1. Kebetulan

77 8 2
                                    

KEBETULAN; "perasaan itu memang rumit." Anila Lakuna.

***
Suara seseorang menabrak pintu kelas dengan ketas membuat kepala yang sedari tadi tertunduk terangkat. Anila menatap heran temannya dari kelas 10 itu—Mentari Suci namanya.

"Lo ngapa sih? Pagi pagi buat rusuh aja." Ujar Anila yang masih memperhatikan Mentari yang memegangi keningnya.

"Lo nulis apaan?" Mentari menghampiri Anila di bangku pojok.

"Gue lupa kerjain PR."

"Ga abis pikir." Mentari geleng geleng kepalanya sambil meletakan tas hitam nya di bangku.

Perempuan itu mengambil posisi di kursi depan Anila. Rambut yang terjepit hair clip mutiara itu, menjadi ciri khasnya.

"Lo tau ga?" Ucapnya bersedekap dada.

"Ga." Jawab Anila lempeng dan masih mengerjakan PRnya.

"Idiii!!!"

"Semalem anak pentol ribut coyy!!!" Ucap Mentari serius. "Ramek banget asem!!!" Sambungnya.

"Anak pentol? Warung pentol maksud lo?" Ujar Anila memastikan. Mentari mengangguk antusias.

"Masa lo ga tau??? Di grup kelas ramek tauu!!!"

Anila menghela napasnya, "gue kerja. Ga ada waktu ngurus gituan." Ujarnya.

Anila menutup buku cetak milik temannya yang lain. Perempuan yang rambutnya di jedai asal itu melangkah ke bangkunya untuk membereskan alat tulis miliknya.

"Libur lah sekali kali." Ujar Mentari.

"Libur gue kan udah untuk ngurusin podcast." Ucap Anila. Menetap Mentari agar paham maksudnya.

"Lo mau kemana?!!!!" Tanya Mentari saat Anila melangkah ke luar kelas.

"Kantin!! Laper belum makan!!" Sahut Anila.

"Di kantin ada anak anak pentol loh." Ujar Mentari yang menongolkan kepalanya dari pintu.

"Bodo amat!!!" Sahut Anila santai dan tetap melanjutkan langkahnya.

Tiga tahun berteman dengan Mentari Suci dan sama sama mengambil jurusan bahasa indonesia, membuat Anila Lakuna hapal sekali gerak gerik perempuan itu. Perempuan yang selalu up to date tentang masalah sosial media atau lingkungan sekolahnya. Perempuan rempong dan juga sedikit centil, serta jiwa bar barnya yang membuat Anila merasa nyaman di dekat perempuan itu.

***
Anila mamasuki aera kantin yang cukup ramai di pagi hari. Meja tengah bersisi anak anak pentol yang asik merokok di lingkungan sekolah. Anila sayup sayup mendengar pembahasn mereka tentang perkelahian semalam.

"Ya ga tau anjing. Tiba tiba dia nyenggol motor gue." Ucap Bagas Prastya. Anila duga permasalahannya dari laki laki itu.

"Lo punya masalah ga sama dia sebelumnya?" Tanya Rakala Anggara yang duduk dengan kaki di angkat di kursi serta lengan baju yang di gulung.

"Ga pernah gue. Kalo sama temennya pernah." Ucap Bagas lagi.

"Untung kita kita dateng. Kalo ga abis lo di kroyok." Ucap Mahardika Sapta. Laki laki itu ketua podcast dialog suara SMA lima sila dan satu kelas dengan Anila.

"Anjing lah mati!" Umpat Andre Riskan. Ia meletakan dengan kasar ponsel yang menampilkan game di meja.

"Woy Anila!!!" Panggil Mahardika yang membuat Anila yang sedang makan somay terbatuk.

Anila menukikan alisnya pada Mahardika sambil mulutnya meminum air mineral botolan.

"Podcast jangan lupa. Pikirin." Anila memutarkan bola matanya malas.

Kala dan buminyaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang