lima

82 9 0
                                    

~~~

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

~~~

"Mau ikut?" Mobil samudra berhenti lagi di depan toko buah.

Mutiara mengangguk, mengekori samudra, mereka berdua memilih buah-buahan yang terlihat segar.

Samudra mengambil melon, jeruk dan mangga untuk dibungkus.

"Kakak udah mulai suka melon?"

"Bukan buat gue" mutiara yang tampak kebingungan membuatnya gemas, mengacak-acak pelan rambut gadis itu.

Mereka kembali menuju mobil bergegas mengantar mutiara untuk pulang.

Sesampainya didepan rumah, gadis itu turun dari mobil samudra.

"Makasih kak" bukanya menjawab samudra malah ikut keluar dari mobil, lalu berjalan menuju kearahnya.

"Lo ga mau nawarin gue masuk gitu?"

"Aaa..kakak mau main? Boleh" samudra menggeleng. Sedikit membungkuk menyamakan tingginya dengan mutiara.

"Mau ketemu ayah, ibu Lo"

Mutiara menunduk tak mau lebih lama menatap mata samudra "m-mau apa?"

"Minta restu"

Mutiara mengangguk. Sedetik kemudian tersadar maksud ucapan samudra "APA?!"

"Ya ampun, samudra ya?" Keduanya sama-sama menoleh, ternyata itu Tina ibu mutiara yang berlari kecil kearah nya-bukan, kearah samudra.

"Kenapa berdiri di sini? Ayo masuk"
Ibunya menarik lengan samudra masuk kedalam rumah sambil sedikit berbincang.

Mutiara membulatkan matanya kala samudra menoleh kearahnya lalu menjulurkan lidah dengan tatapan mengejek.

"Perasaan aku anak nya, kenapa kak samudra yang dibawa masuk?"

"Kenapa diem aja mutiara? Ga mau masuk kamu?"

"Iya-iya Bu" belum sempat melangkah matanya melihat samudra yang sedang memberikan buah yang tadi sempat ia dan lelaki itu beli.

Ternyata melon itu untuknya. Melon memang buah kesukaan mutiara.

___


"Abah kak samudra! Ayo makan dulu"

Samudra dari tadi sedang berbincang dengan ayahnya di belakang rumah menikmati angin sore dengan pemandangan sawah yang hijau.

Saat keluarganya masih utuh ayah mutiara lah yang bekerja sebagai supir di rumahnya, bayu---ayah mutiara lah yang mengenalkan keindahan alam pada samudra saat masih bekerja dulu saat kedua orang tua samudra lebih memilih bekerja. wajar jika ia begitu dekat tanpa ada rasa canggung.

Bagi samudra rumah mutiara adalah rumah ternyaman, meskipun sederhana tapi suasananya begitu hangat disertai canda tawa setiap saat. Berbeda dengan rumahnya yang terasa sangat kosong.

Begitu kesepiannya samudra.

"Samudra ganteng ya, kemaren yang main kesini siapa tuh de? candra kalo ga salah, dia juga ganteng" ucap ibunya.

Uhuk!

"Makanya makan tuh pelan-pelan"

"Minum" ucap samudra sembari menyodorkan segelas air putih padanya.

"Makasih"

"Udah-udah, mending fokus makan aja ngobrolnya nanti"

Tak lama mereka menyelesaikan makanya, dirumah kini hanya tinggal mutiara dan samudra yang sedang mengeksplor sawah di belakang rumah.

"Neng!, Abah sama ibu mau ke nikahan anaknya pa RT ya" teriak Abah dari depan rumah.

"Iya siap" .

Bosan melanda mereka hingga samudra melihat sepasang pancingan yang berada di ujung rumah mutiara. Samudra mengambil pancing itu.

"Mau mancing ga?" Sama halnya mutiara yang tadi bosan langsung semangat ketika diajak memancing oleh samudra.

"Tapi pakannya ga ada, gimana kak?"

"Pake cacing sawah"

"Emang kakak bisa ngambilnya?" Ejek mutiara.

Samudra melompat untuk melewati sungai kecil untuk menuju sawah, disitulah mereka mencari cacing untuk dijadikan umpan.

"Apa sih yang ga gue bisa?" Mutiara memutar bola matanya.

"Biarin. Kalo kakak ga dapet cacingnya aku ketawa paling kenceng"

"Kak" ucapnya berbisik pada samudra  .

"Itu cacingnya keluar!!!!" Secara tiba-tiba samudra melempar cacing itu hingga menempel pada mutiara.

"EH?!" mutiara melirik cacing itu yang sedang bergerak-gerak di lengannya.

"Kak..."

"HIII! KAK TOLONGG!"

Mutiara berlari kearah samudra sambil menggoyangkan lengannya berharap cacing itu terjatuh sendiri.

Mutiara mencengkeram lengan samudra "KAK TOLONG!"

Samudra hendak mengambil cacing itu, ia  menahan diri untuk tidak tawa. Mutiara masih saja mencengkeram lengan samudra sambil berteriak hinsteris.

"Diem dulu. gue mau ambil cacingnya" merasa tangan samudra sudah mengusir cacing itu dari tangannya, mutiara bernafas lega. Sama halnya dengan samudra ia juga menyukai keindahan alam namun mutiara lebih menyukai bunga dari pada hewan.

Itu dapat terlihat dari rumahnya yang penuh dengan bunga-bunga yang indah di sekeliling rumahnya.








.
.
.
.

TBC

jangan lupa VOMENT 🙌

SamudraTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang