- 11 -

545 63 10
                                    

"Ketua, ini bukan pertama kalinya loh. Lihatlah, banyak kejadian yang bahkan dilaporkan di berita!" Seru seseorang di ruangannya.

"Aku tahu itu. Sudah, abaikan saja. Segera singkirkan para bandit sialan yang menghalangi jalanku"

"Tapi- mereka sangat kuat ketua, apalagi kemungkinan mereka sedang bekerja sama, akan semakin menyeramkan-"

"Kau disini mau kerja atau mengoceh, hah? Jalankan perintahku atau kupenggal sekarang juga"

Orang itu meneguk ludah, memutuskan mengangguk saja. Dia bukan hanya takut dengan nasibnya, tapi juga rekan-rekannya di sana.

Orang itu balik kanan. Terpaksa, dia harus melakukan hal keji ini.

Ah, Azre.. apa kabarmu sekarang? Sayang sekali kau tidak di pihakku.

***

"HAH?! APAAN?!"  Seru Azre tiba tiba, membuat ruang latihan bergema.

Seseorang berbicara di balik telepon, menjelaskan singkat. Lalu meminta izin untuk menutup nya.

"Ooh oke oke gw ngerti, yowes tutup aja"

"Lu ngobrol sama siapa sih Zre?" Tegur Samsul.

" Adek kelas gw, dia mo nikah"

"Cepet amat nikah anjr" Jorge bergumam, maksudnya tuh- Azre aja belom nikah, ini malah..

Azre berkilah "Eh btw, kapan kita ada misi yang seru lagi? Yang kemaren gw ga sempat megang pistol"

Jorge dan Samsul mengangkat bahu. Ya gatau lah, mereka juga greget kali ga dapet bagian misi melulu. Kangen banget robek robek tubuh mangsanya.

Pintu utama terbuka lebar. Jorge menoleh, ketuanya ada di ambang pintu.

"Ketua? Kenapa kesini?"

Ayon tidak menjawab, matanya melirik Azre yang tidak peduli kedatangannya, masih asyik memainkan hp. Bahkan saat diingatkan Samsul.

"Zre. Ikut gw, sekarang"

"Loh? Mesti banget Yon? Kenapa?"

"Udah cepetan. Gw punya banyak pertanyaan buat lu"

Azre menyeringai. Baiklah, Azre mulai mendekatinya.

Ayon berbalik badan, mulai melangkah menuju kantor dengan Azre membuntuti.

***

"Gw sebenarnya gamau percaya, tapi ada buktinya. Gw belum pasti sama lu"

Azre diam, menarik bangkunya untuk duduk. Ayon mengorek isi tasnya, mengeluarkan 3 lembar foto, satu foto berukuran 9.16 dan lainnya 4.3.

Ayon menunjukkannya pada Azre.

"Lihat, lu kenal orang ini?" Tangan Ayon menunjuk seorang pemuda.

"..engga"

"Beneran? Kalo bohong gw tembak lu disini"

"Engga salah maksudnya, hehe" Azre nyengir lebar, tadinya dia mau bohong, tapi takut juga melihat Ayon.

"..dia siapa, Zre?"

Azre tersenyum tipis "Kenapa lu mau tau?"

"Lu ga ada hak buat nanya gw, sekarang jawab, ini siapa?"

"Orang. Kan udah jelas toh?"

"Identitasnya yang lu tau, bukan sekedar nama atau jenis"

Azre menutup senyumannya, menatap Ayon tajam. Sialan, dia terjepit. Apa yang harus dilakukan? Orang ini tidak boleh diketahui berita sedikitpun, bahkan tidak ada yang tahu keberadaannya.

Ayon menatap mata mint blue milik Azre. Dia menangkap sedikit rasa terdesak dari gestur wajah Azre. Ayon menghela napas pendek. Harus dibujuk ga nih?

Azre membuka mulut.




























Ayon membelalakkan mata. Nama yang disebutkan Azre barusan.. Azre punya kontak dengan orang berbahaya itu? Bagaimana bisa?

"Awalnya dia bergerak seperti kita, membunuh yang jahat."

"..lalu, kenapa dia ada di sana?"

"Terjebak. Dia tidak mempunyai 'rumah'. Untuk berlindung atau makan. Ortunya mati, adeknya mati, temen-temennya mati. Cuma gw yg masih hidup, dan terpisah"

Ayon mulai mengerti keadaannya, baik Azre atau orang itu gak ada bedanya. Semuanya punya ambisi untuk tinggal di 'rumah' lagi.

"So.. dia sama aja kyk lu, gitu? Azre kan masuk kesini karena-"

BRAAGHH

Azre membanting meja tamu itu hingga terguling.

"Haha, oke.. lu bayar dana gantinya"

"Jangan bunuh dia"

"Hm?" Ayon tersenyum meremehkan.

"JANGAN BUNUH DIA!"

"Terlambat. Dia sudah masuk list gw, andai lu ngaku sejak awal, ga bakalan kayak gini"

Ayon bangkit dari kursi, beranjak ke monitornya. Azre mengumpat serapah, memutuskan pergi dari ruangan terkutuk itu.

***

"Halo. Ini Azre, sekedar ngasih tau aja, ketua gw barusan tau tentang lu. Hati-hati"

"..lu yang ngasih tau kan Zre?"

"Gw terpaksa.. maaf.."

"Hei, gapapa. Gw tau itu bukan murni kesalahan lu. Tenang aja, gw bakal tetap hidup kok"

Azre diseberang sana tersenyum lebar. Dasar anak bodoh, terlalu polos untuk mengerti. Azre kembali membicarakan hal terkait kelompok mereka masing masing.

***

"Dada lu gmn? Masih sakit? Masih benjol? Masih-"

"Masih sakit deck. Puas?"

Rafel terdiam sejenak, loading, kemudian tertawa kecil. Marvel terlalu sering bergerak, sehingga dadanya sering sakit tiba-tiba. Makanya Rafel nanya nanya terus.

"..pacar lu ganteng ya, Vel. Bener bener cocok sih kalian, wkwk" Goda Rafel.

Marvel tidak merespon, wajahnya hanya sedikit panas. Sejujurnya dia sangat senang dan rindu dengan Nevin, sialan si Rafel, membuat overthinking saja.

"Wih malu ga tuh?"

"Diem ahh"

Marvel masih menjadi bahan godaan rekan-rekannya, semeñjak insiden Nevin yang menerobos masuk. Kalau Marvel sedang mengomel, pasti yang dibahas rekannya adalah Nevin.

Tujuannya untuk membuat Marvel diam.
Hanya dengan mengingatkan tentang Nevin, Marvel menjadi kelinci.

"Vel, Fel, gw udah selesai" Ujar Ledib sambil menyelonong ke ruangan mereka.

"Lu manggil yang mana?"

"Hah? Marvel apa gw?".

Ledib mendengus, kejadian ini lagi. Lagian kenapa sih mereka berdua jadi ketua-wakil? Bingung sendiri malah mereka.

"Kalian berdua anyink. Ini loh file yang Klian minta"

"Oalah, thanks Dib. Eh gw lupa, ku kerja apa btw?"

"Data entry tolol. Kok bisa lupa sih, nigg-"

"RASIS!"

***

Dah singkat dulu. Ga minat nulis.

VOTE VOTE VOTE VOTE VOTEEEEEEE

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Jan 08 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Haunted - YTMCI Action modeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang