Gunwook tidak terlalu mendengar isi percakapan mereka, tetapi ia dapat melihat dengan jelas betapa tersakitinya ekspresi Yujin sekarang. Mereka sedang berargumen, dan Gunwook tidak dapat menahan ringisannya ketika tangan Yujin didorong perlahan saat mencoba untuk meraih lengan baju Jiwoong. Pada akhirnya, Jiwoong meninggalkan Yujin sendirian di sana.
Kepalanya menunduk, dan Gunwook pikir ia akan jatuh dan menangis saat itu namun untungnya Yujin membalikan badan dan pergi dari sana. Ia menghela nafas lega, ia tidak akan dapat menahan keinginanya untuk menenangkan Yujin bila yang terjadi malah sebaliknya.
Ia baru saja ingin bersiap-siap pulang ketika ia merasakan bagian kepala nya dipukul pelan (namun tetap sakit) dengan sebuah tongkat security. "Aduduuh.."
"Bocah tengil, bukannya pulang malah keasikan nguping kamu, ya!" Seru lelaki yang lebih pendek darinya itu. Gunwook lantas terekekeh, menyatukan tangannya minta ampun seraya membungkuk kecil. "Ampunn Hwanhee hyung..." lelaki yang lebih tua darinya itu pun ikut tertawa.
Lee Hwanhee adalah anggota secuirity sekolah yang cukup akrab dengannya, karena Gunwook selalu pulang lebih lambat sesekali mereka membangun persahabatan melalui ramyeon hangat di kantin sekolah, apalagi ketika ia terlihat kelaparan setelah hari yang panjang - Gunwook yang tidak tahu malu selalu minta ditraktir tentunya, tapi Hwanhee tidak pernah menganggapnya menyebalkan, ia sudah menganggap Gunwook seperti adiknya sendiri.
"Mau hyung traktir lagi gak? Kantin pak Hanbyul masih buka, tuh." Ujar Hwanhee sembari menepuk-nepuk punggung lebarnya, Gunwook sempat berpikir sebentar sebelum mengacungkan jari jempol kepadanya. "Mau dong, hyung! Nanti sekalian mau nanya-nanya ya, kayaknya aku butuh saran." Hwanhee mengangkat kedua alisnya bingung, "Tumben." Ucapnya dan lanjut menuntun Gunwook ke kantin.
.
Setahu Yujin, hanya ia yang disuruh memotong dan mengumpulkan bunga mekar di rumah kaca sekolah karena hari ini jadwal piketnya, tak ia sangka ia akan melakukannya bersama dengan orang yang mewawancarainya di ruang konseling tentang ia korban bullying atau bukan lusa yang lalu.
"Cuacanya bagus ya, hari ini?" ucap orang itu basa basi. Ia tahu pemuda ini paling hanya berpura-pura ramah kepadanya, senyuman yang ditunjukkannya terlalu lebar untuk orang seperti Yujin.
Yujin memutuskan untuk mengabaikannya dan lanjut dengan urusannya sendiri, ia pikir pemuda bertubuh tinggi itu sudah menyerah dan pergi meninggalkannya namun ia malah melihat sepasang tangan yang lebih besar mendekati tangan rampingnya.
"Jangan kayak gitu motongnya, nanti dia jadi susah tumbuh." Ujar pemuda pemilik tangan besar itu pelan. Genggaman lembutnya membimbing tangan Yujin agar memotong bunga dengan cara yang benar. Yujin sempat menahan napas, sepasang matanya langsung tertuju ke wajah pemuda di sebelahnya.
Park Gunwook. Ia ingat betul dengan nama itu, setelah mengambil perhatiannya di hari pertama mereka berhadapan, lagi-lagi pemuda ia membuat hati kecilnya berdegup kencang.
Yujin hampir mematung di tempat, tapi untungnya ia masih bisa bergerak untuk mengumpulkan tumpukan bunga yang sedari tadi ada di atas meja kebun ke dalam keranjang yang diberikan oleh gurunya. Ia pun memanfaatkan waktu ini untuk menenangkan detak jantungnya, walaupun sedikit tidak berguna juga karna ujung telinganya pasti tengah memerah sekarang.
Gunwook masih menatapnya dari jauh, kedua tangan kebelakang dengan kaki yang sibuk menendang kerikil, 'Apa gue kelewatan ya, sokkabnya?' Batinnya sedikit khawatir. Ia hanya berdiri ditempatnya karena mengira Yujin akan kembali untuk lanjut memotong bunga lagi tetapi ia justru mengangkat keranjangnya untuk siap-siap meninggalkan tempat itu.
"E-eh, tunggu, Yujin!" Gunwook menyerukan namanya, si pemilik nama itu lantas menolehkan kepala dan menatapnya tajam, ia tidak menyangka sepasang mata cantik itu bisa menatapnya seperti ini.
Eh, apa?? Cantik??
Gunwook menggeleng cepat, bukan saatnya untuk berpikir asal seperti ini. Ia pun berjalan cepat ke arahnya.
"Apa." Itu bahkan tidak terdengar seperti sebuah pertanyaan, Gunwook mengedipkan kedua matanya bingung, baru kali ini ia mendengar adik kelas yang sangat ketus kepadanya.
Ia berdehem sembari menggaruk tengkuknya, mungkin seharusnya ia lebih mematangkan rencana ini. Meminta tolong Solji-ssaem untuk menyuruh Yujin kesini saja sudah sulit, ia tidak akan membiarkan kesempatan ini gagal sia-sia.
"Ng... Gak lanjut motong tangkai bunga?"
"Udah selesai, tuh." Gunwook melihat sekitarnya, benar.
Ia mencoba berpikir keras.
"Um, ini mungkin agak random, tapi mau makan bareng gue gak di kantin nanti? Gue yang traktir." Apakah ini terdengar sangat aneh? Yujin sampai membelalakkan matanya terkejut.
"Hah?"
"Beneran gue traktir, serius! Tapi kalau bisa jangan yang mahal-mahal ya, hehe... Lupa minta uang lebih tadi," bagian akhir itu keluar seperti semacam gumaman.
Yujin masih tidak menyangka ini tengah terjadi kepadanya, tapi entah mengapa ia tidak bisa membawa dirinya untuk menolak tawaran Gunwook.
"Ya udah." Balasnya singkat, secara tidak sadar Gunwook mengucapkan kata "YES!" Seraya mengepalkan tangannya ke atas tanda merasa sebuah kemenangan.
Masih tidak menyadari tindakannya sendiri, Gunwook hanya tersenyum lebar dan menepuk bahu Yujin sebelum meletakkan setangkai bunga yang ia potong tadi kedalam keranjangnya. "Gue tunggu ya, nanti!" Dengan penuh kepercayaan diri ia berjalan ke lorong sekolah, menerima sapaan dari para siswa-siswi yang melihatnya.
Sementara itu Yujin menurunkan pandangannya ke keranjang yang dipenuhi oleh bunga-bunga itu.
Sebagian dari isinya adalah jenis bunga liar, dan kalau bisa Yujin ingin meletakkan hatinya kedalam keranjang ini.
Karena ada perasaan baru yang tumbuh secara tidak sengaja.
KAMU SEDANG MEMBACA
Lonely Dandelion | GunJin ✔️
Fanfiction[Purple Iris & Dandelion Book 1/2] ------------------ Park Gunwook adalah wakil ketua OSIS yang selalu bisa diandalkan semuanya, terkenal sebagai pemilik kepribadian paling karismatik dan bersahabat juga pekerja keras di sekolahnya, ia mendapat sebu...