Bab 15 - Kemelut

88 11 4
                                    

27 Maret 2024 

Pukul 22.15

Setelah berhasil meninggalkan parkiran mal dengan menabrak para zombi yang menghalangi jalan dan berkendara menuju barat, jalan raya benar-benar terselimuti banyak mobil yang ditinggalkan dengan zombi-zombi berkeliaran di bahu jalan.

"Ini tidak mungkin," seru Shikamaru. Sasuke menggerutu setuju. Malam ini menjadi pertama kalinya bagi mereka melihat dunia luar setelah virus zombi melanda. Namun, kacau adalah satu kata yang sanggup menggambarkan semuanya.

"Ke mana kita sekarang?" tanya Sasuke sembari berpegangan pada hand-grip karena Shikamaru membawa mobilnya penuh dengan guncangan.

"Bagaimanapun juga, kita perlu mencari toko swalayan, kan? Kita membutuhkannya," sahut Sakura. Dia berwajah letih karena energinya terkuras banyak. Penderitaan panjang yang tak ada habisnya itu membuat mereka lelah secara fisik dan mental. Apalagi sejak kematian Lee, yang lain jadi tidak banyak mengeluarkan komentar-komentar tidak perlu. Terutama Neji, Shion, dan Matsuri. Mereka jadi lebih pendiam akibat trauma yang masih mengganjal.

"Dan kita butuh obat-obatan," lanjut Sakura, merujuk pada Temari yang demam tinggi. Rambut dan pakaian mereka basah akibat sistem sprinkler, berlama-lama dalam kondisi lembap seperti itu bakal membuat tubuh mereka yang tidak diisi asupan apapun selama beberapa hari ini rentan terserang penyakit. Sepertinya toko pakaian menjadi tujuan mendesak selanjutnya.

Shikamaru mengangguk setuju, itu memang keinginan utamanya setelah bisa keluar dari dalam mal. Dia ingin mencarikan Temari obat, kondisi perempuan itu makin mengkhawatirkan. Shikamaru jadi tidak tenang. Dia menghela napas berat dan berkendara ke arah berlawanan dari mobil-mobil yang berhenti bergerak di dekat lampu lalu lintas. Dia memutari mobil-mobil penghalang untuk kembali ke jalur keluar.

Sakura menoleh ke luar melalui kaca mobil. Pemandangan gelap yang dilihatnya itu sungguh tak ada artinya. Sebelumnya, jalanan ini pernah lebih indah lagi dengan atraksi cahaya lampu dari gedung-gedung di sekitarnya yang memanjakan mata, tapi sekarang tidak lebih dari kota mati. Napasnya terdengar berat saat dia mengembuskannya.

"Perhentian pertama kita mungkin minimarket dekat SPBU. Mobil ini perlu diisi bensinnya," terang Shikamaru yang membawa mobilnya berkeliling menyusuri kawasan perkantoran elite yang sejajar dengan jalan raya di sebelah utara.

Tayuya merengut memprotes. "Kenapa sebelum ini tidak kau isi penuh bensinnya?"

"Mana kutahu bakal kayak gini jadinya," sanggah Shikamaru. Dan itu benar adanya. Betapa situasi berbalik cepat tanpa bisa diprediksi. Kemarin-marin, dia masih berada di kantor melakukan rapat membosankan, lalu siangnya mampir ke pusat perbelanjaan yang ada di seberang gedung kantornya untuk bertemu klien. Tapi sekarang dia harus bertempur melawan zombi.

"Hanya dalam beberapa hari saja situasinya sudah seburuk ini, tidak bisa dipercaya," komentar Ten-Ten dengan tercengang. Di kota ini, keadaan sudah di luar kendali. Tidak ada yang baik-baik saja, semua kacau-balau. Bagai pesawat pengebom taktis terbang di atas permukiman, menjatuhkan bom, dan membuat kota yang dihuni 11, 2 juta penduduk itu mati.

Berkendara lebih jauh memasuki daerah yang terkenal akan pusat kulinernya, tampak api menyala dibanyak titik. Kabut tebal membumbung tinggi, membuat udara malam yang dingin menjadi panas. Sebuah restoran yang di hari biasa akan selalu ramai dikunjungi para tamu yang menyukai hidangan steak dan seafood segarnya pun tidak terhindar dari kebakaran tersebut. Saat ini, api menjalari bangunan berdominan kayu berkualitasnya, tapi tak ada yang memadamkan, peralatan pemadam kebakaran tidak ada yang dikeluarkan. Pertokoan di sekitarnya ditinggalkan dalam keadaan rusak parah. Kaca depannya pecah, seperti habis dijarah, tapi kenyataannya pasti lebih buruk dari itu.

The Crazy Days In The City Of LightTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang