DIAGNOSA
Ini sudah terhitung beberapa bulan setelah agenda drama mimisan di meja makan yang gue kira akan baik-baik saja, tapi semuanya semakin runyam dan sulit dijelaskan. Hidung yang hampir setiap hari mimisan dan, ya, tentu saja tenggorokan yang selalu terasa bermasalah. Hingga pendengaran gue juga ikut-ikutan.
Gue merasa lebih tidak baik-baik beberapa hari belakangan. Sepertinya gejala flu menyerang, tapi itu tidak terlalu mengganggu aktivitas. Gue masih seperti biasa walau kadang terasa mudah capek yang lagi-lagi gue kira karena tidak istirahat cukup, jadi wajar.
Beberapa minggu ke depan akan diadakan seleksi futsal. Gue ikut ambil bagian menjadi juri karena bagian dari tim inti. Biasanya hari ini kami latihan, tapi kali ini gue memilih tidak ikut dan pulang lebih awal dikarenakan badan yang kurang enak.
Sampai di rumah, Ibu sempat bertanya karena biasanya gue akan pulang sore menjelang magrib. Gue bilang, kalau gue lagi merasa tidak enak badan. Ibu terlihat sedikit panik dan meminta gue ke dokter. Tetapi, gue melarang karena ya, gue rasa ini hanya kelelahan, biasa lah.
"Nggak deh, Bu. Ntar juga sembuh. Gaga cuma kecapean aja, minum obat flu juga sembuh." Bodohnya gue waktu itu. Obat flu tidak akan menghasilkan apa-apa saat kondisi seperti ini ( kanker Nasofaring)
Gue benar-benar istirahat total hari itu berharap bagunnya nanti sudah mendingan. Tetapi tidak ada perubahan sama sekali.
Gue keluar saat hari sudah malam. Membersihkan diri, dan turun untuk makan malam.
"Udah mendingan?" Ibu bertanya.
"Si Jagat kenapa?" Ayah yang sedang mengambil nasi menyempatkan bertanya.
"Lagi Flu," jawab Ibu sekenanya
"Masih gejala, Bu," Gue meralatnya.
"Tidak ke dokter?" Ayah bertanya lagi.
Gue menggeleng.
"Nggak perlu. Udah minum obat flu juga. Nanti InsyaAllah baikan." Itu benar, gue sudah minum obat tadi. Tetapi tidak ada perubahan atau belum.
"Ohhh, Ayah kira parah. Kalau parah jangan sungkan periksa. Jangan dibiarin."Gue mengangguk.
Setelahnya ayah tidak membahasnya lagi.
Setelah selesai makan dan bicara basa basi dengan ayah di ruang keluarga, gue memilih ke kamar lebih awal. Ayah pesan, langsung masuk istirahat jangan nokrong di luar atau begadang, yang gue balas dengan anggukan. Sampai di kamar, seperti kata ayah, gue langsung masuk dan menutup pintu, tidak mampir atau duduk di luar dulu.
Kamar gue berada di atap, anggap aja loteng. Tidak ada ruang apa pun selain kamar gue, pengecualian tali jemuran. Ayah sengaja membuat kamar gue di atas atap. Gue tidak mengerti pasti alasannya, yang gue tahu dia hanya ingin kamar anak laki-lakinya terpisah saja. Gue menyambut baik usulan ayah dan itu juga tidak akan terlalu mengganggu saat gue dan teman-teman lain membuat keributan di atas.
KAMU SEDANG MEMBACA
You Are My Last Wish
Teen FictionAku mencintaimu karena Tuhan menghadirkanmu untukku. Tidak ada alasan lain. Tapi, nanti, jika janjiku untuk selalu disisimu direnggut takdir, aku ingin kamu bisa melupakanku. Jangan pernah ingat aku jika itu alasan kamu terluka. Kamu pernah tanya a...