11. White Night

133 19 3
                                    

Udara malam hari begitu menyejukkan hidung bangirnya

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Udara malam hari begitu menyejukkan hidung bangirnya. Aroma malam ibu kota lebih baik daripada siang hari. Tangannya menggenggam kopi kalengan. Ia duduk dengan kaki berjuntai. Tampaknya dia tengah menunggu seseorang di sana.

"Tuan Putri udah nunggu lama?" pertanyaan gurau tersebut disambut cekikikan. Gadis yang baru saja datang tersebut langsung duduk di sebelah orang yang telah menunggunya. "Ada apa dengan Jihan Sekar Rahayu? Tumben telepon malam-malam."

Si gadis itu adalah Jihan. Sebelum menjawab, ia sodorkan kopi tersebut kepada temannya. "Nyari temen begadang lah, Gi."

Giska mengamati wajah Jihan. Ada dua plester di sana. Di sekolah mereka bertiga sudah menyadari itu, tetapi tidak ada satupun dari mereka bertanya apa yang terjadi sebab tahu itu hanya akan membuat suasana jadi canggung. "Orang tua gue mau cerai."

"Itu keputusan bagus. Lo oke, kan?"

Giska menatap langit malam. Entah kenapa suasana menjelang akhir tahun terasa berbeda dengan kuartal sebelumnya. Rasanya seperti ia akan menyambut lebih banyak kesakitan tanpa menyelesaikan lukanya di tahun ini. "Oke kok. Lagi pula apa yang harus mereka pertahanin lagi."

"Ada banyak cara untuk menemukan kebahagiaan walaupun awalnya sakit."

Giska akhirnya membuka ruang untuk Jihan. "Lo sendiri, oke?"

Lantas Jihan menggeleng sebagai tanggapan. "Gue bahkan masih terjebak di tempat yang sama."

"Siapa yang lakuin itu?" Giska menunjuk luka yang ada di wajah Jihan.

"Ayah," Jihan mengangkat ujung bibirnya sedikit, meski perasaannya sudah kacau. "Dia tahu soal gue akan debut jadi model."

Bagi ayah Jihan, modeling adalah pekerjaan yang tidak menguntungkan. Dunianya begitu bebas. Sementara, ayah adalah tipikal orang yang begitu disiplin, terbiasa mengikuti aturan yang berlaku. Adik ayah berprofesi sama. Itulah kenapa dia tahu bagaimana bebas lingkungan tersebut. Alkohol, narkoba, seks bebas dan bahkan pelecehan seksual. Belum lagi model dituntut untuk sempurna. Tubuhnya harus sesuai dengan standar dunia model.

Jihan tidak menyangkal akan hal tersebut. Baginya, itu sebuah risiko pekerjaan. Jihan bisa menjaga dirinya asalkan dia bisa mewujudkan impian tersebut.

"Kalian udah coba bicara?"

"Ayah bahkan gak buka pesan gue dari kemarin, Gi."

"Tapi jujur, Ji. Gue jadi ayah Lo juga akan khawatir. Dia pasti gak mau anak gadisnya terjerumus ke lubang yang sama seperti adiknya. Dia hanya gak bisa kasih solusi lain hingga terkesan memaksakan kehendak."

Sejujurnya Jihan juga mengerti apa yang ayah khawatirkan. Jihan hanya tidak menyukai cara ayah yang terus memaksa Jihan masuk kedokteran tanpa bertanya, apa yang Jihan suka selain modeling?

"Menurut Lo gimana?" Tanya Jihan.

"Soal?"

"Impian gue."

BUNGSU: Growing Up [dreams, aespa]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang