Chapter 1

165 6 2
                                    


Suasana malam hari disebuah club ditengah tengah kota Seoul. Musik diputar dengan volume keras serta lampu lampu berdominan merah dan biru, tidak begitu terang memang. Sisi yang tidak terlalu tersorot cahaya dijadikan tempat untuk aksi aksi panas para wanita dan pria, salah satunya seperti bercumbu-- bahkan lebih dari itu. Kebanyakan orang kemungkinan menyimpulkan jika club adalah tempat menyeramkan, tergantung dari pendapat masing masing.

Wanita mantan model bernama Hanna tersebut mendekati meja bar. Mendudukkan dirinya disalah satu kursi tinggi, kedua tangannya menempel pada dagu hingga jemari jemari lentiknya menyentuh ujung telinga. Wanita itu tersenyum tipis ketika seorang pria menyadari keberadaannya, tidak berjarak yang jauh hanya meja yang menghalangi mereka. Dia mendatangi club bukan untuk bersenang senang tetapi karena adanya suatu kepentingan. Mengingat kejadian dua jam lalu, wanita itu meninggalkan ponselnya dimobil milik pria yang berstatus sebagai sepupunya.

"Mau mengambil ponselmu kan? Ck, sudah aku bilang jangan terlalu terburu pulang." pria tersebut merogohi saku celananya, mengambil benda canggih untuk diberikan kepada Hanna. Wanita itu melepas tumpuan dagunya lalu meraih ponsel dengan kekehannya.

"Terimakasih, Kak Jeno."

Kim Jeno mengangguk perlahan. Memerhatikan tingkah Hanna, dengan santai mengotak atik layar setelah ponselnya kembali ditangan wanita cantik itu. Maniknya melirik sebuah arloji yang melingkar sempurna dipergelangan tangan, menunjukkan pukul sepuluh malam. Bukankah sudah cukup larut jika seorang wanita berada diluar rumah? Ah tidak, Pikiran Jeno sepertinya hanya menuju pada Hanna. Melihat puluhan wanita masih betah berada di club miliknya, saat ini yang terpenting adalah sepupunya. Sebab bagaimana pun Hanna adalah bagian dari keluarganya, kan?

"Kau sudah harus pulang" ucapan Jeno mengundang decakan kesal dari bibir ranum Hanna, mereka saling bertatap. Tidak berlangsung lama. Wanita itu lebih dulu melirik kebelakang mengamati keadaan club yang memang masih sangat ramai lalu kembali menggerakkan kepalanya menatap manik coklat Jeno.

"Disini masih ramai, Kak. Sebentar lagi aku akan pulang. Jika mau duluan-- silahkan" Jeno cukup ragu untuk meng'iyakan ucapan sang adik sepupu. Tapi setelah diingat-ingat Hanna bukan lagi anak dibawah umur, dia sudah legal berada ditempat itu. Ataupun meminum minuman beralkohol sekedar melupakan serta menghilangkan pikiran, kadang Hanna sebatas iseng untuk minum. Akhirnya Jeno mau tidak mau menyetujui kemauan Hanna.

"Baiklah, aku sudah harus pulang, istriku pasti sudah menunggu. Jangan lama lama disini kau mengertikan tempat ini bagaimana? Jika kau macam macam, aku akan memberi tau ibu dan ayahmu, Hanna."

Wanita itu mengangguk enteng, seolah olah merasa sudah terbiasa mendatangi club. Nyatanya, Hanna jarang berada ditempat ini. Tidak ada yang menarik perhatiannya disana. Namun, kali ini Hanna kembali iseng ingin meminum minuman berakohol. Banyak berbagai macam botol ditata rapih dirak rak lemari dihadapannya. Setelah mengamati dan mencoba meyakinkan dirinya. Apa wanita itu benar benar mematangkan keinginannya? Dan benar saja-- Hanna memesan satu botol vodka.

Astaga! Jeno harus segera kembali kemudian menyeret Hanna keluar dari club. Pasalnya wanita berbalut gaun putih pendek tersebut sangat gampang merasakan mabuk. Bahkan dalam setengah botol. Sial! Bisa bisanya Jeno melupakan kebenaran itu selalu melekat pada diri Hanna.

Sejujurnya, Hanna sedikit risih duduk ditengah tengah keramaian di club milik pria yang baru beberapa menit lalu meninggalkannya tetapi mencoba mengadaptasikan dirinya. Setiap saat memasuki tempat seperti ini. Hanna senantiasa risih melihat wanita dan pria melakukan tindakan panas. Terkadang dia pergi bersama teman temannya. Sekedar minum dan bersenang senang biasa.

Satu lagi, Hanna bukanlah wanita polos. Usianya menginjak 24 tahun, tentunya sedikit mengerti mengenai hal hal seperti yang terjadi disekitarnya sekarang. Dia bukan anak kecil. Jadi setidaknya bisa menjaga dirinya sendiri.

The Last OneTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang