#4

301 43 1
                                    

Jika ada urutan dalam sebuah kasta, maka pemerkosaan adalah kasta terendah dari kelompok narapidana.

***

Hari setelah pengadilan usai.

Siang itu, Beomgyu tengah berdiri dalam lamunan. Ia memikirkan nasibnya seandainya orang-orang disini tahu tentang dirinya. Memang sudah rahasia umum, tindak asusila membuat narapidana menempati kasta terendah. Narapidana yang dianggap begitu hina karena melampiaskan nafsu dengan cara yang tidak beradab. Itulah yang membuat orang-orang geram.

Praaangggg!!!!

Beomgyu menghela nafasnya panjang.

Sabar....sabar.... , rutuknya dalam hati.

Nampannya terjatuh. Bukan, tapi memang sengaja dijatuhkan. Jatah makan siangnya bercampur dengan tanah. Sekali lagi ini bukan hal yang aneh, dia sudah terbiasa. Dengan telaten ia membersihkan sisa makanan yang berserakan, berharap masih ada yang diselamatkan. Tapi sepertinya sudah kotor semua.

Ia berniat ke tempat peralatan kebersihan mengambil alat pel dan lap, untuk membersihkan sisa kotoran tadi. Namun langkahnya terhenti, ketika ia melihat sebuah tayangan televisi.

Hal yang paling ia takutkan selama ini. Hal yang paling ia sembunyikan tapi malah terpampang jelas. Televisi bersama itu menayangkan sebuah berita. Berita yang pedih, kilas balik tentang kasusnya. Mata anak itu membelalak ketika foto ibu dan adiknya ditayangkan secara nyata. Terdengar seperti ucapan duka, namun berita itu lebih terkesan seperti provokasi. Katanya pelaku kerap kali berbuat kasar, padahal ia dan adiknya hanya suka bercanda berlebihan. Saksi mana yang tega menerjemahkan kasih sayang dengan kejam seperti itu.

Aku mohon hentikan, aku bukan pemerkosa, aku bukan pembunuh, ia berteriak dalam hati.

Dada Beomgyu rasanya sesak, ia berbalik arah tak ingin melanjutkan tontonan nista itu.

Namun ternyata, ialah sekarang tontonannya, ialah tokoh utamanya. Yang tadinya tak sadar menjadi sadar, yang belum tahu menjadi tahu. Sekelompok narapidana senior di hadapannya menyeringai, mereka membuang puntung rokoknya kasar, maju dengan pasti, membuat bocah kecil itu ketakutan. Perpeloncoan dimulai.

"Ternyata lo bocah ingusan yang tega bunuh keluarga lo"

"Lo perkosa juga adik tiri lo"

"Bangsat, jangan lari!"

Beomgyu mencoba berjalan secepat mungkin, ia melewati pintu kantin. Belok kiri melewati lapangan, melewati pula lorong sampah tempat baru yang menerimanya untuk makan dengan tenang. Tapi percuma, gerombolan itu hanya mengulur waktu, bermain-main sebentar. Pada akhirnya, tubuh kurus itu diseret juga.

Preman-preman itu sudah tersulut emosi, amarahnya sudah diujung kepala, semua gara-gara narasi provokasi media yang dibuat-buat. Tadinya hanya dua orang yang suka merundungnya dalam sel, namun kini sudah berdiri kisaran tujuh orang di hadapannya. Si pirang dan si bahu lebar bernama Hyunjin dan Yeonjun itu sepertinya jadi tokoh utama, dan adapula tiga orang lainnya yang bertubuh pendek agak gempal, tak terlalu jelas terlihat karena empat orang yang di depan terlalu tinggi. Tapi mereka juga turut mengejarnya.

Mereka menyeret Beomgyu kecil ke pemandian. Tempat paling gelap dan lembab. Mereka yakin tak ada satupun orang berlalu lalang. Satu di antaranya menjaga di depan pintu. Beomgyu kembali tersudut. Ia linglung.

"Lo tau blind spot?"

Beomgyu menggeleng memang tidak tahu.

"Apa yang bakal gue lakuin disini, lo nggak liat satu persatu muka kami, ngerti?"

PRISON SONG : Innocent | HiatusTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang