42. Tell Me To Stay

581 78 12
                                    

Jennie hanya menatap penuh ke arah kedua kakinya sejak dua puluh menit yang lalu ㅡbukannya ia lupa kalau di depannya ada ayah Chaeyoung yang tengah duduk bersamanya

Hanya saja kini Jennie merasa bahunya tidak lagi bisa menopang tulang rusuk dan perangkat tubuhnya. la bahkan tidak tahu mengapa bibirnya terasa kering dan tubuhnya mulai mengeluarkan keringat sekarang. Di dalam otaknya, Jennie hanya berusaha mencari kemungkinan kalau ini mungkin hanyalah mimpi.

Setelah menyesap kopi buatan Jennie, ayah Chaeyoung meletakkan cangkirnya dengan pelan dan menatap sosok gadis di depannya dengan tatapan takjub.

Terakhir kali ia bertemu Jennie ialah ketika anak itu tertidur di dalam mobil sedangkan ayahnya berlutut di depannya, di bawah hujan untuk meminjam uang, bertahun-tahun yang lalu.

Sama sekali tidak terbesit di pikiran ayah Chaeyoung, bahwa gadis kecil yang ayahnya dulu meminjam uang padanya akan berada jauh di atasnya dalam hal ekonomi ㅡtapi setidaknya, sekarang keadaan sudah jauh lebih baik. Untuk itu juga mengapa ia ada disini.. untuk menjemput anaknya kembali

"Apa Chaeyoung banyak berulah selama disini?"

Butuh waktu lama bagi Jennie untuk mencerna pertanyaan itu. Jangankan menjawab, untuk sekedar mengangkat kepala saja rasanya Jennie tidak ingin. Namun mau tak mau, ia terpaksa memasang senyum tipis. "Tidak sama sekali, tuan Park."

"Benarkah?" Tanya ayah Chaeyoung dengan nada heran. "Dia tidak mencoba membolos, atau mendapat banyak hukuman, atau apapun itu? Apa kau pernah dipanggil oleh gurunya?"

Jennie menggeleng, "Tidak pernah sama sekali."

Pria paruh baya itu mengerenyit heran. Sangat asing jika anaknya tidak berbuat ulah ketika berada di sekolah. Apa mungkin pada akhirnya Chaeyoung menyadari kalau ia selama ini sudah membuat malu dan anak itu tidak ingin mengecewakan orang tuanya lagi? Meski mengherankan, kemungkinan itu mungkin saja terjadi berhubung Chaeyoung akan menginjak usia 20 satu tahun lagi.

Disisi lain, Jennie merasa ingin mengurung dirinya sendiri di kamar tidur dan merenung

Bagaimana ia bisa lupa kalau Chaeyoung hanya tinggal di sisinya untuk sementara? Ayahnya berhak lebih dari seratus persen untuk membawa anak itu pulang. Bagaimanapun, ia masih tercatat sebagai anak di bawah umur di Korea. Memikirkan itu membuat ruang pikir Jennie menyempit, dan sekarang ia merasa sangat frustasi.

"Ngomong-ngomong, dimana putraku?"

Beban di bahu Jennie seakan bertambah dua kali lipat ketika ia memikirkan jawaban untuk pertanyaan itu. Terakhir kali ia melihat Chaeyoung sedang bersama Yeri, dan ia bahkan tidak tahu bagaimana dan dimana Chaeyoung sekarang.

"la.. berjalan-jalan dengan temannya. Apa kau ingin aku memanggilnya pulang, tuan?"

"Ah, tidak usah," ayah Chaeyoung melambaikan tangannya. "Biarkan saja. Aku tidak mau ia tahu kalau aku datang. Jika ia tahu, ia akan sengaja memperlambat waktu untuk bertemu denganku."

"Ah... nde... "

"Apa ada urusan Chaeyoung disini yang bisa kuselesaikan? Aku ingin segera membawa anak itu pulang untuk menjalankan bisnis cabangku."

Jennie semakin merasa kesusahan untuk duduk dengan nyaman. "la sedang menjalani ujian di sekolahnya."

"Ah, ujian." Pria paruh baya itu terkekeh. "Itu sudah tidak perlu lagi, aku percaya ia bisa menjalankan bisnisku tanpa masalah bahkan jika ia tidak mempunyai ijazah."

Jennie menunduk, ia sungguh tidak ingin mengirim kekasihnya kembali pulang. Karena itu tandanya ia akan kehilangan sumber semangat hidupnya. Dan lagi, itu tandanya ia dan Chaeyoung akan dipisahkan banyak sekali rintangan.

ConvivenciaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang