#3

317 40 9
                                        

vote dulu dong kalau mau lanjut, biar semangat

"Beomgyu, kamu yakin mau ambil jurusan keperawatan?" tanya ayah tirinya di sela sarapan pagi.

Sepiring nasi goreng dengan telur dadar buatan bunda hampir habis disantap anak yang sebentar lagi mencorat-coret seragamnya. Ia menelan dulu makanannya sebelum menjawab pertanyaan sang ayah.

"Yakin dong yah, aku pengin nerusin profesi bunda", jawab anak manis itu.

"Wah, kayaknya bunda bener-bener jadi role model Beomgyu yah",puji pria itu pada istrinya.

"Hehe iya dong, kan ayah jadi nikah sama bunda juga gara-gara ayah dirawat sama bunda, pedekate jalur eumah sakit,ciyee",

Ledekan Beomgyu membuat kedua orangtuanya tersipu. "Udah deh malah jadi ngomongin bunda", pungkas sang bunda.

"Tapi beneran deh, kak Beomgyu pernah cerita sama Hanna, katanya nanti kalau kakak udah jadi perawat pengin punya kisah cinta kaya bunda sama ayah",

"Hanna, nggak usah bocor yah!"

"Wah jadi kakak mau cari jodoh dari pasien nih?" tanya ayahnya meledek balik.

"Ya nggak gitu juga Bun, kan itu cuma bercanda", elaknya.

"Yah kalau beneran juga nggak apa-apa kak, siapa tahu dapet pacar yang baik kaya ayah, ya kan?" ucap Hanna.

"Iya yah", ia menjawab sambil tersenyum.

"Jadi mau universitas mana kak?"

"Universitas Karya Bangsa, yang lokal-lokal aja lah, biar tiap hari bisa pulang ke rumah",

"Nggak mau di kota besar atau di luar negeri gitu Kak?" ibunya turut menawarkan.

"Nggak ah bun, nanti kalau Beomgyu ke luar kota atau ke luar negeri, yang mau jagain bunda sama Hanna siapa? Kan ayah nugas terus, iya kan yah?"

"Yaa ayah sih terserah kamu aja, Kak. Ayah selalu dukung semua pilihan kamu, kamu pinter kok, pasti milih sesuatu juga udah dipertimbangkan",

Beomgyu meletakkan dua sendoknya dan beralih memegang tangan sang ayah,"Ayah, makasih yah, meskipun ayah itu ayah sambung Gyu, tapi ayah selalu dukung aku dalam segala hal".

"Iya, makasih juga udah jadi anak baik ayah".

Hati Beomgyu yang lembut merasa tersentuh. Ia sangat bersyukur memiliki keluarga yang harmonis, menemukan ayah sambung yang sama sayangnya seperti mendiang ayah kandungnya.

***

"Sembilan tiga empat!"

Sreeeet... Teralis itu terbuka.

"Sudah siap?"

Anak itu mengangguk lemah.

Hari ini adalah hari persidangannya yang terakhir. Sidang penentuan nasibnya untuk beberapa tahun ke depan, atau mungkin untuk seumur hidupnya.

Ia berjalan mengikuti sipir yang akan mendampinginya ke pengadilan. Keluar dari penjara yang dari luar tampak tak begitu besar. Berbeda dari sebelumnya, sekarang ia bisa melihat pemandangan di sekelilingnya. Hanya borgol saja yang masih mengikat, matanya tidak. Ia duduk di mobil petugas, bukan di bus.

Raut wajah Beomgyu tak mencerminkan harapan sama sekali, padahal ini hari terakhirnya bertemu dengan hakim, jaksa dan pengacara umum. Komunikasinya dengan pengacara selama ini juga berjalan biasa saja. Tidak menunjukkan adanya harapan sama sekali. Mungkin hanya keajaiban yang dapat mengubah putusannya dan sebenarnya ada satu hal yang ia inginkan apapun hasilnya, ia ingin bertemu sang ayah. Satu-satunya keluarga yang masih ia miliki.

Lalu, kini di tengah ia berdiri. Ia ucap kembali sumpah suci pengadilan bahwa yang ia katakan adalah hal yang sejujur-jujurnya.

Anak malang itu mulai mengulang lagi cerita versi dirinya. Semua terasa percuma karena berbagai pernyataan dari saksi cukup untuk menutupi segala pembelaannya. Semua terasa percuma. Berulang kali kronologi diputar, memaksanya mengingat memori kelam malam itu. Bukannya ingat, ia malah merasakan kecemasan dan trauma yang lebih dalam. Nyatanya pembelaan itu tak berguna, kedekatan dengan adiknya malah dianggap sebagai alasan sebuah obsesi. Begitu kata para petinggi pengadilan menilai.

Sudahlah, sudahi saja

Ia pasrah,

"Menyatakan Terdakwa Choi Beomgyu telah terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana pemerkosaan dan pembunuhan sebagaimana diatur dan diancam dalam Pasal KUHP......

Menjatuhkan pidana kepada Terdakwa Choi Beomgyu dengan pidana penjara seumur hidup dan dapat menerima pengurangan menjadi dua puluh tahun jika berkelakuan baik selama masa hukuman...."

Ketukan palu tiga kali menandai sidangnya berakhir.

Dunianya yang sudah abu-abu kini semakin gelap. Meskipun ia tidak kaget sama sekali dengan putusan yang dibacakan, apakah ini benar-benar namanya sebuah keadilan. Beomgyu menjatuhkan tubuhnya, bahkan ia tak mampu menangis meratapi kesialannya. Tuhan benar-benar tidak adil.

Namun, dari semua itu ada yang lebih menyakitkan.

Pria paruh baya yang ia anggap sebagai ayahnya tiba-tiba tak mau menghampiri.

"Ayah",panggilnya.

Pria itu sebenarnya hadir, turut memberikan kesaksian yang sama sekali tak berguna untuk meringankan hukuman. Tapi, ia enggan menatap anak tirinya. Entah karena benci atau karena tak tega. Orangtua itu acuh tak acuh. Tapi Beomgyu berusaha meraih lengannya.

"Ayah tunggu", panggilnya lagi.

Maka, ia berhenti, memutar badannya yang membelakangi.

Wajah penuh rasa kecewa itu sudah terlihat dari jelas. Beomgyu mendekatinya dengan perlahan, itu ayah tirinya, ayah Hanna, gadis kecilnya. Awalnya ia berpikir bisa sekedar menyentuh atau memeluknya agar ia bisa sedikit mengambil rasa semangat, mereka dulu seakrab itu bukan. Tapi ternyata orang itu hanya datang kesini untuk mengatakan hal menyakitkan.

"Beomgyu", syukurlah ia masih bisa mendengar ayah tirinya menyebut namanya.

Dia mendongak lurus dari sudut tengkuknya yang terus merunduk.

"Kamu, aku putuskan mulai detik ini kamu bukan anakku lagi",

"Ayah, aku mohon",

Tetapi teganya, ia menepis sentuhan itu. Seketika, anak itu bersimpuh. Buliran air mata yang ia tahan akhirnya runtuh.
Beomgyu terperosok untuk kesekian kalinya, ia sudah tak punya keluarga lagi, ia benar-benar sudah tak punya harapan lagi.



Bersambung...

PRISON SONG : Innocent | HiatusTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang