"Strawberry... Strawberry... STRAWBERRY!"
Perempuan dengan surai pirang yang secara perlahan mulai menurun, menunjukkan atas rambut hitam alaminya yang perlahan tumbuh lagi itu memekik sesenang. Bertepuk tangan antusias seraya berusaha menggapai box berisi buah yang sedari tadi ia cari.
"Omg, my baby."
Dengan senang ia mulai memeluk bahagia strawberry tersebut. Seakan inilah bintang utama dalam harinya, setelah seharian uring-uringan karena malas menghubungi sahabat satu-satunya untuk mengajak jalan, atau pilihan memusingkan yakni untuk memikirkan nasib buruk di hidupnya.
"Hazel?"
Baru 30 detik dirinya merasa melayang, suara pria memecah balon kebahagiaan Hazel dan membuatnya dengan cepat membuka mata, melihat seseorang yang terlihat familiar tapi begitu samar untuk diterka.
Kenzo? Kavi? K-?
"Ini gue, Kevin." Ucap pria itu sambil menepuk dadanya berkali-kali. Hazel memicingkan matanya sesaat, meski belum ingat tapi bau busuk sudah tercium dari siapapun yang berdiri di hadapannya ini.
Tidak, bukan secara harfiah.
Tapi, Hazel rasa Kevin ini adalah salah satu dari banyaknya orang yang membuat kehidupan SMPnya terasa seperti neraka.
Dan benar saja, ingatan ketika Kevin menjadi salah satu orang yang selalu mengingatkan satu sekolah tentang kejadian pemberian surat dari Hazel kepada Atlas di hari perpisahan year 9 kembali terulang di otaknya.
"Everyone, i present to you, Hazel Evangelidean."
Mengucapkan seperti itu dari ruang broadcast sekolah, benar-benar yang terburuk. Hazel hanya bisa menghela nafas kecil saat dirinya sadar siapa Kevin ini.
"Oh that Kevin."
Kevin tertawa kecil ketika melihat wajah Hazel yang langsung tidak bersahabat, "Gimana kabarnya, Zel? Masih suka sama Atlas?"
Benar kan? Baru saja mereka bicara, Kevin sudah mulai membawa nama Atlas dalam pembicaraan mereka.
"Nope."
"Oh, jadi sekarang udah move on dari Atlas?"
Hazel tersenyum kecut, jika saja ia masih berada di sekolah menengah pertama, mungkin sudah ada pertengkaran fisik antara keduanya. Tapi mengingat statusnya sekarang yang benar-benar baru lulus kuliah, usia yang baru saja juga menyentuh 22 tahun, Hazel bisa menahan dirinya lebih lama.
"Bukannya move on sih, tapi dari dulu emang enggak pernah ada perasaan kayak gitu ke Atlas."
Kevin memiringkan wajahnya, kelihatan tertarik sekarang. Hazel yang melihatnya harus meneguk saliva dengan perasaan canggung, apa lagi kira-kira yang akan keluar dari mulutnya?
"Sampai sekarang lo masih denial ya, Zel? Atau pura-pura gak mau disangkutpautin sama Atlas lagi karena umurnya sekarang 22 tahun? Kelewat satu tahun ya dari request lo di surat kemarin."
Mengelak katanya?
Hazel jika dihadapkan hal-hal seperti ini sudah tidak heran lagi. Yang dia heran adalah kenapa 8 tahun berlalu tapi orang-orang ini masih saja punya ruang di pikiran mereka tentang apa yang terjadi saat itu?
Pertama, memangnya siapa Hazel bagi mereka sampai-sampai surat cinta, jika memang ia yang memberi saat itu kepada Atlas, menjadi sesuatu yang pantas dipikirkan bertahun-tahun?
Kedua, Hazel kira mereka semua seharusnya sepakat bahwa masa SMP bukan momen penting bagi kehidupan seseorang apalagi sampai membentuk identitasnya.
Ketiga, Atlas Dean pergi ke Amerika sehari setelah acara perpisahan dilaksanakan. Kehidupan yang dijalani disana juga fantastis, seharusnya mereka sibuk mengagumk kehidupan luar biasa pria itu saja ketimbang terus-terusan mengganggu Hazel.
KAMU SEDANG MEMBACA
Hocus Pocus
FanficEveryone believe Hazel is Atlas' girl. But in fact, Atlas just Hazel's boy in disguise