Bab 9 - Stagnan

77 13 9
                                    

27 Maret 2024

"Setelah kejadian mengerikan yang kulewati, setidaknya kupikir akan mendapat tidur nyenyak, tapi tidak. Zombi keparat tidak memberiku ketenangan barang sejenak," ujar Neji muak, menggeleng-geleng tak habis pikir.

Dengan penampakkan seperti orang yang benar-benar kurang tidur, Shikamaru mengangguk setuju. Kemarin malam, mereka semua terbangun. Sakura telah menduganya, dan pagi ini mereka terlihat memprihatinkan.

"Kapan penderitaan ini akan berakhir? Tadinya kupikir hanya mimpi," gumam Shion lesu. Matsuri mengucek mata dan menatapnya sendu.

"Siksaan ini pasti baru berakhir saat kita pergi ke akhirat," sahut Neji. Sasuke memelototinya. Siapa juga yang mau ke akhirat hanya untuk lepas dari teror zombi? Tidak, pasti ada jalan keluar yang lebih baik.

"Kalian tahu apa yang lebih buruk dari semua ini?" tanya Lee sambil mengedarkan pandangan pada teman-teman barunya yang berwajah letih dan penat.

"Apa?" sahut Ten-ten. Dia duduk di lantai sambil menekuk dan memeluk lutut. Dia menatap serius, mengira bahwa pria dengan potongan rambut terlalu rata itu hendak mengatakan sesuatu yang penting, tapi apa yang didengarnya berikutnya hanya membuat emosi saja.

Lee menyengir. "Terbangun tanpa sarapan." 

Temari menatapnya sewot. "Jika mau, aku bisa melemparmu ke luar untuk dijadikan sarapan," timpalnya geram. Temari sedang menahan sakit di kepalanya yang tiba-tiba berdenyut, tapi Lee malah berkomentar bodoh.

Lee tersenyum meringis. Dia buru-buru memasang wajah baik. Tidak mau membangkitkan kemarahan wanita itu yang menakutkan.

"Kau baik-baik saja?" tanya Sakura pada Temari saat menyadari wanita itu tampak kurang sehat.

Temari menatap sekilas. Sakura beranjak bangun hendak menghampirinya, tapi Sasuke mencegahnya dengan menyentuh pergelangan tangannya, memberi tanda untuk tidak mendekati wanita pirang yang sebelum ini telah membuat spekulasi buruk tentangnya itu. Sasuke hanya tidak mau Sakura berurusan dengan wanita itu lagi, tapi Sakura menyakinkannya melalui anggukan dan lirikan mata, Sasuke akhirnya melepaskannya.

"Kau tidak perlu mempedulikanku," gumam Temari dengan wajah tanpa ekspresi. Kemarin dia masih terlihat baik-baik saja, tapi pagi ini wajahnya memerah dan matanya berair.

Sakura membungkuk menatapnya. Dia mengkhawatirkan kondisi wanita pirang itu karena sepertinya wanita itu sakit. "Aku dokter, mungkin aku bisa memeriksamu jika kau mau," tawarnya.

Temari bernapas berat, menggeleng lemah. "Tidak usah. Percuma saja, tidak ada obat-obatan atau peralatan yang memadai juga."

"Tolong, periksa saja wanita keras kepala ini," kata Shikamaru. Temari hendak mendebatnya, tapi kepalanya yang kliyengan membuatnya urung.

Temari memperhatikan Sakura mendekatinya perlahan-lahan, menempelkan telapak tangan hangat itu ke dahi Temari yang panas. Temari sebenarnya agak canggung berdekatan dengannya. Sebelum ini, dia telah menuduh perempuan itu yang tidak-tidak.

Bagi Temari, situasinya saat ini agak kurang nyaman, tapi perempuan dengan rambut yang agak panjang dari sebahu itu tampak biasa saja, seolah tidak menyimpan dendam. Perempuan itu mungkin tidak membencinya, tapi tidak demikian dengan pria yang selalu dekat dengannya itu. Kejadian kemarin pasti membuat pria itu kesal bukan main. Terlihat dari mata oniks di seberangnya yang memincing tajam, memperingatinya untuk tidak macam-macam, seolah entah bagaimana Temari bisa menelan perempuan bermata hijau di dekatnya ini hingga hilang dari pandangan pria itu.

"Kau demam. Di situasi kita saat ini, kondisimu bisa memburuk jika tidak segera diobati. Kurangnya cairan dalam tubuh juga bisa membuatmu dehidrasi, itu berbahaya. Apa yang kau rasakan sekarang?"

The Crazy Days In The City Of LightTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang