SL¹⁰

16 2 0
                                    

Hallo welcome back my story happy reading Readers. Tandai TYPO maaf lama update. Jangan lupa like and komen nya yah

••●●♢✠♢●●••
Chpt: 10
Nilai ujian
"Ada banyak hal yang seharusnya tidak perlu kamu tahu, jika kebenarannya hanya membuatmu semakin terluka"
••●●♢✠♢●●••

Brakk..

Suara pintu yang terbanting keras menghantam dinding itu membuat sosok gadis dengan seragam SMAnya memejamkan mata dengan kuat

"Apa apaan kamu ini!. Kamu tidak belajar ha?!" Sentak seorang wanita yang sudah berumur murka, tatapannya menyorot tajam pada sosok gadis didepannya.

Sang gadis menunduk dalam gadis itu meremas rok sekolahnya "A-ku belajar, a-ku sudah berusaha!" Bantah gadis itu

"Usaha apa?! Kerjaan mu hanya malas-malasan lihatlah apa yang bisa di banggakan darimu! Nilaimu sangat rendah! Dasar bodoh!!" Maki wanita itu

Genggamnya pada selembar kertas di tangannya sangatlah kuat, sarat akan rasa kesal dan marah yang membuncah

Gadis itu kembali menunduk sesak memenuhi rongga dadanya meski ia sudah berkali-kali mendengar kalimat ini rasanya tetaplah menyakitkan, likuid bening mulai memenuhi kelopak matanya.

Gumpalan kertas hasil rekap ujian itu teronggok di atas lantai keramik itu dengan sia-sia.

"Belajarlah lebih keras setidaknya kamu akan berguna! Dengan nilai yang bagus!" Sentak wanita itu selepas melempar gumpalan kertas itu tepat di depan kaki gadis itu.

Tanpa ingin tahu lebih lanjut wanita itu pergi masih dengan amarah yang belum surut, meninggalkan sang gadis yang terpaku menatap gumpalan kertas itu dengan nanar.

"Bodoh!" Makinya bersamaan dengan itu likuid bening yang sedari tadi ia tahan meluruh membasahi pipinya.

Gadis itu beranjak dengan lunglai tak lupa menginjak kertas ujiannya, tanpa ada niatan untuk mengambilnya.

Blam..

Pintu kamar itu tertutup dengan pelan bersama dengan jatuhnya sosok gadis yang masih mengenakan seragam sekolahnya gadis itu menyembunyikan kepalanya pada lipatan tangan dan kakinya.

Rintik hujan mulai berjatuhan mengiringi Isak tangis gadis itu yang mulia luruh, sapuan anila pada sore ini terasa menyakitkan dinginnya seolah menusuk pada setiap luka yang masih basah dalam dirinya denyutan nyeri melingkupinya. Membuat tangisan gadis itu semakin pilu.

Tatapan marah menyorot tajam saat gadis itu mendongak, ia beranjak mengambil sesuatu di balik laci meja belajarnya.

Gadis itu menatap lama pada benda pipih berbahan logam itu, ujung runcing nan tajam itu menghantarkan rasa gelisah, "Maaf" ujarnya sebelum benda itu mendarat tepat di pergelangan tangannya.

Bekas berbentuk horizontal yang sebelumnya sudah ada itu terlihat menjijikkan di matanya tapi ini terasa menyenangkan dan sedikit tenang, apa lagi di saat benda itu ia tarik kebawah membuat cairan berwarna merah keluar dari sana dengan sendirinya.

Desir anila membawa rasa perih pada pergelangan tangannya dan itu menyenangkan gadis itu menekan lebih dalam cutter yang ia pegang sehingga darah yang keluar semakin banyak.

Tak cukup satu goresan berkali-kali ia melakukan hal yang sama pada tempat yang berbeda. Meski ia tau tenang yang ia dapatkan hanya lah semu semua itu hanya untuk membuatnya lupa sejenak dengan luka batinnya.

••●●♢✠♢●●••

Di teras rumahnya Celine terduduk sendiri, Ia menatap langit malam di depannya dengan pandangan kosong, tak ada bintang tak ada bulan yang ia nanti di sana. Hanya ada hawa dingin dari angin malam dan aroma petrichor yang tersisa dari hujan sore tadi. Semua terasa hampa layaknya hari-hari yang selalu ia lewati.

SENI LUKATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang