"Semoga kelak selimutku adalah kamu yang senantiasa menghangatkanku di kala dingin menyerang tubuh dan jiwaku."
-Kenzie Aurora-
Aku dan Mark tiba di sebuah tempat. Setelah bercerita panjang lebar di pantai, Mark mengajakku ke tempat lain. Disinilah kami, di depan sebuah bangunan yang lumayan besar dan mewah. Terlihat seperti basecamp. Di depannya tersedia lahan parkir yang luas, ratusan motor sport diparkir rapi dari ujung ke ujung. Sebagiannya kini diduduki beberapa anggota geng motor Mark.
Aku turun dari motor dan memandang sekeliling. Tempat ini nampak sepi dari luar. Tapi terdengar suara ribut dari dalam bangunan. Sepertinya itu anak geng motor mereka. Aku membuka helm dan menyerahkannya kepada Mark.
"Kok ke sini?" tanyaku bingung. Mark hanya tersenyum dan menarik tanganku. Melewati beberapa pemuda yang menatap kami heran. Kami memasuki bangunan itu dan tiba di sebuah ruangan yang sangat luas, sekilas terlihat seperti ruang sidang yang besar. Berjejer ratusan kursi yang disusun bertingkat membentuk setengah lingkaran. Di depannya di buat seperti panggung altar. Terdapat satu meja setengah lingkaran yang lebar dan berlaci, dan juga 4 buah kursi. Kutebak ini adalah aula pertemuan.
Mark terus membawaku ke dalam ruangan lainnya. Dari luar terdengar suara yang ribut. Suara tawa dan obrolan para pemuda. Sekilas aku menarik tanganku dari genggamannya. Dia berbalik dan menatapku.
"Gue pulang aja ya." Ujarku terkesan memohon. Dia kembali tersenyum, kemudian meraih tanganku.
"Tapi, mereka semua kenal sama gue. Lo inget waktu itu kan?" kataku menatapnya. Berusaha mengingatkannya kejadian beberapa hari yang lalu, dimana aku harus datang dan menghentikan Kenzo yang sudah memukul salah satu anggota mereka.
"Masalahnya sama Kenzo, bukan sama lo,"
"Tapi gue adeknya, Bang."
"Kita masuk dulu. Nanti gue jelasin semuanya."
Aku tidak tahu kenapa dia begitu memaksaku. Aku hanya pasrah dan mengikutinya memasuki ruangan. Sebuah tempat tertutup bernuansa hitam. Beberapa bola lampu bergelantungan di langit-langit. Diapiti beberapa kipas angin yang berputar pelan. Wangi ruangan didominasi dengan parfum pria yang beraneka ragam. Aku terpaku di samping Mark yang mengeratkan genggamannya, kami kini berhadapan dengan ratusan pasang mata yang tertuju pada kami.
"Loh, lo di sini? katanya nggak ikut." Ujar seseorang yang suaranya begitu familiar di telingaku. Farel. Kudapati dirinya yang duduk di atas sebuah meja kecil. Disampingnya ada Toni. Terlintas keinginanku untuk mencari sosok Zean. Aku mengedarkan pandangan kesekeliling. Dan kudapati dia yang duduk di sebuah sofa tunggal berwarna hitam pucat. Matanya focus ke laptop yang ada di atas meja kecil di depannya. Dia melirik kami sebentar dan kembali menatap layar. Tanpa sadar aku tersenyum kecil.
"Wuih, bisa-bisanya lo bawa cewe ke sini."
"Cewe siapa nih. Jangan bilang ini cewe lo?"
"Selera lo boleh juga."
Aku yakin, sebagian dari mereka tidak mengenalku dan sebagian lainnya sangat mengenalku. Makeup tipis ini tidak mungkin menutupi wajah asliku.
Kulihat Farel berjalan mendekat. Melewati beberapa pemuda, berdesak-desakan dengan mereka karena ruangan yang penuh. Dia mendekati Mark, dan berbisik di telinga kanannya. Aku dan Mark sangat dekat, jadi aku bisa mendengar bisikannya.
"Lo mau cari masalah ya. Kenapa lo bawa dia ke sini. Udah tau dia adiknya Kenzo."
Mark membalas, "Kenzo bukan musuh kita. Itu masalah pribadi dia sama Calvin. Kenzie nggak ada sangkut pautnya sama masalah mereka."
KAMU SEDANG MEMBACA
About October
Teen FictionTentang Oktober, bulan yang menjadi saksi perjalanan cinta yang rumit. Kenzie Aurora Alexander, cewe cantik yang dikenal sebagai primadona di SMA CAKRAWALA. Sejak setahun yang lalu, Kenzie telah menyimpan bibit cinta kepada seorang cowo tampan yang...