah Sheira.
Sementara Sheira tidak sadar bahwa Zio mengikutinya. Sheira berjalan di antara rak tinggi. Melirik ke kanan dan ke kiri mencari buku yang menarik. Merasa telah mendapat buku yang di cari. Sayangnya, rak tempat buku itu berada sangat tinggi.
Sheira melompat - lompat disana untuk beberapa saat. Berdecak karena tak kunjung mendapatkannya, hingga sebuah tangan terulur mengambilkan buku itu.
"Nih."
Sheira membalikkan badan. Melihat tubuh jangkung Zio disana. Sheira segera mengambil buku di tangan Zio sambil terus menghindari tatapan Zio. Sheira melenggang pergi begitu saja.
"Ga ada terima kasihnya lo?" ucap Zio dari belakang.
"Makasih." ucap Sheira dengan suara pelan tanpa menoleh ke arah Zio.
Sheira duduk di salah satu bangku yang di sediakan di perpustakaan. Meletakkan setumpuk buku. Zio ikut mengambil sembarang buku. Duduk di hafapan Sheira. Pura - pura mrmbaca meski matanya terus melirik ke arah Sheira. Tatapan mereka bertemu ketika Sheira menurunkan bukunya.
"Ga usah ngeliatin gue kayak gitu." ucap Sheira.
"Siapa juga yang ngeliatin lo? Gue ngeliatin poster di belakang lo." bohong Zio.
Sheira menoleh. Memang ada poster di belakangnya. Sheira melanjutkan membaca. Tapi, ia merasa risih karena terus - terusan di tatap oleh Zio.
Sheira segera bangkit. Menaruh buku yang semula ia pinjam. Zio ikut melakukannya. Sheira keluar dari perpustakaan. Zio tetap mengikutinya dari belakang.
"Tunggu."
Zio menarik tangan Sheira membuatnya berhenti melangkah.
Sheira menoleh dan memberikan tatapan tajam ke arah Zio."Mau apa lagi?"
"Gue boleh nanya sesuatu?"
Sheira mengangguk dengan malas. Hening seketika. Seolah Zio lupa dengan apa yang baru saja ingin ia tanyakan.
"Setidaknya lepasin tangan gue."
Zio tersadar dan langsung melepaskan tangan Sheira. Membuat ia merasa malu sekaligus bersalah.
"Lo kenal Azriel?" pertanyaan itu akhirnya terlontar.
"Ya. Dia sahabat gue kenapa?" jawab Sheira.
Zio hanya mengatakan 'oh' . Zio melenggang pergi. Dua alis Sheira terangkat. Merasa aneh dengan tingkah laku Zio. Sejak pertama bertemu, Sheira tak banyak bicara dengan Zio. Sekali berbicara, Zio selalu bertingkah menyebalkan..
Sementara itu, Zio berjalan kembali ke parkiran. Sebenarnya, Zio ingin bicara lebih banyak dengan Sheira. Tapi Zio merasa ini belum.waktu yang tepat. Jadi Zio menundanya.
Sedikit rasa penasarannya terjawab. Mengapa Azriel terlihat dekat dengan Sheira. Zio mengingat kembali perunahan yang terjadi pada Azriel.
Memang Zio tidak terlalu peduli dengan Azriel. Tapi ia tahu perubahan pada diri Azriel sejak masuk SMA.
Dulu, Azriel adalah anak culun yang hobi berdiam di dalam rumah dan belajar. Hingga Azriel masuk ke sebuah band. Azriel lebih sering keluar rumah. Azriel pernah mengatakan pada Zio jadwal latihan band - nya. Namun, Zio merasa bahwa Azriel keluar rumah bahkan di luar hari jadwal latihan badnya. Membuat Zio penasaran apa yang membuat Azriel berubah drastis seperti itu.
Zio pernah beberapa kali melihat Sheira sebelum ia pindah sekolah. Azriel pernah membawa Sheira ke rumahnya beberapa kali. Tapi, saat itu Zio tak pernah menampakkan diri dan tidak peduli dengan urusan Azriel.
Zio sempat terkejut karena cewe yang sering bersama Azriel adalah teman sekelasnya. Tepatnya orang yanh duduk di depan bangkunya.
Zio mengeluarkan motor dari parkiran sekolah. Ia hanya akan mampir ke rumah untuk berganti baju. Zio lebih sering berada di markas Andalas. Itu sudah menjadi kebiasaannya.
***
See you next chapter with Zio
KAMU SEDANG MEMBACA
Elzio
Teen FictionSerentetan kasus perkelahian menbuat Zio di keluarkan dari sekolah dan pindah satu sekolah dengan Azriel, adik angkat yang tak pernah Ia akui. Namun, hari - hari berjalan tak seperti hari biasa bagi Zio sejak saat itu. Memiliki julukan 'Nightmare'...