10. Berlari Tanpa Kaki

132 24 0
                                    

Jean kecil adalah pengagum ayah

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Jean kecil adalah pengagum ayah. Setiap ayah muncul di televisi untuk memberikan nasihat hukum, Jean selalu bangga. Pamer ke teman-teman bahwa ayah adalah orang hebat. Baginya, ayah di rumah dan di publik sangat berbeda. Ketika tampil di publik, ayah sangat berkarisma. Dengan tutur kata yang tegas, sorot mata tajam dan tubuh gagahnya. Di pikiran anak usia 5 tahun itu adalah sosok yang bisa dijadikan panutan saat dewasa.

Mereka mungkin tidak banyak bicara sebab ayah jarang mengajak bermain. Namun, satu hal yang paling Jean ingat saat kecil adalah saat ayah meluangkan waktu libur untuk pergi ke luar rumah bersama keluarga. Jean kecil meminta ayah mengajar naik sepeda. Wajah ayah terlihat sangat berbinar saat mengajari Jean. Beliau cekatan saat Jean terjatuh, menenangkan si kecil.

Itulah terakhir, ia melihat wajah ayah berbinar karena Jean.

Semakin dewasa, semakin Jean tidak mengerti. Apa yang ayah dan mama hadapi sehingga keduanya menjadi begitu asing? Mama menghilang dan ayah semakin tak acuh.

"Saya sering nonton Bapak di televisi. Sekarang lihat langsung berasa mimpi!"

Dan ya... Akhirnya Jean tahu alasan ayah datang ke sekolah. Untuk bersikap angkuh dan pamer. Jean berusaha menahan mual mendengar obrolan wali kelas Jean dengan Tirta yang terdengar omong kosong.

Jean jadi buah bibir saat itu juga. Melihat bagaimana reaksi penghuni sekolah siapa orang tuanya, Jean memilih tidak peduli.

"Hari Minggu ikut ayah dan Jana main golf,"

Mereka duduk bersebelahan, tetapi rasanya sangat canggung dan asing. Tirta bahkan enggan menoleh sedikit pun meski sang anak kini pulang bersamanya. Sementara sang putra, menoleh sekilas.

"Ngapain aku harus ikut? Supaya lihat ayah caper ke pejabat lain biar dapat jabatan lebih tinggi?"

Tirta akhirnya menoleh, menaruh tab sedikit kasar. "Di pikiranmu memang ayah sekotor itu? Jangan terbiasa dengan pola pikir begitu. Ikut saja,"

"Gak bisa," jawab Jean tegas.

"Kalau alasannya karena kamu akan ke acara itu, ayah gak kasih izin."

"Emang siapa juga yang mau minta izin? Sejak kapan ketemu keluarga sendiri suatu dosa besar?"

"Memangnya orang seperti mereka masih layak disebut keluarga?" Tanya Tirta.

"Ayah sendiri gimana? Emangnya ayah masih layak disebut orang tua?"

Tirta hanya tersenyum tipis. Jengah pertengkaran mereka disaksikan sopir, akhirnya Tirta mengalah. "Fokus saja dengan persiapan kuliahmu. Jangan pikirkan sesuatu yang belum tentu kamu temu. Itu hanya akan menyakiti kamu setiap hari."

Pada akhirnya, mereka hanya akan terus-menerus menghadapi kesalahpahaman. Tidak pernah ada akhir dari pertengkaran mereka. Selalu salah satunya yang mengakhiri tanpa solusi.

BUNGSU: Growing Up [dreams, aespa]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang