Setelah beberapa paksaan dari berbagai pihak, bujukan juga rayuan, akhirnya Junhui pulang. Sendirian berjalan ke rumah, tidak memedulikan tatapan penasaran juga kasihan dari orang yang berpapasan.
Baru sadar ia bagaimana perban menutupi luka di kaki tangannya saat hendak ke kamar mandi. Inilah yang jadi objek para pejalan kaki tadi.
Bukan masalah besar.
Melihat wajahnya sendiri di wastafel, diam-diam ia masih bersyukur bisa membuka mata malam ini.
Tidak seperti.. korban satunya.
"Ck. Tidak ada kabar, bagaimana aku bisa tidur?"
Ya, baik wali kelas Jun atau orang tua Minghao, keduanya berjanji akan memberikan kabar sekecil apapun tentang Minghao kepada Jun.
Tapi sampai larut malam pun, tak ada notifikasi sama sekali.
Jun yakin kok ia menyebutkan nomornya dengan benar saat diminta tadi.
"Kekasih yang baik tidak akan tidur sampai mendapatkan kabar soal pasangannya."
Begitu, katanya.
Berniat begadang sambil menatap layar handphone yang masih gelap.Sayang sekali ucapannya hanya omong kosong belaka.
Jun terlelap, hampir 15 jam lamanya.
Bangun keesokan hari, kala matahari persis di atas kepala.
--
"Wen Junhui!"
"!!!"
"Jam 12 siang, dan kau masih di bawah selimut?!"
Betul sekali. Berkat teriakan sang Ibu, ia akhirnya membuka mata penuh kejut.
Duduk menatap jam dinding, jendela, lalu sang Ibu hanya untuk memastikan kalau yaa dia tidak sekolah.
"Kau lupa siapa yang membayar uang sekolahmu?!
Begini caranya kau balas budi pada Ibu?! Bolos?? Siapa yang mengajarkanmu untuk jadi pemalas!"Bukan, ini bukan kali pertama Jun tidak menghadiri kelas.
Tapi ini kali pertamanya Nyonya Wen menangkap basah Jun tidak menghadiri kelas.
Tapi tunggu.
Setelah melamun sambil mendengarkan omelan Ibu kandungnya.. ia teringat kejadian kemarin.
Makanya Jun segera turun dari kasur. Membuat sang Ibu mengurungkan niatnya untuk melemparkan kalimat pedas, lantaran 'bentuk' putranya tak seperti hari-hari biasa.
"Kau terluka."
"Tidak mau tanya kenapa?"
"..aku telepon Ayahmu.
Kau pasti bertengkar lagi-""Ya. Bagus.
Pegang handphonemu, jadi kau tau wali kelasku berusaha menghubungimu 12 kali kemarin.""Permasalahan rokoknya sudah selesai!
Kau diskors, jadi untuk apa wali kelasmu telepon terus?!""Oh. Ibu ingat aku diskors, tapi tetap teriak bagai orang kesetanan karena aku bangun siang, tidak sekolah?"
"...."
"Kenapa tidak jujur saja kalau kau lupa, saking tidak pedulinya pada anakmu, kau sengaja menolak semua panggilan guru, wow. Kau bahkan menuduhku sengaja membuat diri sendiri terluka sebanyak ini."
"Aku Ibumu. Aku tau baik buruknya dirimu."
"Uh-huh.
Tapi kau tidak tau aku kemarin nyaris mati setelah kau tinggal pergi.""Berlebihan sekali?!"
"Tanya wali kelasku.
Memang harusnya aku mati saja kemarin."
Wanita dewasa tadi terdengar berdecak kesal, pasti kata-kata tidak ramah sudah ada di ujung lidahnya.
Beruntung Jun segera turun, pergi ke dapur alias tempat yang pasti tidak akan sudi dijamah Ibunya sendiri.18 tahun hidup, Jun tidak ingat pernah makan bersama keluarga di meja makan yang kini ia tempati.
Walau sedikit melamun, namun tangannya lihai mengoleskan selai pada roti. Menumpangi air supaya mendidih, kemudian membuat kopi susu guna menenangkan diri.
Makan dalam keheningan sudah jadi kebiasaannya. Namun memikirkan bagaimana hari-hari akan terasa membosankan dan menyebalkan, Jun mendadak menghela nafas tak sanggup membayangkannya.
"Aku ke rumah sakit saja lah."
--
'untuk sementara, ia akan harus memakai kursi roda karena kakinya yang paling parah'
'tidak ada masalah dengan kepalanya, tapi kita tunggu dia sadar untuk lebih memastikan.'
Padahal ucapan dokter sangat banyak, tapi wanita paruh baya ini hanya mengingat sedikit.
Pikirannya terlanjur kosong saat menghadap anak yang terbaring lemah, keluar dari ruang operasi didampingi banyak alat medis.
Sungguh, penampakan yang tidak akan pernah menyenangkan untuk diingat.
Makanya ia hanya bisa terduduk sedih menatap bayi besarnya yang masih menutup mata. Setia mendampingi di sisi, kepalanya penuh dengan pikiran buruk juga baik yang berkecamuk."Mama selalu menjagamu dari kecil, bahkan serangga pun tak Mama biarkan menghampiri kulitmu."
"Tapi sekarang kau begini, karena seseorang yang tiap pulang sekolah selalu kau jadikan topik pembicaraan dengan Mama?"
"Haohao, Mama senang kau bisa memilikinya, tapi Mama juga tidak senang kau sakit karenanya.."
Lihat siapa yang mengurungkan niat masuk ke kamar rawat padahal sudah excited luar biasa saat mendapat kabar bahwa operasi Minghao sukses dan kini dalam keadaan stabil dari perawat di resepsionis.
Ya, Jun mendengar semua ucapan sosok di dalam sana.
Masih mendengarnya karena kaki tersebut enggan pergi dari pintu bangsal bertuliskan Xu Minghao.
"Ngomong-ngomong, kau terlalu menceritakannya sesuai fakta.
Dia.. tinggi. Dia agak kelihatan nakal..
Mama juga ingat kamu bilang, dia terlalu sempurna menjadi manusia haha.""Well, satu tatapan saja, Mama langsung tau dia adalah Jun yang selalu kau bicarakan.
Mama percaya diri, sampai tidak tanya namanya kemarin."Jadi benar.. Minghao selama ini memerhatikannya?
Menjadikan Jun sebagai kekasih.. apa jangan-jangan itu hanyalah alasan klasik padahal sebenarnya Minghao sudah jatuh cinta sejak lama?
Sebentar. Mereka tidak pernah sekelas, Jun juga baru mengenalnya sehari. Bagaimana bisa-?
"Namun begitu, Mama masih belum bisa memercayakanmu padanya kalau begini yang didapat dari hubungan kalian."
"Jadi cepatlah sadar ya, nak.
Buat Mama yakin kalau dia adalah pasangan yang kamu pilih."Sumpah.
Demi apapun, ada rasa bersalah sedikit di ujung dada Jun mengetahui bahwa semua pasangan juga kekasih yang diharapkan Ibu Minghao hanyalah bualan saja dari mulut Jun.
Iya benar anaknya duluan yang minta Jun untuk jadi kekasihnya.
Tapi kan Jun juga yang menolak.Sekarang, dia malah secara sadar berbohong supaya tidak terlalu merasa bersalah atas kecelakaan kemarin.
Kau tau, tidak ada orang yang cukup berbohong sekali.
Karena satu kebohongan, harus ditutupi kebohongan lainnya.
Sekarang yang ada di kepala Jun, ia harus bersikap seolah-olah ia mencintai Minghao sebagaimana pasangan pada umumnya.
Dan ya, "aku akan mendapat kepercayaanmu sebelum Minghao membuka mata."
Entah keyakinan dari mana yang membuat Jun berkata demikian sambil membuka pintu.Mungkin.. dari rasa bersalah yang tidak mau ia pendam selamanya?
Mulai sekarang Jun mendedikasikan diri akan membalas cinta Minghao yang telah lama dipendam.
Tapi tunggu.
Ini.. sama saja dengan mencintai karena kasihan, bukan?-tbc-

KAMU SEDANG MEMBACA
I Dislike My Boyfriend [JunHao BxB]
Fanfiction"How come they're dating but not loving?" JunHao BxB Alternative Universe School life