08. Another Day

147 25 2
                                    

Pukul 04

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Pukul 04.00. Suara Pak Ilyas, ketua RT yang setia mengisi waktu subuh. Beliau akan membangunkan warganya mulai pukul 4 pagi. Membaca salawat, memutar murotal hingga memberitahu pukul berapa azan akan dikumandangkan.

"Azan subuh akan dikumandangkan 20 menit lagi,"

Hafshal masih mengumpulkan nyawa untuk bangun. Setelah siap, ia segera pergi ke toilet untuk mandi. Ia tidak membutuhkan waktu lama. 10 menit saja sudah cukup.

Suara alarm ribut.

Hafshal tertawa kecil. "Sori. Gue lupa mute alarm," ucapnya menyadari sang teman terperanjat kaget sebab alarm ponsel Hafshal begitu berisik.

"Ah. Iya," ucapnya sambil mengusap tengkuk. Baru saja nyawanya terkumpul, ia terlihat terkejut lagi. "Ponsel gue? Lo lihat?"

"Tuh. Di nakas deket jendela."

Benar. Jean bermalam di rumah Hafshal setelah sesi obrolan di mini market. Jean tidak menjelaskan mengapa ia tidak ingin pulang, yang pasti hanya menghindar dari ayahnya. Memang kekanakan, tetapi posisi Hafshal juga memahami kesulitan yang dilalui Jean. Lagi pula, Hafshal juga tidak ada teman mengobrol di rumah selain Bunda. Kedatangan Jean semalam membuat malamnya jadi lebih seru.

"Lo telepon Ayah gue?"

"Iya. Kenapa?"

"Ya Tuhan,"

Hafshal terlihat santai saja. "Daripada dia kelimpungan nyari Lo, kan? Gue gak bilang macam-macam kok. Cuma kasih tahu Lo ada di rumah gue."

Lagi pula mana mungkin ayah mencarinya. Dia hanya akan tiba-tiba recok bila Jean berurusan dengan rencananya mencari mama.

"Dan inget, ya, Sobat. Ini terakhir kali gue nampung Lo. Lain kali kalau ada masalah tuh hadapin, bukan kabur. Bocah Lima tahun Lo?"

Katakanlah Jean memang kekanakan. Dia tidak menyangkal itu. "Makasih udah izinin gue bermalam, sori bikin Lo harus berurusan sama ayah gue." ucapnya. Sebenarnya masalah dengan ayah tidak sesederhana itu. Kemarin beliau mendebatnya perihal undangan keluarga besar mama kandung. Jean jelas tidak ingin memutus hubungan dengan keluarga mama, juga mungkin dia bisa menemukan informasi tentang mama, meski nihil. Dia tahu keluarga mama tidak suka kepadanya, setidaknya dia bisa bertemu nenek yang sudah lama tidak ia temui.

Sementara, ayah melarangnya pergi sebab hanya akan menambah masalah baru. Belum lagi beliau menyuruhnya melupakan mama alih-alih mencarinya terus. Ya. Selalu mama yang jadi masalah antara Jean dan ayah. Dalam persepsinya, Jean tentu merasa benar. Bukankah wajar seorang anak mencari keberadaan ibunya yang sudah menghilang? Sebagai anak dia juga perlu tahu. Apa yang terjadi dengan mama? Ke mana mama selama ini?

"Cek dulu suhu tubuh lo," Hafshal melempar termometer kepada Jean tanpa aba-aba. "Gue mau ke masjid. Salat Subuh berjamaah."

Jean menjepit termometer ke ketiak. Syukurlah. Sudah turun. Dia merasa lebih baik sekarang. Selagi menunggu Hafshal kembali, Jean menelusuri rumah Hafshal. Mau tahu apa yang dirasakannya saat pertama kali menginjak rumah Hafshal? Rasanya nyaman.

BUNGSU: Growing Up [dreams, aespa]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang